The Kingdom Of Rome, rumah kelas atas
Saat terbangun, Jack tiba-tiba berada didalam suatu ruangan khusus, ia diikat menggunakan beberapa rantai besar diatas bangku yang ia duduki.
Awalnya Jack kebingungan dengan apa yang terjadi pada dirinya. Namun, ia dapat dengan cepat memahami situasinya, wajahnya seketika berubah sangat kesal, "Sialan kalian semua... Cepat... CEPAT MENYINGKIR DARI TUBUHKU BERENGSEK!!!" Sentak Jack.
Ia tengah dikerubungi oleh banyak gadis penggoda, seseorang yang duduk didepannya melihat dan hanya menonton Jack dengan senyuman, "Aneh sekali, padahal kau adalah seorang pria, kenapa kau membentak para gadis itu? Kasihan..." Orang yang duduk itu adalah Half Man manusia setengah unta, ia duduk sambil meraba-raba gadis di sekelilingnya.
"Sial! k*****t kau! Lepaskan rantai sialan ini dari tubuhku! Aku akan segera menghancurkan wajah menjengkelkanmu itu! t**i!!" Jack terus meronta-ronta.
"Bagus! Itu semangat yang bagus untuk seorang Gladiator, simpat itu untuk pertandingannya... Jack." Ucap orang itu sambil tersenyum jahat, dari awal Jack sudah berusaha menggunakan energi api miliknya untuk melepaskan diri. Tapi, rantai yang digunakan orang itu tak kunjung meleleh ataupun lepas.
Wajah Jack terus menyala karena kesal.
Tok-tok...
Seseorang dari luar mengetuk pintu.
"Ini saya tuan." Suara manusia setengah babi sebelumnya, ia masuk bersama Hazin, Latina dan Minaki, "apa-apaan ini?" Ucap Latina sambil cemberut saat melihat ruangan itu dipenuhi gadis-gadis berpakaian seksi.
Manusia setengah unta itu berdiri dan menghadap Latina, "Wuah... Ternyata ucapannya tentang putri Latina bukan hanya sekedar bualan. Salam hormat untukmu," ia menundukan kepalanya, "nama ku adalah Bilal Sauqi, kau bisa memanggilku tuan Bilal." Ia tersenyum untuk menggoda Latina.
Latina langsung menyingkirkan wajah Bilal dari hadapannya, ia berjalan sambil terus menabrak para gadis yang berada dalam ruangan itu, "Dimana kau letakan-.." Latina berhenti bicara, ia melihat Jack yang telah diikat itu.
Wajah Jack masih kesal, "Apa yang kau lihat hah?! Cepat lepaskan aku!" Jack kembali meronta-ronta.
Hazin dan Minaki berjalan dan diam disamping Latina, manusia setengah babi sebelumnya langsung pergi meninggalkan ruangan itu karena takut. Sedangkan, Bilal tetap berdiri setelah Latina singkirkan, "Ingat tuan Putri, kau tidak bisa asal bertindak disini." Ucapnya.
"Hoh... Lalu, bagaimana jika aku melakukan apa yang aku inginkan?" Latina mengeluarkan senjatanya lalu memotong rantai yang mengikat Jack, Bilal sedikit cemberut saat melihat hal itu, "Asal kau tahu saja ya, dari dulu aku memang tidak menyukai kota ini." Latina membalikan badannya lalu menatap Bilal dengan tatapan benci.
Jack perlahan berdiri dengan wajah suram, "Oi... Rantai itu mengikatku dengan kencang tahu? Bagaimana jika sekarang aku-..." Jack mengeluarkan seluruh pedang yang ia miliki dalam wujud GFS nya, pedang-pedang itu melayang disekeliling Jack.
Namun, saat Jack berencana untuk melangkah, Latina menahannya, "Kami datang kesini hanya untuk memberi tahumu, orang ini takan kalah. Kau akan segera melepaskannya, kau pasti mengerti maksudku kan?" Setelah melepaskan rantai yang mengikat Jack, Latina keluar dari ruangan itu.
"Hazin, ayo!" Minaki menarik tangan Hazin, "kau harus berusaha Jack!" Ucap Minaki menyemangati Jack, "Lepaskan aku kucing cengeng." Hazin melepaskan tangan Minaki saat mereka keluar dari ruangan itu.
Wajah Jack masih suram, "Jadi, tidak ada jalan lain ya? Kampret." Gumamnya.
"Ternyata bukan hanya Latina, ras Fadelta pun sampai mengirim pangeran tertingginya untuk membawa anak ini kembali." Bilal melirik Jack, "dan juga, wujud itu... Ah, siapa yang akan menjadi lawanmu nanti ya?" Ia tersenyum Jahat.
Jack ditinggalkan bersama bangsawan tinggi disana, masyarakat Roma mengenal orang itu sebagai saudagar besar. Bukan hanya Harta yang ia miliki, namun... Banyak Gladiator kelas atas yang berasal dari seluruh dunia telah menjadi bawahannya.
Saat Latina, Hazin dan Minaki keluar dari kediaman Bilal. Ternyata Celesia Lin, ia mengawasi Hazin dari salah satu jendela yang berada dilantai ketiga dari bangunan besar milik saudagar besar itu.
Karena Hazin membawa seluruh koin emas yang diberikan orang tuanya, Hazin memutuskan untuk menyewa satu rumah yang cukup besar. Mereka tidak tahu kapan Jack akan bertarung, maka dari itu, mereka bertiga akan menunggu dirumah sewaan itu sampai satu temannya terlepas dari ikatan sang saudagar besar Bilal.
Langit mulai mengeluarkan banyak bintang diatasnya. Setelah makan malam, mereka bertiga tidur dikamarnya masing-masing, Minaki sudah tertidur lelap. Sedangkan Hazin, ia tidak bisa tidur karena pikirannya dipenuhi oleh begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Hazin duduk disalah satu bangku yang berada dikamarnya. Kamarnya cukup luas, jendela kamar sengaja ia buka agar ia bisa merasakan dinginnya malam. Sudah menjadi kebiasaannya untuk menatap langit sebelum tidur.
"Berani juga kau, pangeran sekaligus pememang turnamen Gya berjalan tanpa satupun penjaga di Roma..."
Hazin terus mencari arti dari kalimat yang diucapkan Lin siang itu.
"Akses? Aku tidak mengerti lagi, ini berbeda dengan Al-Sarem. Dan juga, kenapa Latina sampai tidak berkutik? Seberani itukah Roma menentang putri tertinggi ras manusia? Jika memang begitu, ia pasti tahu kan apa konsekuensinya? Aku tidak mengerti." Gumam Hazin, setelah berpikir tentang Roma, ia sedikit mengingat ucapan Varka saat mereka bertemu kembali.
"... Suatu hari nanti, kau akan segera bertemu dengannya, ya.. memang, kau ditakdirkan untuk terus menghancurkan orang menyebalkan itu..."
"Sial, tindakan bodoh si bawang merah itu membuatku lebih pusing lagi." Hazin sedikit mengkerut, ia terus menikmati angin malam dari jendela.
"Hazin! Apa kau masih bangun?"
Suara Latina terdengar dari luar pintu kamar, "Mau apa kau?" Balas Hazin, jawaban Latina sedikit lama, "A-aku hanya tidak bisa tidur, kita b-bisa membicarakan tentang usaha kita menyelamatkan Jack didalam?" Latina kembali bertanya.
"Masuklah."
Latina membuka pintu lalu masuk kedalam kamar Hazin, pintu kamar sengaja ia tidak tutup kembali. Latina menyeret satu bangku dan meletakannya didepan Hazin, ia kemudian duduk disana.
Hazin tak kunjung berbicara, ia hanya terus menatap langit, "Em... Anginnya dingin ya?" Latina membuka pembicaraan. Namun, Hazin tetap diam. Latina meliriknya, "m-maafkan aku, aku telah menunjukan sisi burukku padamu, tidak seharusnya aku menginjak-injak orang itu. Saat itu aku hanya, emosi." Ucap Latina setelah sedikit menghela napas.
"Aku tidak peduli, toh aku sudah tau. Kau dikenal sebagai putri yang galak kan? Untuk apa meminta maaf?" Balas Hazin dengan wajah dingin, ia tetap melihat bintang-bintang.
"Eh?! Benar juga, ada apa aku ini..!! Padahal sebelum datang kesini aku sudah mempersiapkan mentalku, tapi kenapa aku justru meminta maaf untuk hal yang tidak penting!" Gumam Latina, wajahnya memerah.
"Hei putri tidak berguna."
Ucap Hazin dengan wajah dingin, Latina yang tidak suka dipanggil seperti itu langsung cemberut kesal, "Jangan seenaknya memanggilku seperti itu!"
"Kenapa kau tidak melakukan sesuatu tadi siang? Padahal, saat kau berkunjung kekerajaan Triton, kau terlihat seperti seseorang yang penuh wibawa sampai membuat orang takut untuk menatapmu lama. Tapi, kenapa saat bertemu orang bernama Bilal itu wajahmu terlihat seperti putri tidak berguna?" Tanya Hazin.
Latina sedikit mengeluarkan uratnya diakhir pertanyaan Hazin, ia kembali serius, "Inilah akibatnya jika kau tidak pernah keluar rumah," ia melipat kedua tanggannya didepan dadanya lalu menutup matanya sesaat, Latina kembali membuka matanya lalu menatap Hazin dengan tatapan serius, "ini adalah Roma."
Hazin tidak mengerti, sebelum Latina mengatakannya pun Hazin sudah tau. Namun, ia tidak tau apa istimewanya kata Roma dalam arti yang berbeda, Hazin hanya terdiam agar bisa mendengar lanjutannya.
"Kerajaan Roma, Tidak. Ini tidak bisa disebut kerajaan, kekaisaran ataupun negara kedaulatan Roma. Itu karena, disini tidak ada yang namanya seorang pemimpin negeri atau yang biasa kita sebut seorang raja." Latina melanjutkan jawabannya.
Latina mengambil satu kue kering yang berada diatas piring yang diletakan diatas meja didepannya.
"Awalnya, Roma hanya terdiri dari sebuah desa kecil dengan sedikit penduduk. Namun, datang seseorang dari kalangan bangsawan, ia datang untuk mencari seseorang yang kuat untuk melawannya. Bangsawan itu bernama, Gladiator Mafosku." Jelas Latina, ia menatap kue kering di tangan nya dengan serius.
"Setelah ratusan tahun ia menunggu. Akhirnya, muncul sosok yang dapat mengalahkannya dalam sebuah duel. Tadinya ia ingin menurunkan nama Gladiator nya kepada sang pemenang itu tapi, ia menolaknya. Aku tidak tahu rinciannya, namum pertarungan Gladiator yang sekarang ada berasal dari nama seseorang." Ucap Latina.
Hazin masih terus memperhatikan wajah Latina yang nampak serius itu.
"Dari situ kau pasti sudah tahu kan? Bahwa seorang Gladiator bukanlah orang yang mudah untuk dikalahkan. Saat ini, Roma sudah memiliki ribuan Gladiator, namun, siapa yang memimpin mereka jika Roma tidak memiliki seorang raja?" Latina menggerak-gerakkan kue tadi, "saudagar!" Wajahnya tampak kesal.
"Para bangsawan yang disebut dengan saudagar itu mencari dan menjadikan seseorang untuk patuh dan setia padanya, dengan memiliki hanya seribu Gladiator saja, seorang saudagar sama saja dengan memiliki puluhan bahkan ratusan ribu prajurit biasa. Dengan kata lain, si Bilal berengsek itu, dia adalah orang yang bisa kita anggap sebagai raja disini." Ia menunjukan kue keringnya di depan wajah Hazin.
"Lihatlah kue ini," Latina meremukkan kue kering tadi, "kue ini mudah patah dan hancur kan? Tapi, bagaimana jika kue kering ini kita masukan kedalam kotak besi yang kokoh? Kue ini pasti takan hancur dengan mudah, sama halnya dengan saudagar atau tuan dari para Gladiator, mereka hanya mampu bersembunyi dibalik tembok saja." Jelas Latina, ia membersihkan tangannya dari serpihan kue.
"Lalu, apa yang terjadi pada sisa kue yang hancur ini?" Tanya Hazin, ia mencubit remukan kue yang berada diatas meja.
"Lihatlah," Latina menunjuk kearah semut yang tengah menyantap sisa kue itu, "jika mereka gagal dan tidak memiliki seorang Gladiator lagi. Maka, masyarakat Roma akan langsung menyingkirkan orang itu dari kerajaan ini, tidak sedikit berita tentang pembunuhan saudagar oleh rakyat kecil, itu sudah menjadi hal lumrah di Roma, mereka melakukannya agar bisa mendapatkan saudagar yang pantas." Balas Latina.
"Itulah yang membuat banyak kerajaan tidak dapat berbuat banyak disini, jika sampai Roma merubah gaya pemerintahannya dan memiliki seorang raja. Maka, dapat dipastikan bahwa kerajaan ini akan masuk kedalam salah satu kerajaan terkuat dibenua Istolib." Ucap Latina, ia menatap keluar jendela.
Hazin terus menatap Latina, ia sedikit kagum padanya. Itu karena, Hazin memiliki umur yang sama dengan Latina, namun ia tidak memiliki pengetahuan seluas dirinya, ketakutan dan ketidakmauan Hazin untuk keluar kastel dimasa kecilnya membuat Hazin sedikit menyesal malam itu.
"Hazin... D-dia terlihat berbeda." Latina sedikit melirik Hazin.
Mereka berdua diam tidak mengeluarkan suara untuk beberapa saat. Lalu, Hazin kembali bertanya, "Aku yakin kau tahu pertanyaanku selanjutnya," Latina berpaling dan menatap wajah Hazin penasaran, "aku selalu berpikir, kenapa Death Stone diletakan jauh dengan lokasi acak? Mengapa tidak diletakan disatu tempat? Dan juga, kenapa batu itu tidak dihancurkan saja? Mungkin raja iblis tidak akan ada lagi. Sekalipun ada, dia takan memiliki kekuatannya untuk melakukan tindakan egoisnya." Tanya Hazin.
"Hazin?!" Latina sedikit terkejut, "tentu saja! Aku mengetahui jawaban dari pertanyaan rumitmu itu." Ucap Latina sambil tersenyum sombong.
Setelah mendengar pertanyaan Hazin tadi, Latina menjawab, "Death Stone terbagi menjadi enam buah batu mistis, kekuatan raja iblis baru bisa digunakan jika semua batu itu dikumpulkan. Mungkin, ayahmu meletakan batu itu secara acak dan ajauh untuk memberikan waktu bangsa lain untuk mempersiapkan diri mereka. Karena sudah tahu, tentunya keluargamu dapat dengan cepat mengumpulkannya lagi."
"Lalu, jika semua Death Stone dikumpulkan disatu tempat. Itu justru akan membuat ras iblis senang, karena mereka hanya perlu memfokuskan semua rencana mereka untuk mendapatkan batu itu disatu titik. Dan juga, sekuat dan seketat apapun penjagaannya, kita takan pernah tau dan juga khawatir, mungkin akan muncul sosok lain yang memanfaatkan kekuatan raja iblis yang sesungguhnya."
"Dan yang terakhir, Death Stone takan pernah bisa untuk dihancurkan. Aku tidak tahu kenapa tapi, mungkin para dewa sengaja menciptakan batu itu untuk membuat kita bergerak. Setidaknya, itu yang dijawab ibuku saat aku masih kecil." Hazin dan Latina saling bertatapan untuk sessat. Setelah itu, Latina bergegas memalingkan wajah merahnya dan kembali menatap keluar jendela.
"Sudah kuduga," Hazin menatap Latina dengan wajah yang mencurigainya, "yang dikatakan ayah tentang rahasia! Hanya keluarga kita yang tahu! Itu semua bohong. Mana mungkin Minaki mengetahui tentang Death Stone, ditambah lagi putri tidak berguna ini mengetahui hal itu." Ucap Hazin sambil sedikit cemberut.
"Egk!!"
Latina tersedak.
"Kenapa hanya aku yang dipanggil seperti itu?! Bukankah kau biasa memanggilnya dengan sebutan kucing cengeng?" Tanya Latina dengan nada yang sedikit tinggi, wajahnya masih memerah karena kesal.
"Putri tidak berguna." Ucap Hazin dengan wajah dinginnya.
"Berisik!!"
Sentak Latina, ia berjalan meninggalkan Hazin dengan wajah cemberut. Namun ditengah langkahnya ia berhenti, Latina meletakan kepalan tangan kanannya didepan dadanya.
"Pertanyaan itu... Bagaimana bisa dia memiliki kalimat yang hampir sama persis dengan kalimat yang kutanyakan dulu?" Gumam Latina, ia sedikit menghela napas, "Hazin..." Untuk beberapa saat, Latina terus memikirkan tentang diri Hazin.
"Buat apa aku memikirkan orang ini?!" Latina menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih belum melangkah maju, Latina sedikit melirik Hazin, "Tapi... Aku tidak bisa menyingkirkan perasaan ini, perasaan apa ini? Aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.. sebelum aku bertemu dengan Hazin."
Pipi Latina sedikit memerah.
Tapi, ia kembali menyangkal isi hatinya. "Ahk..!! Aku keluar dari sini!" Akhirnya Latina keluar dari kamar Hazin dengan langkah gagahnya. Saat Latina melirik Hazin dari luar pintu kamarnya, Hazin hanya menoleh dan memasang wajah dingin menyebalkannya, "apa yang terjadi padanya?" Ucap Hazin bingung.
Malam kembali sunyi, ibukota Roma tidak seramai kerajaan Al-Sarem apalagi dibandingkan dengan kerajaan Triton. Latina kembali kekamarnya, Minaki sudah tertidur pulas. Sedangkan Hazin melanjutkan pandangannya keatas langit yang dipenuhi oleh gemerlap bintang, langit pada malam hari itu terlihat begitu cerah.
Ditengah kesunyian malam Hazin, Varka menghubungkan komunikasinya dengan Hazin yang tengah mengangga kepalanya menggukanan tangan kirinya.
"Sobat."
Varka menyapa Hazin dengan kata yang tidak biasa.
"Apa maumu? Jangan mengganggu waktu istirahatku." Balas Hazin, ia masih sedikit kesal dengan ucapan Varka sebelumnya.
"Aku sebenarnya tidak ingin mengatakan ini. Tapi... Maafkan aku, tidak seharusnya aku mengatakan hal itu padamu." Ucap Varka.
Hazin hanya terdiam mendengar hal itu, sebenarnya Hazin tidak terlalu memikirkan ucapan Varka yang telah menyinggung orang tua Hazin. Varka terdengar menghela napas, "Sudahlah, aku juga ingin kembali tidur. Tapi sebelum itu, kau harus mendengar sedikit ucapanku."
Hazin penasaran dengan apa yang ingin dikatakan Varka kepadanya, "Ada seseorang yang tengah mengamatimu saat ini, dan itu sangat dekat denganmu," ucap Varka, Hazin sedikit terkejut karena selama ini semua ucapan Varka selalu benar, "Namun setidaknya, dia tidak memiliki niat jahat." Suara Varka perlahan menghilang.
Hazin melihat jalan yang diterangi lampu dari jendela kamar yang berada dilantai dua itu, "Mengamatiku? Apa mungkin itu salah satu dari para pemuja raja iblis? Kuroi Akuma, bisa gawat jika aku bertarung ditempat ini," Hazin berdiri dan mendekati tempat tidurnya, "Tapi... Tidak memiliki niat jahat?"
Hazin langsung membuka selimut diatas kasurnya.
"Eh... Hehe, selamat malam anakku." Ratu tertinggi bangsa Fadelta, Viole Kitalya ternyata tengah bersembunyi di balik selimut Hazin.
"Sudah kuduga." Hazin cemberut, ia berpaling dan langsung berjalan menuju pintu kamar.