BAB 8 - Kembali Menjadi Ibu

1094 Words
Suara gemericik air di kamar mandi dengan riuh terdengar di setiap ujung ruangan. Raka berjalan mengendap-endap ke kamar anaknya karena rindu. Ia merindukan Renjana. Wanita yang sudah lama tidak ia temui, wanita yang sudah lama ia rindukan. Renjana memilih untuk tidur di dalam kamar Saka. Meski mereka belum menikah, Raka bersikeukeuh Renjana harus tinggal di rumah ini. Ia tidak mau Renjana memiliki kesempatan untuk pergi. Ia berjanji untuk segera menyelesaikan proses perceraiannya dengan Marina, lalu menikahi Renjana seperti rencana yang ia buat. Raka bisa mendengar suara gelak tawa anak dan mantan istrinya yang sedang bercanda. Raka bisa mendengar dengan jelas bagaimana riangnya kebersamaan mereka berdua. Saka tidak seperti biasa yang lebih sering terdiam, bocah kecil itu terdengar tertawa renyah bahkan sampai berteriak kegirangan. “Mama gigit keteknya yang bau aceemm.” Saka tertawa. “Mama gigit nih, pipi yang ada ilelllnya.” Saka kembali tertawa. Raka mengendap-endap, menyembulkan kepalanya untuk mengintip aktivitas dua orang yang sangat ia sayangi detik ini. Renjana terlihat sedang memandikan Raka. “Papa.” Sial! Batin Raka. Padahal ia masih ingin mengamati Renjana, tapi sayangnya anak laki-lakinya itu justru memergoki Raka. Raka masih ingin melihat Renjana lebih lama. Renjana memutar tubuh untuk memastikan ucapan Saka, lalu berdiri dengan kaku ketika melihat Raka yang ada di depan pintu kamar mandi. Laki-laki itu sudah berpakaian kerja lengkap, menenteng tas berwarna coklat yang Renjana kenali sebagai hadiah yang ia berikan untuk Raka saat laki-laki itu mulai bekerja pertama kali. “Sorry, Papa ganggu?” “Nggak, Saka lagi mandi coalnya Saka bau acem kata Mama,” celoteh Saka dengan mata berbinar. “Oh ya? Besuk pagi coba Papa pastikan bau Saka setelah bangun tidur, pasti acem ya?” “Nggak, Mama yang bau acemmm!” Saka mengarahkan keran air ke tubuh Renjana, membuat wanita itu meloncat untuk menghindari air Saka tapi justru menubruk tubuh Raka. Tangan Raka dengan cekatan mengunci tubuh Renjana, memegangi tubuh wanita itu agar tidak terjatuh. Tetapi justru membuat suasana menjadi canggung. “Maaf,” ucap Renjana. Wanita itu mencoba melepaskan belitan tangan Raka dari tubuhnya tetapi gagal. “Raka …” “Aku merindukanmu.” Kedua mata saling beradu. Renjana bisa melihat sorot mata Raka yang berbeda dari biasanya, laki-laki itu menatapnya seperti tatapan Raka dulu kepada seorang Renjana. “Raka, lepaskan,” ucap Renjana. Renjana hampir saja terlupa dengan fakta sekarang ini. Ia melupakan hal penting yang harus ia pegang selama ia tinggal di rumah ini. Raka bisa berubah sewaktu-waktu jika ingatannya sudah kembali. “Maaf … aku, aku terlalu terbawa suasana.” Mereka berdua terlihat canggung. Renjana menata rambutnya yang berantakan lalu merapikan pakaiannya yang masih rapi. Ia hanya butuh tindakan untuk mengurangi kecanggungan yang terjadi. “Lebih baik aku berangkat bekerja.” Renjana mengangguk. “Hati-hati di rumah,” ucapnya. Raka pergi meninggalkan Renjana dengan detak jantungnya yang berdegup kencang. Perasaan itu muncul, perasaan yang seharusnya sudah ia bunuh selama tiga tahun perpisahan mereka. “Ma..” “Eh, iya sayang maaf.” “Dingin.” “Ayo sekarang kita ganti baju. Mama mau antar Saka sekolah.” “Yeaaayyy! Saka senang sekali di antar Mama sekolah, selama ini tante Marina tidak pernah mau antar Saka sekolah,” ucap Saka dengan bibir yang cemberut. Renjana mensejajarkan tubuhnya kehadapan Saka. Ia mengusap wajah Saka dengan penuh rasa sayang. “Mulai detik ini, Mama yang akan mengantar Saka ke sekolah.” “Beneran, Ma?” “Tentu saja.” Mereka berdua kembali berpelukan, Renjana mencubit pipi Saka, gemas melihat anak itu yang tertawa riang. Seperti rencana keduanya, Renjana mengantar Saka ke sekolah. Tak lupa Renjana juga membawakan bekal yang sudah ia siapkan untuk Saka. Dengan langkah riang gembirang, Renjana membawa tubuh mungil Saka ke depan gerbang sekolah. “Nanti Mama jemput lagi.” “Siap boss.” “Terima kasih, Saka.” “Terima kasih, Mama.” Renjana menunggu hingga anak itu masuk ke dalam ruang kelas, bertemu dengan bu guru lalu kembali pulang ke rumah. Ia menghela nafas panjang sebelum memasuki mobil, sebenarnya ini akan terasa berat. Berada di dalam rumah yang memiliki memori buruk di otak Renjana. Tetapi seperti janjinya pada Nyonya Rukma, ia tetap akan berada di rumah itu sampai ingatan Raka kembali pulih. Mobil BMW yang di tumpangi Renjana berhenti di depan pelataran rumah. Ketika wanita itu keluar, ia melihat satu mobil berwarna merah terang yang cukup Renjana kenali. Itu adalah mobil milik Marina. Meskipun berat, Renjana tetap melangkah masuk. Selama langkah perjalannya hingga memasuki rumah, Renjana tak hentinya berdoa. Seperti seorang rusa yang masuk ke dalam kandang macan, akan terjadi hal buruk kepadanya jika bertemu dengan Marina dan Nyonya Rukma. “Eh, si nyonya bos datang,” celetuk Marina ketika melihat kedatangan Renjana. Mungkin ada beberapa dosa Renjana yang belum terampuni sehingga mengakibatkan sulit sekali doanya terkabut. Dia berharap bisa berada di dalam kamarnya tanpa harus bertemu dengan wanita itu, tetapi nyatanya justru ia mendengar suara Marina di langkah pertamanya berada di dalam rumah. “Darimana?” tanyanya. “Habis nganterin Saka.” “Oh, biar dapet perhatian dari Raka?” Renjana hanya tersenyum, enggan menanggapi lalu tetap melanjutkan langkahnya. “Kamu bisu?” “Bukankah tadi kamu mendengar jawabanku?” “Lalu kenapa tidak menjawab pertanyaanku yang terakhir.” “Aku rasa itu bukan sebuah pertanyaan tetapi tuduhan.” “Aaaah, sekarang sudah mulai berani melawan ya kamu?” “Bukankah dari dulu aku juga selalu melawanmu jika itu berhubungan dengan anak … dan harga diri.” Wanita itu mengambil tas yang ia letakan di sofa lalu berjalan mendekat ke arah Renjana. Tatapan marah Marina jelas ditujukan untuk Renjana. Berdiri dengan angkuh seperti seorang Marina yang tak akan pernah menyerah. “Aku akan memberikan peringatan ke kamu, Renjana Prasasti.” “Aku mendengarkanmu, Marina.” “Setelah ingatan Raka kembali, aku berjanji akan menghancurkan hidupmu sehancur-hancurnya,” janji Marina tepat di depan wajah Renjana. “Bersiaplah.” “Aku menunggu waktu itu, ketahuilah Marina. Hal pertama yang aku inginkan selama ini adalah terlepas dari Raka dan keluarganya.” Marina melangkah pergi meninggalkan Renjana, tidak lupa ia sengaja menubrukan tubuhnya ke tubuh Renjana. Jujur saja, ada sedikit ketakutan pada diri Renjana. Keluarga Haditya dan Marina bisa melakukan apapun hal jahat kepadanya. Mungkin saat ini Renjana bisa bertahan karena ingatan Raka menghilang, bagaimana jika ingatan itu kembali pulih? Apakah Raka akan tinggal diam ketika tahu ia kembali menikahi Renjana dan menceraikan Marina. Renjana tiba-tiba merasakan kekhawatiran di dalam hatinya. Mungkin Nyonya Rukma berjanji akan melindungi dirinya, tetapi ketika apa yang ia inginkan sudah wanita itu dapatkan tentu ia bisa menghancurkan Renjana dengan cara yang lain. Apakah Renjana mulai goyah dengan pilihannya saat ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD