Kerajaan Roma, rumah penginapan
Setelah mengetahui bahwa ibunya Viole berada di balik selimut Hazin, ia segera berpaling dan hendak keluar kamarnya, namun.
Viole bergegas menggenggam baju Hazin dan menahan langkahnya, "Tu-tunggu Hazin! Ibu hanya khawatir dengan keadaanmu," Ucap Viole, Hazin masih tetap meluruskan pandangannya kedepan, "Ibu janji, ibu janji akan segera kembali setelah berbincang sedikit saja!" Viole tetap berusaha menahan langkah Hazin.
Mungkin Hazin tidak suka diperlakukan seperti itu. Namun tetap saja, Viole adalah ibu yang menyayanginya. "Apa yang ingin ibu katakan?" Tanya Hazin.
Setelah Hazin berhenti, Viole duduk diatas bangku di dekat jendela kamar. Hazin kembali mendekati tempat tidur lalu duduk di atas nya. "Hazin, ibu tahu saat ini Jack tengah menjadi barang salah satu bangsawan yang berpengaruh dikerajaan ini. Maafkan ibu tidak bisa berbuat banyak, tapi..."
Viole memejamkan matanya lalu kembali membukanya sambil melihat kearah Hazin, "Berjuanglah!" Ucap Viole, ia tersenyum. "Mungkin itu bukanlah pertarunganmu. Tapi, melakukan sesuatu untuk menyelamatkan teman adalah salah satu kewajiban seorang sahabat. Teka-teki Death Stone mungkin membuat pikiranmu terus bekerja, secepat mungkin ibu akan membantumu." Viole melanjutkan ucapannya.
"Siapa yang peduli dengan Jack? Lagipula, apa maksud ibu dengan sepecatnya membantuku? Bukankah ibu dan ayah sudah menyerahkan seluruh tugas itu padaku? Ingat ini ibu, kejadian sebelumnya tidak akan terulang lagi." Hazin mengingat saat ia memanggil kedua orang tuanya saat kewalahan melawan Pelmond salah satu anggota Kuroi Akuma di kerajaan Al-Sarem.
"Hazin!"
Viole sedikit menyentak.
"Jangan jadi anak yang egois!" Ucap Viole, kata-kata itu seolah menusuk kuping Hazin, "Ada kala dimana kau membutuhkan bantuan saat kau tak kuat lagi bertarung, temanmu, orangtuamu, bahkan orang-orang disekitarmu. Jangan lupakan keberadaan mereka!" Viole sedikit mengepalkan tangannya, Hazin tidak dapat berkata-kata.
"Kemarin, pasukan iblis benar-benar menyerang kerajaan Liner, itu adalah tanda bahwa iblis telah bersungguh-sungguh. Bukan hanya serangan itu dan kemunculan anggota Kuroi Akuma di Al-Sarem, kerajaan Ironland telah runtuh Hazin." Ucap Viole. Hazin terkejut mendengar hal itu, ia sedikit tidak percaya bahwa salah satu kerajaan telah hancur dalam waktu yang singkat.
"Pasukan iblis, Kuroi Akuma dan juga raja iblis. Sekarang mereka telah berubah, mereka bukan lagi ras iblis tiga ratus tahun lalu, benda aneh yang menyerap energi, barrier yang menyegel komunikasi. Mereka jauh lebih berbahaya sekarang, bagaimana seorang ibu bisa tidur tenang setelah mengetahui anaknya sudah menjadi target musuh berbahaya?" Tanya Viole.
Viole mungkin telah meyakinkan Vondest agar suaminya itu lebih mempercayai Hazin. Tapi, kehawatirannya jauh melebihi Vondest, ia sengaja pergi mendatangi Hazin tanpa diketahui Vondest. Sejak awal ia memang tidak setuju dengan keputusan yang Hazin buat.
"Mau sekuat apapun dirimu, jika seorang ibu membiarkan anaknya pergi jauh tanpa ada sedikitpun pengawasan. Jangan... Jangan sebut aku seorang ibu, Hazin!" Mata Viole sedikit berair.
Hazin hanya menatap wajah ibunya dengan tatapan dingin, "Ibu, aku tahu itu." Hazin menatap wajah Viole dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku adalah Hazin Triton, Putra satu-satunya dari mahluk terkuat dibumi."
Hazin terus menatap wajah ibunya, "Mau itu raja iblis bahkan dewa sekalipun, aku akan mengalahkan semua musuhku. Sedalam apapun aku terjatuh, aku akan terus berusaha bangkit dengan seluruh semangat penduduk bumi, sahabatku. Dan juga, ayah serta ibuku." Hazin mengepalkan tangan didepan wajahnya.
"Biarkan semangat yang mengalir di dalam tubuhku ini meluap dan menjadikanku menjadi orang seperti ibu... Dan juga, ayah." Ucap Hazin dengan penuh keyakinan. Lalu, ia memejamkan mata untuk sesaat dan melanjutkan kalimatnya dengan tatapan tajam.
"Ibu, kau dan juga ayah telah memberikan tanggung jawab ini padaku kan? Tolong, jangan ganggu aku lagi. Itu karena, setiap kali aku ditolong oleh ibu dan ayah, aku justru merasa diremehkan. Aku tahu, jalan yang kulalui masih jauh untuk menggapai ibu dan ayah. Tapi sekali lagi, aku mohon agar ibu dan ayah tidak menggangguku jika bukan aku yang memintanya." Ucap Hazin.
Viole sedikit menunduk, "Ya... Mau bagaimana lagi, tidak ada satupun orang yang dapat menghentikanmu saat ini. Itulah yang ibu dan ayahmu rasakan tiga ratus tahun lalu." Viole berdiri lalu mengusap kepala Hazin untuk sesaat.
"Bukan itu maksud ibu dan ayah, kami sebagai orang tua pasti merasa khawatir. Mau berapa kalipun kau bilang ibu meremehkanmu, ibu tetap akan-.. Tidak, kau sudah berubah Hazin. Lupakan masa lalu yang buruk itu, biarkan masa yang akan datang memberikan cahaya nya padamu" Viole menyangkal ucapannya sendiri.
"Jangan sampai api semangat itu hilang Hazin. Dan juga, jangan sampai mengabaikan orang disekitarmu, anak ku." Viole melangkahkan kakinya mendekati Hazin sambil memasang senyuman manis. Lalu, ia duduk di atas tempat tidur.
"Ibu tidak bisa lama, janji adalah janji. Setelah mendengar jawabanmu, ibu menjadi tambah yakin, kau bukanlah dirimu yang masih kecil." Viole sedikit masa kecil Hazin.
"Ucapan jelek orang yang menjatuhkanmu, siapa sangka. Ucapan serta perlakuan mereka justru membuat dirimu yang sekarang." Viole hanya terus memasang senyuman manis.
"Ingat ya," ia mengangkat jari telunjuk tangan kanannya, "Jangan lupa mengabari ibu setiap hari. Mau itu hari yang ceria ataupun duka, kau harus mengabari ya! Makan yang banyak, daging ikan itu bagus untuk tubuhmu. Dan yang terakhir." Viole menunjuk d**a Hazin.
"Ingat bahwa kau adalah Hazin Triton! Jika kau mengingatnya, ibu yakin. Tidak, ibu sangat yakin. Ibu sangat yakin bahwa tidak akan ada lawan yang bisa menjatuhkanmu! Selanjutnya, ibu tidak akan mengikutimu seperti ini."
"Sekarang," Viole menepuk kedua kaki nya, "Ayo, kau harus mendinginkan kepalamu."
"Apa? Bukan kah ibu sendiri yang bilang? Aku bukan lagi anak kecil, untuk apa ibu menyuruh ku untuk berbaring di atas pangkuan ibu?" Hazin cemberut dan mencoba menyangkal permintaan ibu nya.
Tapi, "Sudah, ini penting untuk mu Hazin." Dengan sedikit paksaan, Viole membuat Hazin berbaring di atas pangkuan nya. Lalu, dengan suara yang merdu, Viole sedikit bersenandung.
Hazin menatap wajah ibu nya yang berada di atas kepalanya dengan tatapan dingin, "Ah... Sudah berapa lama aku tidak merasakan ini? Mau berapa kali pun juga, pangkuan ibu memang selalu hangat dan menenangkan." Gumam nya.
"Cup-cup, tidur lah anak manis." Ucap Viole di tengah senandung nya. "Berisik!" Hazin hanya sedikit cemberut. Senyuman Viole terasa begitu berbeda, usapan tangan nya terasa begitu halus di kepala Hazin.
"Ah... Tidak. Kalau sudah begini, bagaimana aku bisa menolak?" Pikir Hazin, ia hanya dapat pasrah dan terbaring di atas pangkuan hangat ibunya sambil perlahan menutup kedua matanya.
"Apakah ibu tidak mendengar perkataanku tadi? Apa bedanya coba? Mereka berdua akan tetap mengawasiku, tapi... Tak apalah, aku harus yakin dengan kemanpuan yang aku miliki. Selanjutnya, aku sendiri yang akan mengalahkan Kuroi Akuma. Aku akan melakukannya tanpa, tanpa bantuan mereka." Hazin membayangkan wajah ayah nya.
"Ya... Aku adalah Hazin Triton, orang yang akan mengalahkan mahluk berengsek itu, Iblis. Raja iblis! Aku akan mengikuti jejak langkahmu, ibu... Ayah!" Gumamnya semangat.
"Ah... Ibu benar, hal itu terus membuat ku berpikir. Tapi, tidak buruk. Mungkin, aku bisa seperti ini dulu untuk malam ini. Terima kasih.... I-.. bu..."
Tanpa disadari nya, Hazin telah tertidur di atas pangkuan Viole. Hanya dengan melihat wajah anak tersayang nya tertidur pulas, Viole sudah cukup merasa bahagia. Ia berhenti bersenandung, namun usapan tangan nya tidak dapat ia hentikan.
Viole tersenyum gembira, "Kau tidak usah menutupi kebiasaan mu Hazin." Ucap Viole dengan suara yang ia pelan kan, ia takut jika suara nya akan membuat Hazin terbangun dari tidur nya.
"Hazin, pulang lah. Pulang setelah semua ini berakhir, pulang lah kembali ke pangkuan ibu mu yang tidak bisa di andal kan ini. Biarkan kita melanjut kan kehidupan sehari-hari kita seperti sebelum nya." Gumam Viole, matanya sedikit bergelinang air mata.
"Maafkan ibu Hazin. Di saat kau membutuh kan ayah dan ibu, kami tidak bisa ada di samping mu, di masa kecil mu yang berharga." Viole terus menatapi wajah Hazin dengan senyuman bercampur dengan air mata yang ia tahan agar tidak jatuh.
"Ibu hanya takut, ibu takut Hazin. Ibu takut bahwa nanti nya ibu tidak bisa membuat mu bahagia, ibu takut hal itu terjadi... Anak ku."
Wajah Viole yang terkena sinar rembulan terlihat begitu sedih. Namun di samping itu, ia juga tersenyum bahagia melihat Hazin yang tertidur pulas di atas pangkuan nya. Lalu, di dalam hati Viole ia berkata.
"Tidak seharus nya kau merasakan semua kebencian itu Hazin, kau tidak pantas menerima semua rasa dengki itu. Hanya dengan mengingat nya saja, itu sudah cukup membuat ibu merasa bersalah. Maaf kan ibu, maaf kan kami yang tidak pantas menjadi orang tua mu, Hazin."
Viole tidak sanggup lagi menahan air mata nya, setetes air mata itu akhirnya terjatuh dan menimpa pipi Hazin. Namun, karena telah tertidur pulas, Hazin hanya tetap menutup matanya.
Cahaya bulan yang masuk melalui jendela terlihat begitu indah. malam yang sunyi, malam yang damai itu. Hazin, ia tidak tahu apakah malam seperti ini bisa ia nikmati lagi. Suasana malam yang sangat ia gemari. Tapi entah kenapa, malamnya bersama senyuman ibu dan teriakan ayahnya terasa menyenangkan.
Walaupun sedikit tidak suka, tapi, Hazin akhirnya tertidur di atas pangkuan ibu nya malam itu, ia tertidur begitu pulas.
Nasi sudah menjadi bubur, Hazin tidak dapat berpaling lagi. Ia sudah mengemban tanggung jawab yang begitu besar, walaupun usianya masih muda, Hazin tetap menggenggam tekadnya dengan kuat.
Melindungi semua orang.
Kalimat itu membuat Hazin tidak ragu lagi, walaupun kedua orang tuanya adalah mahluk terkuat dibumi. Hazin tetap tidak ingin bersembunyi dibalik perlindungan kedua orang tuanya, ia ingin membuktikan kepada semua orang yang telah meragukannya.
Aku adalah Hazin Triton.
Ia tak hanya ingin melindungi orang yang telah menindasnya jauh kedalam jurang. Tapi, ia juga ingin membuktikan bahwa ia memang pantas menjadi putra sang mahluk terkuat Vondest dan Viole.
Ia telah membuat keputusan dalam dirinya. Pertarungannya bersama Pelmond di kerajaan Al-Sarem membuat Hazin terpaksa meminta bantuan orang tuanya, tapi selanjutnya, ia bertekad untuk terus bertarung sampai titik penghabisan.
Varka mendengar isi hati Hazin. Karena keputusan Hazin telah bulat, Varka langsung memutuskan aliran energi antara Vondest dan Viole dengan Hazin. Ikatan energi antara orang tua dan anak yang terlihat terus terhubung sebelumnya terputus, Varka hanya melakukan apa yang di inginkan, tuannya.