Kembali tersentak karena terkejut setengah mati, Neo tahu kalau dia tidak salah saat melihat kalau mata Arthur kembali berkilat merah. Dengan cepat dia mengepalkan tangan itu dan melingkupi tangan terlukanya dengan tangan yang lain. Tubuhnya gemetaran dan rasa takut semakin menguasai saat Arthur berjalan mendekat.
“Tanganmu terluka. Sebaiknya itu segera diobati.” Tapi laki-laki itu malah memberikan senyum kecil dan sikap tubuhnya begitu terkendali.
“Ambil alat-alat pembalut luka, jangan terlalu lama. Kami akan menunggu di ruangan sebelah,” ucapnya lagi. Neo tidak tahu pada siapa dia berbicara karena dia memasuki ruangan ini sendiri. Juga tidak tahu apakah ada seseorang yang mendengar karena bahkan orang-orang di luar tidak ada yang bersuara.
Kaki mengikuti dengan goyah saat tubuh laki-laki besar itu mengarahkannya menuju pintu, Neo tidak berani memikirkan hal apapun lagi selain menjadi penurut. Lalu kembali tersentak saat pintu tertutup sendiri dengan keras. Mansion ini berisi hal-hal aneh, sedangkan Neo tidak menemukan apapun yang membuat Arthur membutuhkan anak manusia yang berusia di bawah 25 tahun selain untuk menjadi menu utama makan malamnya.
Ruangan yang dikatakan sebagai ruangan sebelah berisi banyak buku-buku kuno yang menceritakan tentang pembasmian iblis dan roh-roh jahat. Neo duduk di sebuah kursi sedangkan Arthur berdiri di dekat jendela, menatap butiran-butiran salju putih yang turun dari atap karena hari yang agak berangin. Ketika pelayan datang, dia bahkan tidak terganggu. Tapi Neo berubah agak gugup dan sedikit gemetar saat pelayan itu membantunya membersihkan luka, tangan pelayan itu pucat dan dingin. Neo sama sekali tidak merasa kalau pelayan itu adalah seorang manusia karena dia bahkan sangat tenang dan terlihat tidak benapas, ekspresinya datar dan tatapan kosong itu masih di sana meski saat dia tersenyum.
“Aku tidak menyangka, dari sekian banyak ruangan, kamu malah memasuki ruangan itu. Bagaimana kamu dapat menemukannya?” Arthur berbicara dan Neo merasa kalau semakin lama dia di sini, maka dia mungkin akan berumur pendek karena merasa gugup setiap saat.
Menjilat bibirnya sebentar, Neo bahkan merasa kalau lukanya tidak lagi menyakitkan. Dia menarik napas sebentar dan menjawab dengan agak ragu, “aku juga tidak tahu. Tubuhku bergerak sendirinya ke sana dan tanpa kusadari aku sudah melangkah masuk. Aku tahu kalau ini tidak terdengar masuk akal, tapi aku berkata jujur.”
Arthur berbalik dengan cepat dan matanya menatap dengan cara yang asing bagi Neo yang sudah mulai terbiasa dengan tatapan dingin. Tapi gerak langkahnya tetap terlihat tenang saat mendekat. Matanya memaku pada pandangan kebingungan Neo yang tidak berusaha ditutupi.
“Setelah ini ikut aku, ada yang ingin aku tunjukkan.”
.
.
.
Arthur kembali membawanya ke ruangan yang sama dengan sebelumnya. Kembali membuka pintu yang anehnya terlihat agak menyulitkan bagi Arthur. Kemudian masuk melewati lapisan-lapisan pelindung tidak terlihat sampai berhasil mencapai meja kaca di sana. Tapi Arthur terlihat kepayahan hingga terbatuk keras beberapa kali.
“Arthur! Ada apa? Apa yang terjadi denganmu?” Pertanyaan diserukan dengan nada suara meninggi. Darah yang keluar dari batukkan keras itu sangat mengejutkan bagi Neo.
Tidak mengatakan apapun, Arthur hanya mengusap sudut bibirnya yang dipenuhi darah segar yang berwarna hitam. Dari darah itu Neo tersadar, darah hitam tidak mungkin dimiliki oleh manusia. Berdasarkan legenda, darah hitam hanya dimiliki oleh para iblis.
Arthur tidak mengatakan apapun karena dia sendiri jelas mengetahui apa yang terjadi. Pelindung ini diciptakan olehnya untuk menyerang kaumnya sendiri. Jadi tentu saja akan mencederai dirinya sendiri. Memutuskan untuk mengendalikan keadaan, darah yang mengenai kaca penutup pedang disentuh dengan dua jari dan dibentuk menjadi sebuah pola. Pola itu terlihat membingungkan seperti sengaja dibuat meliuk dan saling menumpuk hingga Neo yang memperhatikan juga tidak sempat mengingatnya.
“Ambil pedang itu,” ujar Arthur setelah kaca terbuka, lalu berjalan menjauh.
Tangannya yang kokoh menekan-nekan dinding datar di sekitar sana, seakan mencari sesuatu. Dia meninggalkan Neo yang meraih pedang itu dengan ragu dan sedikit termundur hingga hampir melempar pedang itu menjauh ketika permata mulai bersinar. Telinganya tiba-tiba dipenuhi dengan teriakan-teriakan melengking tidak jelas. Lalu dinding bergeser terbuka saat Neo hampir terjatuh karena suara yang memusingkan, membuat suara itu menghilang sayup-sayup.
“Masuk.” Kata perintah yang disuarakan dengan datar dan Neo tidak bisa menolak. Dia melihat sebuah tangga menurun muncul di sana dengan lorong gelap yang tidak terlihat ujungnya.
Tapi saat menginjak anak tangga pertama, obor di kanan dan kiri yang paling dekat dengannya menyala dengan sendirinya. Neo memandang itu dengan takjub dan melihat dua buah asap hitam pekat melompat dari obor satu ke obor lain dan membuat tangga bawah tanah itu berpendar kekuningan, kontras dengan cahaya yang dipancarkan oleh pedang. Permata biru di pedang menyala semakin terang dan Neo dapat merasakan energi hangat yang mengalir di telapak tangan, membuat rasa aman muncul di hatinya.
Tempat ini berbau agak lembab namun menyegarkan, padahal tidak ada jalan udara di sana. Lumut-lumut tidak tumbuh dengan beringas di dinding batu. Jalan batu juga tidak terasa licin, memberi kesan kalau tempat ini dirawat dengan baik.
Tapi kemudian dia terperangah ketika melihat pemandangan di depan, sebuah pemandangan yang luar biasa. Ada sebuah bangunan di sana, seperti sebuah rumah. Halamannya hijau dengan berbagai tumbuhan yang tumbuh dan disirami cahaya matahari yang hangat. Namun sekali lagi, tidak ada jalan angin di sana hingga itu terlihat begitu mistis. Perhatiannya terpaku pada keindahan itu dan tubuhnya bergerak mendekat. Neo baru menyadari pergerakannya saat bunyi bel berdenting, awalnya hanya sekali tapi kemudian berubah banyak dan mendengingkan telinga. Semuanya berubah berbayang dan tidak jelas saat tangan-tangan tidak kasat mata terasa mendorongnya ke sana ke mari, mempermainkan tubuhnya. Neo berusaha melawan dan menarik pedang di tangan, tapi pedang itu tidak dapat ditarik keluar dari sarungnya.
“Euark!” Teriakan serak muncul saat dia dilemparkan ke sebuah lingkaran pola dengan sangat keras hingga hampir kehilangan kesadaran. Tapi dia melupakan seluruh rasa sakit saat asap-asap muncul membentuk tangan-tangan dari dalam tanah dan menahan tubuhnya dengan erat. Mata biru itu terbelalak saat menemukan beberapa patung dengan bentuk mengerikan mengelilinginya. Mulut mereka mulai terbuka dan nyala api muncul dari pangkal tenggorokan.
“Tidak!” Teriakan lain muncul saat api itu ditembakkan padanya, hujan panah api. Di tengah rasa panik karena berusaha menghindar saat tengah tertahan, dia menarik pedang dengan beringas. Sampai kemudian rasa kemarahan besar muncul di hatinya dan pedang itu tertarik dengan cahaya biru menyilaukan yang memenuhi ruangan.
Tiba-tiba tangan-tangan itu lenyap dan Neo berdiri dengan perkasa seraya menangkis seluruh panah berapi. Sebuah jubah putih bercampur biru malam muncul di belakang tubuhnya. Pakaiannya juga berubah menjadi pakaian khas putih-biru yang senada dengan warna pedang. Napasnya terengah saat berhenti dan mata birunya menatap tajam Arthur yang berlari masuk. Dia menunggu laki-laki itu mendekat padanya dan berlutut dengan penuh penghormatan. Kemudian Arthur bergumam dengan ketegasan dan kelegaan luar biasa, “Tuan, akhirnya Anda bangkit kembali.”