kupermalukan di meja akad

1045 Words
Wanita yang sudah kutolong itu, nyatanya ular berbisa yang mengerikan. ❤️❤️❤️ "Saya terima nikahnya Kartika binti Ruslan dengan mas kawin seperangkat alat shalat serta uang dua juta rupiah, dibayar tunai," ucap Mas Yadi merafalkan kalimat ijab kabul di hari pernikahannya. Aku sudah tahu, ini akan terjadi, aku sudah mengendus rencananya dari awal , kuikuti dan kusimak ternyata wanita yang dia nikahi adalah janda yag sempat mengontrak beberapa tahun tepat di samping rumahku. Kartika. Sebenarnya di dalam hati ini merasa sesak, berdiri disini dan menyaksikan suami sendiri menerima ijab dari perempuan lain lalu mengabulkan dengan penerimaan nikah. Mataku berkaca-kaca dan tungkaiku bergetar hebat, berusaha mengendalikan perasaan antara ingin marah dan menangis histeris kemudian menyeruak diantara tamu undangan dan menghajar Mas Yadi untuk mempermalukannya. "Bagaimana, sah?" "Sah." Saksi menjawab serempak dan kemudian mengangkat tangan untuk berdoa. "Tidak jangan lakukan ini, Mas," batinku berteriak keras. Tapi apa daya, ketika mereka mengusap kedua belah tangan ke wajah dan senyum semringah tergambar di wajah mereka, wanita tak tahu diuntung itu langsung bergelayut mesra ke suamiku. Dia yang sudah kutolong yang ternyata adalah ular berbisa yang meracuni akal dan cinta suamiku. Tidak ingatkah dia, ketika pertama kali datang mengontrak di kampungku, hanya aku satu-satunya tetangga yang mau mengunjungi dan berdekatan dengan dia yang miskin itu. Kartika kerap kekurangan beras dan uang belanja anaknya dan akulah orang yang selalu membantunya dalam segala hal. "Bantu aku Mbak Sakinah, aku sangat putus asa ... aku lari dari suami yang selalu memukulku dan kini aku tidak punya uang sepeserpun untuk melanjutkan hidup kami," ujarnya saat itu sambil memeluk kakiku. Dia yang datang dari luar seketika menghenyakkan diri tepat di bawahku. "Apa yang terjadi?" "Aku ingin pinjam uang, Mbak." "Kasih aja, Ma, kasihan, mudah-mudahan dengan menolongnya rezeki kita mengalir deras." Suamiku yang kala itu baru pulang kerja ternyata menyimak obrolan kami. "Iya, Mas." Aku langsung bangkit ke kamar meraih dompet dan menyerahkan 2 lembar uang seratusan kepada wanita malang itu. Dalam hati ini tidak ada rasa jahat sedikitpun selain dari rasa iba kepadanya dan kedua anaknya, wajahnya pucat dan kuyu, terlihat kelaparan dan lemah. Aku tak tahu di belakangku setelah itu, dia menjerat suamiku, entah bagaimana caranya, mereka kini sedang duduk di meja akad dan saling bertukar senyum bahagia. Aku tak tahan, sudah! "Hentikan!" Aku menyeruak diantara kerumunan tamu undangan. "Mas Suryadi, suamiku, kamu menikahi dia tanpa sepengetahuanku?" tanyaku dengan suara bergetar dan air mata berlinang. Aku berusaha berdiri tegak dan tegar padahal pertahananku roboh tidak karuan. Riuh rendah suara tamu undangan berbisik dan menggumam. Mereka ternyata tidak mengetahui bahwa wanita cantik di kampung mereka ternyata mempelakori seseorang di kota sana. "Itu istrinya ... ya ampun, apa-apaan ini?" Tetangganya mencibir. "Teganya kamu tidak memikirkan istri dan anak," desisku dan tamu undangan makin riuh. "Maaf Mbak, mohon jangan bikin kegaduhan," ujar salah seorang anggota keluarganya yang berusaha mencegahku merangsek masuk. "Lepaskan aku, kamu tidak tahu rasanya dipermainkan seperti ini," ujarku menepis tangan itu dengan keras. Kuhampiri meja akad dan satu lompatan aku berhasil mencengkeram Kartika. Plak! Kutampar dengan keras wajahnya hingga kembang goyang yang dia pakai terlepas dan terlempar ke lantai. "Setelah aku menyelamatkan dan menyambung hidupmu teganya kau merebut suamiku!" teriakku. "Sakinah, kumohon, kita bisa bicarakan ini dirumah," bujuk bujuk Mas Yadi sambil berusaha menengahi kami. "Berani sekali kau, Mas," ujarku sambil mencakar wajahnya membuatnya seketika mundur. "Kamu kasar sekali," gumam Kartika. "Diam!" Kuambil kotak mahar dan kuhempaskan begitu saja hingga pecah berkeping-keping. Apa yang ada didalamnya kutarik dan kukoyak-koyak dengan nafsu amarah. "Apa ini? Mahar yang kau ambil dengan cara mencuri suami orang lain?" aku berteriak dan berusaha mempermalukannya, sementara semua tamu undangan yang tadi duduk tenang sambil menikmati hidangan langsung berdiri untuk melihat kekacauan ini. "Diam, Sakinah!" Mas Yadi angkat bicara sambil berusaha menarikku keluar dari tempat acara. "Lepaskan! kau tidak berhak memperlakukanku seperti ini, kau lupa bahwa aku satu-satunya wanita yang menerimamu dari kau miskin dan tidak punya apa-apa hingga sukses begini? lagipula apa kehebatan wanita itu?" teriakku histeris. "Aku sungguh tidak bermaksud ...." Plak! Sekali lagi kulayangkan tamparan keras sehingga membuat Mas Yadi bungkam am pipinya memerah. "Kau pikir aku bodoh, hah! Kau pikir karena aku diam saja aku tidak mengetahui rencana jahatmu! yang paling aku sesalkan, haruskah kau menikahi wanita yang sudah kita tolong?" "Sakinah, tolong ...." "Kartika ... aku membayarkan kontrakanmu, aku menyambung hidupmu, membayarkan sekolah anak-anakmu dan mencarikan untukmu pekerjaan, teganya kau merebut suamiku!" Orang-orang langsung terlihat gusar ketika aku mengatakan semua itu. "Tolong pergi dari sini, Mbak!" Seorang pria membentakku dan menarik tanganku untuk mengusir diri ini dari lokasi acara. "Mas Yadi kau memang punya jabatan, tapi satu jentikan jari dariku, kau akan kehilangan segalanya," ujarku sambil tertawa sekalian menangis juga. "Aku akan mempermalukanmu," ancamku. Wanita itu menangis terduduk lesu di lantai sedang Mas Yadi berusaha memeluknya dan menenangkannya. "Peluk, dan beri dukungan gundikmu, katakan padanya bahwa mulai sekarang dia tidak akan merasakan sepeserpun dari uang gajimu," teriakku. "Kau tidak berhak begitu, Sakinah." "Kenapa tidak?! aku istrimu dan aku berhak atas harta dan dirimu, aku berhak mengelola semuanya! kenapa? kau tak suka? dulu kau miskin maka kembalilah miskin seperti semula!" "Aku punya pekerjaan, Sakinah," jawabnya. "Diam! Kau lupa bawa aku memegang semua aset dan gajimu adalah atas namaku? Mobil yang kau bawa juga adalah milikku, jadi aku akan mengambil semuanya sekarang juga." "Berikan padaku kunci mobil itu," ujarku sambil mengulurkan tangan. "Jangan begini!" "Berikan, atau aku akan memanggil anak-anak dan juga atasanmu," ancamku. Dia langsung maju dan memberikan kunci mobil itu tanpa banyak bicara lagi. "Kumohon pergilah, setelah ini kita akan bicarakan semuanya di rumah," ujarnya pelan. "Sepatu dan jas yang kau kenakan itu, aku yang membelinya, kau harus melepasnya juga," kataku dengan napas tersengal-sengal menahan emosi. "Jangan keterlaluan!" "Kau yang keterlaluan, lepaskan itu! Aku membelinya dari keuntunganku berdagang, lepaskan sekarang!" Rasanya kepalaku berdenyut mau pecah oleh angkara murka. Sambil menghela nafas dan memasang wajah yang sangat tidak nyaman dipandang dia melepaskan dan menyerahkannya kepadaku, tamu undangan riuh rendah ada yang tertawa ada juga yang mengumpat sinis. "Aku akan menunggumu di rumah dan lihat saja apa yang akan terjadi. Sekarang kau akan berbulan madu dengan gembira, kan Mas?" ujarku sinis dan aku langsung melangkahkan kaki,.mengarahkan kunci mobil dan langsung masuk ke dalamnya dan melarikan mobil Mas Yadi. "w***********g itu ... dia akan menempuh sebuah babak baru yang mengerikan karena telah merebut suamiku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD