Underground Dungeon

1205 Words
Al-Sarem kingdom, kota bawah tanah Diwaktu yang bersamaan dengan upaya Vondest untuk mencegah hacurnya kerajaan lain, Hazin bersama temannya sudah berkumpul dipintu masuk kota bawah tanah milik kerajaan Al-Sarem, Mehmed hanya mengawal mereka sampai mereka menemukan tempat itu saja. Mehmed mencari seribu satu alasan agar ia tidak ikut kedalam kota itu lagi, karena tidak ingin membuang waktu banyak, Latina akhirnya membiarkan ia untuk tetap diam didalam kastel. Pintu masuk yang terbuat dari besi yang sudah berkarat ditutup kembali, Hazin dan Jack jalan didepan Minaki dan juga Latina. Karena didalam kota bawah tanah itu gelap gulita, Mehmed memberikan dua buah alat yang dapat memancarkan sedikit cahaya kepada Jack dan Minaki. Mereka berempat pun jalan secara perlahan menutuni tangga yang tidak terlihat ujungnya, tidak terdengar suara apapun kecuali suara langkah kaki mereka. "Mau sampai kapan kita berjalan? Tanganku sudah mulai pegal memegang tongkat ini." Jack menggerutu, ia tampak bosan karena terus berjalan menuruni tangga yang mereka lewati. "Bawel sekali kau, Mehmed sudah bilang kan bahwa tangga pertama ini memang cukup panjang. Lagipula, Minaki yang sama memegang alat itu tidak cerewet seperti mu, lelaki lemah." Balas Latina, ia terlihat santai sambil terus melanjutkan langkahnya. Jack tidak dapat bicara lagi, ia hanya menahan rasa kesalnya sendiri, "kau..." Ia mengepalkan tangan kirinya sambil menatap marah Latina. Disamping itu, Minaki terlihat senang dengan situasi hening itu. Tidak lama setelah Jack mengeluh, terlihat setitik cahaya dari depan mereka. Dengan sedikit semangat, Jack dan Hazin menghampiri cahaya tadi yang ternyata berasal dari satu buah obor biasa. "Hah... Siapa yang meletakan ini?" Jack bertanya heran. "Coba tanyakan pada rumput yang bergoyang." Jawab Hazin, "aku tidak perlu jawabanmu!" Sentak Jack. Srek. Terdengar suara benda bergeser saat Jack dan Hazin berdebat, mereka berdua langsung terdiam saat mendengar suara yang datang dari depan mereka tadi. Minaki sebagai Half Man memiliki pendengaran dan penglihatan jauh lebih baik dari teman-temannya, indra pendengaran dan penglihatan miliknya lauk terfokuskan. Mereka berempat bersiaga, kegelapan membuat mereka tidak bisa melihat jauh dari obor yang sebelumnya mereka temui. Karena merasa itu hanyalah benda yang terjatuh, Jack tidak tahan untuk diam begitu saja, ia sedikit menghela napas. "Huff... Kalian terlalu-.." Jdakk... Dak!-Dak! Secara mendadak, beberapa tembok didepan mereka berubah posisi. Setelah bergerak, lilin dengan jumlah banyak menyala secara berurutan. Lilin-lilin itu menerangi seluruh kota bawah tanah. Jack dan yang lainnya hanya terdiam saat hal itu terjadi, "itu... Cepat." Ucap Minaki, ia sedikit kaget sambil melihat seluruh kota bawah tanah dibawah mereka. Tangga yang mereka lalui sebelumnya terputus, terlihat bahwa yang membuat tangga itu terputus adalah beberapa akar hijau besar yang berduri. "Wahh... Besarnya, aku tidak menyangka bahwa Al-Sarem memiliki kota bawah tanah sebesar ini." Latina kagum akan luasnya kota bawah tanah itu. Bangunan yang terlihat disana hancur dan sudah ditumbuhi lumut hijau, cahaya matahari mulai memasuki kota bawah tanah itu secara perlahan dari arah tembok yang bergerak sebelumnya. "Hei, kenapa kau malah merasa senang? Kita akan kesulitan jika tempatnya sebesar ini. Jika kita tidak menemukan Death Stone nya dalam satu hari ini, kau yang akan bertanggung jawab." Hazin berbalik dan melirik Latina sambil memasang wajah dingin. Latina mengingat pembicaraan sebelum mereka memasuki kota bawah tanah. "Kenapa kita tidak boleh menggunakan peta itu Latina? Jika kita tersesat bagaimana? Memang benar Hazin bisa merasakan keberadaan batu itu. Dan juga, bila yang dikatakan raja Mehmed benar, kita akan sangat memerlukan peta itu, pikirkan baik-baik." Saat itu, hanya Minaki yang keberatan akan keputusan Latina untuk tidak membawa peta kota bawah tanah. "Kau memang selalu jadi perempuan yang pengecut Minaki, justru itulah sebuah petualangan. Dengan tidak mengetahui tata letak kota itu, kita secara terpaksa akan mengelilingi kota bawah tanah kan? Oh ya! Akan lebih baik jika terdapat beberapa jebakan ataupun teka-teki disana, haha!! Itu benar-benar membuatku tidak sabar." Ucapan Latina itu membuat mereka masuk tanpa membawa peta. Dan, saat Latina melihat betapa luasnya kota bawah tanah, ia sadar bahwa keputusan yang ia ambil salah. "Tenang saja! Selama lilin dan matahari masih bersinar, aku yakin kita akan menemukan Death Stone nya dalam satu hari, tidak usah khawatir." Latina bergegas terbang kebawah dan menuju kota bawah tanah yang sesungguhnya. "Dia bodoh atau memang tidak memiliki otak sejak dini? Lihatlah betapa banyaknya mahluk buas dibawah sana." Jack menunjuk kumpulan mahluk buas yang sedang berkeliaran disekitar bangunan yang telah hancur. Mahluk buas seperti kadal raksasa, kelalawar gua yang terlihat besar, kalajengkin raksasa dan yang lainnya terus bergerak disekitar bangunan. Karena tujuan mereka adalah kesana, akhirnya mereka bertiga turun dan menyusul Latina. "Hem.. biarkan aku berpikir, jika raja Vondest memberikan Death Stone dikota ini, berarti tempat yang menjadi saksi hal itu pasti suatu gedung besar, semacam tempat... Tempat..." Latina terus berpikir sambil melihat sekelilingnya. Minaki yang baru turun langsung menghampiri Latina dan langsung menutup mulutnya. "Pelankan suaramu Latina!" Bisik Minaki. "Memangnya kenapa?! Aku bukanlah orang bodoh yang melakukan apapun tanpa berpikir terlebih dahulu." Ucap Latina setelah melepaskan tangan Minaki dari mulutnya, "tapi suaramu terlalu keras bodoh! Kau tidak ingat bahwa-.." "Diam..! Tetaplah diam seperti itu." Bisik Jack dari jarak yang sedikit jauh, ia mengeluarkan pedang besar dipunggungnya, Minaki penasaran dan langsung menoleh. Grrr.... Sebuah batu besar berbentuk manusia atau biasa disebut golem sedikit menggeram dari kanan Minaki. Jaraknya tidak terlalu jauh dari mereka berdua. Setelah mengetahui bahwa mahluk buas itu berada didekatnya, Minaki langsung diam tidak bergerak. "Oh tidak, ini gawat kan?" Tepat disaat golem itu akan meraung dan membuka mulutnya, Jack melemparkan pedangnya kearah mulut mahluk tadi. Dashh...!! Pedang Jack membuat kepala beserta badan golem itu hancur. "Fiuhh... Ternyata semudah itu." Jack menghela napas setelah melihat bahwa golem yang tadi ia lempar hancur. Latina menahan tawa setelah membalikan badannya dari arah Minaki berdiri. "K-kau... Kau takut dengan mahluk seperti itu?" Suara Latina terdengar samar, itu karena ia masih menahan tawanya sendiri. "Kau mengejekku ya?!" Minaki cemberut ketika mendengar ejekan Latina. Latina kembali membalikan badan dan menghadap Minaki dengan wajah merah. "Tidak, hanya saja tadi wajahmu terlihat begitu konyol, sial! Aku tidak bisa menahannya, ahaha..!!!" Latina tertawa terbahak-bahak, suara dari Latina terdengar menggema dan menyebar keseluruh kota bawah tanah. Minaki dengan cepat menutup mulut Latina. "Hei! Pelankan suaramu, apanya yang bertindak dengan penuh perhitungan. Padahal, sebelumnya kau membuatku berpikir bahwa kau sudah berubah semenjak kita berpisah." Bisik Minaki, ia melepaskan tangannya saat Latina dapat berhenti tertawa. Latina sedikit menghela napas. "Ya... Kalau dibandingkan dengan Kraken, situasi ini lebih mudah untuk diatasi kan? Buktinya si Jack itu dapat menghancurkan golem tadi dengan mudah." Jack dan Hazin menghampiri Latina dan Minaki. "Oi! Apa yang barusan kau lakukan?! Akan ribet urusannya jika semua mahluk buas disini terbangun!" Bisik Jack. "Putri tidak berguna." Singkat Hazin dengan wajah dingin. Seperti biasa, Latina mudah terbawa emosi. "Apa yang kau-..." "Diamlah kalian bertiga!" Minaki menyela ucapan Latina, ia terlihat sedang merasakan sesuatu, kuping yang ia miliki bergerak-gerak mencari sumber suara lain, "Apa kalian merasakannya?" Minaki melihat kearah tanah tempat ia berpijak. Tanah yang mereka pijak terasa bergetar, debu dan juga kerikil berjatukan sedikit demi sedikit dari berbagai tempat, terdengar suara geraman yang cukup banyak. Tidak hanya dari satu arah, suara geraman dan juga suara langkah berat terdengar dari berbagai arah. Jack melihat sekeliling, "Gempa bumi?" Tanya Jack. Ia menatap teliti kearah bangunan dari kota bawah tanah yang cukup berjarak. Lalu, wajahnya seketika berubah derastis, "Bukankah itu... Para mahluk buas!!" Ia terkejut saat melihat puluhan mahluk buas yang sedang berlari kearah mereka berempat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD