The Government

1291 Words
Triton Kingdom, ruang diskusi kerajaan Setelah kepulangan raja Vondest dan ratu Viole, dua penguasa tertinggi dari ras manusia dan Fadelta melakukan diskusi ulang untuk menangani masalah kebangkitan raja iblis. Diskusi itu dilaksanakan tidak lama setelah matahari terbit. "Kalau begitu, aku akan mempersiapkan semua kondisi secepat mungkin." Ucap ratu Patricya sebelum melangkah melewati pintu keluar ruang diskusi itu, Vondest dan Viole mengangguk menerima ucapan tadi. "Artegius, berikan informasi bahwa seluruh komando pertahanan Triton telah diserahkan pada ratu Patricya untuk sementara." Ucap Viole, ia masih melihat kearah Patricya yang sedang berjalan menjauh. "Sebelumnya mohon maafkan saya ratu, rajaku. Tapi, komando pertahanan kerajaan Triton adalah pasukan yang dipimpin oleh tuan Demand Tony? Mungkin akan lebih cepat jika tuan Demand sendiri yang memberikan informasi itu." Balas penasihat raja. Demand selaku petinggi pertahanan Triton merasa sedikit kesal mendengar ucapan Artegius, ia seolah menolak permintaan ratu dan memberikan perintah itu padanya, sambil menahan emosi, Demand menjawab dengan nada rendah. "Saya akan melakukannya jika itu keinginan anda tuan, nyonya." "Tidak-tidak, kau tidak bisa melakukan dua hal sekaligus Deman. Saat ini, kita harus melaksanakan semua tugas kita masing-masing, mungkin kau khawatir akan keamanan kerajaan ini. Tapi, aku sedikit tidak menyukai seorang pembantah yang tidak dapat melakukan apapun." Ucap Vondest sambil melirik tajam wajah Artegius. "Ma-maafkan saya raja Vondest, bukan maksud saya membantah perkataan anda dan juga ratu Viole, saya hanya-.." "Jika diperbolehkan, bisakan saya mendengar rencana ini sekali lagi? Mohon maafkan saya tuan Vondest, namun untuk mempersiapkan pasukan sebanyak itu cukup memakan waktu." Evanhell menyela perkataan Artegius, ia baru menghadiri diskusi tepat disaat ratu Patricya meninggalkan ruang diskusi. Artegius yang tengah menundukan kepalanya merasa jengkel saat Evanhell menyela perkataannya, ia kembali berdiri tegak didepan Vondest. "Hehe... Maafkan aku karena membebankan semua itu padamu, Evanhell. Dan kau," Vondest menoleh dan menatap wajah Artegius kembali, "Kita tidak memiliki waktu banyak." Ucap Vondest, ia terlihat sedikit kesal karena Artegius menolak permintaan sang ratu Triton. "Baik! Saya permisi dulu raja Vondest, ratu Viole." Artegius menundukan kepalanya lalu pergi. Saat Artegius berjalan dilorong kerajaan ia bergerutu sangat pelan. "Dasar mahluk tidak berguna." Wajahnya suram. "Vondest, kau tidak boleh seperti itu pada penasihatmu sendiri, dia memang salah. Tapi, aku rasa ia hanya khawatir akan ketidak mampuannya." Ucap Viole. Vondest menghela napas panjang, "Aku tidak tahu Viole, belakangan ini aku sedikit mudah terbawa emosi. Nanti aku akan segera meminta maaf padanya." "Ada asap ada api, mungkin anda saat ini terlalu pusing dengan keadaan. Menurut saya, anda butuh penyengaran tuan Vondest." Ucap Artegius, Vondest sedikit tertawa mendengarnya. "Mana mungkin aku bisa pergi dan meninggalkan kewajibanku disaat seperti ini, aku sudah banyak membiarkan desa Fadelta dihancurkan. Belum lama, aku juga membiarkan satu kerajaan Fadelta hancur begitu saja, raja tertinggi macam apa aku ini." Vondest hanya terdiam penuh penyesalan. "Bisakah kau berhenti berpikiran seperti itu Vondest?! Perang antar bangsa ratusan tahun lalu dapat berakhir, kau menyatukan kembali tiga bangsa kedalam kedamaian, dua hal besar itu dapat terjadi berkat dirimu!" Viole sedikit menaikan nada bicaranya. "Apa jadinya jika hari-hari itu berlalu tanpa dirimu? Mungkin saat ini perang belum berakhir. Dan, saat-saat seperti inilah kau harus membuang rasa bersalah anehmu itu Vondest!" Sentak nya sambil cemberut didepan wajah Vondest. Vondest yang tadinya hampir mengingat perang yang terjadi dimasa lalu terkejut lalu sadar kembali, ia sadar bahwa dia bukanlah penyebab perang antar bangsa itu. "Bukan hanya diriku, kau dan teman-teman kita semua adalah orang yang melakukan hal terpuji itu," Vondest tersenyum, "baiklah, kita buang dulu semua hal itu. Sekarang, waktunya menyusun kembali rencana kita kedepannya." "Kembali? Apakan anda akan merubah rencana yang sebelumnya telah kita tetapkan?" Tanya Evanhell penasaran. "Tidak-tidak, aku hanya akan sedikit saja merubahnya. Karena aku yakin, jika Patricya mendengarnya, ia tidak akan setuju dan akan berusaha mencegahnya." Jawab Vondest, Evanhell dan Artegius duduk dibangku. "Jika sebelumnya rencana kita adalam memperkuat satu kerajaan Fadelta yang wilayahnya paling dekat dengan wilayah kekuasaan iblis yaitu selatan. Sekarang, aku akan sedikit merubahnya menjadi, memperkuat dua kerajaan terdekat dengan wilayah iblis tersebut." Vondest menunjuk satu kerajaan yang ada dipeta. "Vondest, itu bukan hanya sedikit merubah." Viole tersenyum manis. "Hehe... Aku tahu." Vondest menggaruk kepalanya sendiri. "Ehem! Bisakah tuan memberikan detailnya?" Tanya Evanhell. Viole dan Vondest yang sedang saling tersenyum terkejut karena Evanhell. "Em.. ya, benar. Karena kita sedang diburu waktu, aku akan langsung keintinya saja. Evanhell dan Artegius, kalian berdua yang akan membawa prajurit bantuan kedalam kerajaan Doboro." "Sedangkan aku bersama Viole akan pergi kekerajaan Garda yang berada diarah timur kerajaan Nova." Ucap Vondest, ia kembali menunjuk dua kerajaan yang berada didalam peta. "Hemm... Kerajaan Doboro berada paling barat diwilayah selatan daratan ini, sedangkan kerajaan Garda berada paling timur. Bagaimana dengan wilayah tengah yang justru lebih lunak untuk dihancurkan tuan? Bagaimana dengan kerajaan Nova?" Tanya Evanhell. "Pertanyaan bagus Evanhell, kita harus membuat musuh mengetahui bahwa kita hanya memperkuat dua kerajaan, kita harus memastikan hal itu. Tapi, apakah kalian akan bertanya, semudah itukah mengelabui para iblis? Ya, memang tidak mudah." Vondest tersenyum. "Apa maksud dari perkataan anda tuan Vondest?" Artegius ikut heran. "Tanpa sepengetahuan ratu Patricya, kita akan membuat Vondest dan Viole palsu di tiga kerajaan tadi." Balas Vondest. "Raja dan ratu palsu?" Evanhell masih tidak mengerti. "Ya, aku akan mengirim orang kesana yang akan berpura-pura menjadi Vondest dan Viole. Dengan cara memberikan sedikit saja energi kami, para iblis akan terkecoh dan tidak akan mengetahui mana Vondest dan Viole yang asli." Jelas Viole. "Evanhell, Artegius. Kalian akan tetap pergi kesana, tapi tidak dengan rencana awal. Evanhell, kau yang akan pergi kekerajaan Garda. Sedangkan Artegius akan tetap pergi kekerajaan Doboro." "Jalur tengah yaitu kerajaan Nova hanya perlu kita kirimkan beberapa pasukan khusus saja, mereka hanya bertugas mengirimkan situasi disana dari luar wilayah kerajaan itu sendiri." Vondest ikut menjelaskan. "Hem-hem..." Evanhell mengnganggukan kepalanya, "tapi bagaimana jika mereka tetap menyerang kerajaan Nova tuan? Jika hanya dengan beberapa pasukan khusus saja, mereka takan mampu menahan pasukan raja iblis." Evanhell lanjut bertanya. "Jika itu memang terjadi, mereka hanya perlu memanggilku beserta Patricya kesana, ya... Itu bagian dari rencana awal. Tapi, tidak sepenuhnya seperti itu." Jawab Vondest. "Jika memang itu bisa dilakukan, mengapa tidak kita kirimkan pasukan seperti itu saja ketiga kerajaan sebelumnya tuan? Anda sendiri tahu bahwa jika para iblis menyerang, barrier akan menahan orang agar tidak dapat berkomunikasi keluar kerajaan." Ucap Evanhell. "Ya, memang itu yang akan mereka lakukan. Tapi, aku bilang sebelumnya kan? Diluar wilayah kerajaan, barrier yang menahan energi itu hanya dapat terbentuk sebesar kerajaan itu saja, aku tidak tahu sebesar apa. Tapi intinya, kita hanya perlu menjaga jarak agar tidak masuk kedalam barrier tersebut." "Kenapa tidak melakukan hal yang sama untuk kerajaan lain? Itu karena aku ingin mengukur kekuatan iblis yang sebenarnya." "Jika mereka tahu kita akan membantu dua kerajaan tadi, ada kemungkinan bahwa mereka akan menyerang dengan kekuatan penuh mereka. Jika kita mengetahuinya, akan mudah bagi kita untuk balik menyerang iblis. Walaupun aku tidak mau hal itu." Jelas Vondest. "Jadi begitu, kita juga perlu menjaga jarak kita dari kerajaan yang masing-masing akan kita tuju." Artegius menebak. Vondest tersenyum. "Benar sekali!!" "Lalu, apa yang ada rencanakan?" Tanya Evanhell. "Hehe.. kau selalu saja ingin tahu Evanhell. Aku akan pergi kekerajaan Liner, kalian pasti tahu dimana letaknya." Balas Vondest. "Kerajaan yang belokasi dibarat kerajaan Triton, kenapa harus kesana?" Artegius ikut bertanya. "Saat mereka mulai membasmi desa-desa Fadelta, kalian tahu bahwa aku pergi kesalah satu desa yang berasa diwilayah selatan kan? Disana, aku mendapatkan petunjuk bahwa mereka menginginkan satu senjata yang berada dikerajaan Liner." Jawab Vondest, Evanhell dan Artegius tidak tahu dan terus heran. "Mereka menginginkan Anti Magic Blade, senjata yang dapat menggagalkan hampir semua teknik. Dengan memiliki senjata Tyrel itu, kesempatan mereka untuk menang melawan Vondest dan aku sendiri akan lebih besar." Ucap Viole. "Baiklah tuan, dengan rencana anda. Saya yakin, sang raja iblis yang cerdik itu pasti akan masuk kedalam lubang yang dalam." Evanhell tersenyum. "Ayo kita lakukan Viole." Vondest tersenyum sambil menatap Viole yang ikut tersenyum.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD