Disaat suasana sebelumnya yaitu. Munculnya Dough, amarah beserta tangisan hati Hazin, datang seseorang yang membuat waktu seolah berhenti untuk sesaat.
"iblis seharusnya tidak mengganggu keluargaku." Ucap orang itu dengan wajah suram. dan, orang yang datang tiba-tiba tersebut adalah.
"Raja Vondest!" Latina terkejut melihat kedatangan Vondest di saat yang begitu tepat.
"Ayah? Ayah benar benar datang kan?" Melihat Vondest datang, Hazin yang tadi hampir mengamuk itu mereda, emosinya kembali stabil.
"Maafkan ayah Hazin, ayah tidak bisa datang tepat waktu. Seharusnya, ayah mengetahui keberadaan iblis ini di kerajaan." Vondest menghampiri Hazin.
"Itu benar dia." Pandangan Hazin mulai bertambah gelap, "Ah.. sial, aku sepertinya.. akan-.."
Buk
Hazin perlahan menutup matanya dan jatuh pinsan. Namun pada saat tubuh Hazin akan menyentuh tanah, Vondest segera mengangkatnya. "Kau sudah berjuang Hazin."
Hazin di bawa ke bangku penonton oleh ayahnya secepat kedipan mata.
"Tuan Vondest! Ratu Viole sepertinya memerlukan bantuan pengobatan, kondisinya benar benar serius!" Latina memanggil Vondest sambil terus mengangkat Viole.
"Haduh, kau selalu saja ceroboh, bagaimana bisa kau sampai seperti ini?" Vondest menghampiri Viole dan menyembuhkannya.
"Maaf tuan Vondest, aku ingin bertanya. Kenapa bisa manusia itu berubah menjadi iblis?" Latina bertanya saat Vondest terus mengobati Viole.
"Soal itu, aku masih belum mengerti. Namun, ada hal yang lebih aku khawatirkan saat ini. Dan, itu berkaitan dengan munculnya manusia setengah iblis disini." jelas Vondest.
"Manusia setengah iblis?! Tapi, apa hal yang membuat anda cemas?" Latina heran.
"Aku akan membahas hal itu nanti, sekarang kita harus membawa Hazin dan Viole ke kastel untuk menyembuhkannya. Kau bawa Hazin bersama mu oke?" Vondest tersenyum.
"Apa?! Hah? B-baik tuan!" Latina terlihat malu. "Kau boleh memanggilku ayah, Latina. Ayo cepat!" Vondest terbang duluan.
"Hemp! Kenapa aku yang harus membawanya?" Latina menatap Hazin yang penuh luka, "Tapi.. kenapa jantungku berdebar saat melihatnya terluka?"
"Tidak, aku harus cepat membawanya kembali!" Latina langsung menyusul Vondest.
Tanpa diketahui orang lain, ternyata Minaki tengah mengawasi mereka dari atap salah satu rumah yang berada dekat dengan arena. "Hem.. menarik sekali, kau memang penuh misteri. Hazin, masa depanku." Ia tersenyum sambil terus melihat perginya Hazin di punggung Latina.
Dua Hari berlalu
Insiden itu pertama kalinya terjadi selama Turnament Gya dibuat, para penonton merasa terkejut karena hampir seluruh wilayah arena hancur akibat serangan Vondest.
Semua orang masih menganggap kejadian itu hanya di akibatkan karena pertarungan antar peserta turnamen biasa. Rumah-rumah yang sempat hancur sudah diperbaiki, ibukota kerajaan Triton kembali seperti semula, semua orang beraktifitas seperti tidak terjadi apa apa.
"Seluruh jiwa orang yang kau cintai sudah di tanganku."
CRAT!
"Tidak! aku tidak bisa membiarkan ibu seperti-.."
"Huf-huf..!"
"Apa? Itu semua mimpi?" Hazin bermimpi tentang sebuah bayangan hitam yang berhasil menusuk jantung Viole hanya dengan tangan bayangan tersebut.
"Luka ku, sembuh?" Hazin sedikit mengangkat bajunya, perban hampir menutupi seluruh tubuh termasuk kepalanya.
"Ibu, dimana ibu sekarang!" Hazin bergegas meniggalkan kasurnya dan pergi keluar kamar. Namun, saat ia hendak pergi meninggalkan kamarnya.
"Kau sudah sadar?!" Latina berada tepat di depan pintu sambil memegang mangkuk berisi bubur dan s**u hangat di tangan kanan dan kirinya.
"Dimana ibuku?!" Hazin terlihat gelisah. "Ia sedang dikamarnya." jawab Latina. Hazin langsung berlari setelah mendengar itu. Namun, rasa sakit di perut nya membuat langkah Hazin terhenti.
"Uhk.. sial!" Perut Hazin masih terasa sakit.
"Kau tidak boleh seperti itu! Lukamu masih belum sembuh total." Latina menaruh apa yang di bawanya dan membahu Hazin menuju ke kasurnya, "Ibumu baik-baik saja! Kau seharusnya lebih mengkhawatirkan kondisimu sendiri!" Latina duduk disamping kasur.
"Tapi, aku harus memastikannya sendiri!" Hazin terus mengkhawatirkan ibunya.
"Apa kau tidak dengar ucapanku tadi hah?! Kau ini, kenapa kau masih saja bodoh. Sudah kubilang ibumu baik baik saja, ia sedang istirahat dikamarnya."
"Tunggu, apa kau berniat untuk meracuniku?" Hazin melirik kearah bubur yang dibawa Latina.
Latina ikut melirik bubur yang tadi ia bawa, "Apa?! itu.. enak saja kau bilang begitu! Aku tidak mungkin melakukan hal tidak berguna!" Sentaknya.
"Hoh.. apa itu benar? Aku merasa aneh saja kau membawakan makanan untuk ku." Hazin menatap Latina dengan rasa curiga.
"Diam! Jika kau tidak percaya, aku sendiri yang akan memakannya!"
"Oke, cepat makanlah!" Hazin menyodorkan se-sendok bubur itu ke mulut Latina. "Tidak seperti ini juga!" Latina menahan sendoknya.
"Se-sebenarnya, a-aku datang kesini untuk bertanya dan menyampaikan sesuatu."
Hazin masih menatapnya dengan wajah curiga.
"Cepat singkirkan wajah menjengkelkanmu itu sialan!"
Setelah melihat wajah Latina yang tampak kesal, Hazin segera memasang wajah dingin nya kembali.
"Dengar, pertama aku ingin bertanya tentang kenapa kau memiliki energi yang aneh diakhir pertarunganmu dengan Dough?" Wajah Latina berubah menjadi serius, Hazin terdiam sejenak.
"Maaf, aku tidak tahu apakah aku boleh menjawab itu atau tidak. Lagipula, apa urusannya denganmu?" Hazin mengingat bahwa ia harus menjaga rahasia keberadaan Varka dalam tubuhnya.
"Tentu saja ada! Aku ini Latina The-.."
"Putri tidak berguna." Hazin menyela. "Oke-oke! Bisakah kau tidak menyela perkataan orang! Aku mengerti, karena aku sudah menanyakan hal itu kepada ayahmu sebelumnya. Aku hanya ingin mengetahui apakah kau dapat menjaga janjimu."
"Dan, yang aku ingin sampaikan padamu itu.. a-a-aku ingin berterima kasih p-padamu!" Latina malu malu mengucapkannya.
"Hah? Memangnya apa yang telah aku lakukan untukmu?" Hazin merasa tidak melakukan sesuatu yang dapat membuat Latina berterima kasih.
"Kau marah bukan hanya karena ibumu terluka kan? Kau juga terlihat marah saat Dough berbicara tentang menyiksaku. Jadi aku pikir, kau saat itu sedang berusaha untuk melindungi ibumu dan.. aku." Latina memainkan jari-jari tangannya, sedangkan Hazin masih terdiam mendengarkan Latina berbicara.
"Sejujurnya aku tidak tahu harus meminta maaf karena tidak bisa membantu mu atau berterima kasih karena kau sudah berusaha untuk melindungiku." Latina masih merasa malu malu.
"Ada apa dengan ku ini?! Kenapa aku harus mengatakan semua hal tidak berguna!" Latina bergumam dalam hatinya.
"Membantumu? Aku sama sekali tidak berniat untuk mambantu atau membelamu. Jangan terlalu mengharapkan perlindungan dariku. Lagipula, apa untungnya jika aku melindungimu? Mendapat jabatan? Atau uang? Kau paling hanya akan berterima kasih seperti tadi kan? Aku sudah menduganya." Hazin bangun dari tempat tidurnya.
"Apa kau bilang cecunguk?! Tadi itu aku hanya.. hanya berbohong padamu, ya! Aku hanya memancingmu untuk-.." muka Latina memerah karena malu.
"Untuk apa? Bilang saja jika kau malu untuk mengatakan yang sebenarnya." Hazin yang tadinya berjalan keluar berpaling kearah Latina.
"Hah? Mengatakan yang sebenarnya? Jangan membuatku tertawa! Kau pikir aku akan jatuh cinta dan suka padamu? Aku lebih baik sendiri seumur hidup ku dari pada harus suka pada orang menyebalkan seperti dirimu!" Latina berdiri dari bangkunya.
"Jatuh cinta? Siapa yang memikirkan omong kosong itu? Dan jika kau ingin sendiri seumur hidupmu, aku tidak peduli." Hazin mulai membuka pintu.
"Apa?! Tidak! maksud ku adalah.. em.. AH..!! Lupakan!" Latina berjalan sedikit cepat dan membuka pintu mendahului Hazin.
"Ada apa dengannya?" Wajah Hazin terlihat polos.
"La-ti-na...!!! Kenapa kau seperti itu..?! Kenapa kau bilang lebih baik sendiri seumur-.. Ah..!!" Latina terus bergumam dan bergerutu di sepanjang langkahnya.
Tep-tep
Hazin berjalan dilorong kastel menuju kamar Viole.
Tok-tok!
"Ibu? Apakah ada seseorang di dalam?" Hazin mengetuk pintu kamar Viole. Namun, tidak ada balasan.
Karena penasaran, Hazin akhirnya membuka pintu kamar di depan nya itu. Pintu tempat ratu tidur itu cukup besar, Hazin melihat sekeliling namun ia tidak melihat ibunya di dalam.
"Putri tidak berguna." Hazin kembali keluar kamar Viole dan menuju ruang makan.
"Selamat pagi Hazin!" Tepat setelah Hazin membuka ruang makan, terdengar suara yang tidak asing lagi dalam hidupnya. Itu adalah suara Viole, ibunya. Vondest, Viole, dan Latina terlihat sedang duduk di bangkunya masing masing.
"Kau sudah baikan? Kami kira kau akan kembali tidur di kamarmu." Vondest menyapanya.
"Kau kan sedang terluka Hazin! Kenapa tidak meminta tolong pada ibu jika kau ingin kesini?" Viole tidak duduk di bangku tempat ia biasa duduk. Namun, ia duduk di kursi roda.
Hazin sedikit kaget melihatnya. Namun, ia tersenyum melihat kedua orang tuanya masih menyapa dirinya seperti biasa. "Aku bukan anak yang manja." Hazin kembali terlihat dingin.
Ia duduk di depan Latina. "Haduh.. pagi-pagi sudah tersenyum, apa terjadi sesuatu yang spesial Hazin?" Viole melirik Hazin sambil menutup mulutnya.
"Ya, sesuatu yang sangat spesial sampai aku ingin langsung menendang orang itu." Hazin melirik kearah Latina.
"Kau dengar itu Vondest? Ahkirnya.. akhirnya Hazin bisa memiliki hal yang membuatnya-.. Tunggu, kenapa kau ingin menendang?" Wajah Viole yang tadinya berbinar berubah menjadi wajah heran.
"Ya.. hal itu sangat spesial. Karena, saat aku terbangun dan mencari sosok yang telah menyelamatkan ku, malah datang wanita menyebalkan yang telah berbohong tentang tempat penyelamat itu berada." Hazin melihat Latina dengan rasa dendam.
"Ahaha.. kau ini Hazin, ibu kira hal istimewa apa yang telah membuatmu tersenyum. Ternyata, itu karena kau di bangunkan oleh bidadari cantik?" Viole tersenyum.
"Apa?! Aku tidak berbohong! Aku tidak tahu jika ratu Viole telah pindah kesini!" Sentak Latina. Hazin yang ada di depan nya hanya memasang wajah dingin, "Seribu satu alasan."
"Tidak..!! Itu bukan alasan! Itu kenyataan!" Latina kembali menyentaknya, wajahnya terlihat memerah.
"Sudah Hazin, kau tidak boleh sepeti itu pada putri Latina" Vondest sedikit tertawa.
"Lebih tepatnya putri tidak berguna."
"Eghk!" Latina tersedak setelah mendengar ucapan Hazin. Melihat hal itu, Viole terus tersenyum manis, "Kalian terlihat cocok ya?" Viole kembali melanjutkan sarapannya.
"Dia berkata bahwa dia lebih baik sen-.. Auch! dia menginjak kakiku ibu!" Latina yang duduk disamping Viole menginjak kaki Hazin yang tengah bersandar di bawah meja.
"Anak yang sangat.. manja." Latina tersenyum kesal.
"Kalian ini, cepat habiskan sarapannya. Setelah ini, ayah akan membicarakan soal hasil dari Turnament Gya." Ucap Vondest. Hazin kembali terdiam, ia merasa tidak ingin kembali membicarakan tentang turnamen yang sangat membuatnya benci akan kehadiran Dough.
Tidak menunggu lama, mereka pun menghabiskan sarapannya.
"Hazin, maafkan ayah sebelumnya. ayah pergi saat turnamen dimulai itu memiliki alasan, ayah mendapat kabar bahwa daerah pertanian selatan kerajaan kita telah terjadi pembantaian." Vondest membuka pembicaraan.