2. First Mission

1557 Words
"Saling memberi perhatian layaknya seorang pasangan, namun nyatanya tak lebih dari sebatas temanan." ----- "Silahkan masuk, nona. Mulai sekarang, saya yang akan mengurus semua keperluan anda. Nama saya Megan Lawrence, anda bisa memanggil saya Meggy." Asisten pribadi Kiano mempersilakan Anne untuk masuk ke ruangan yang sudah disiapkan. Anne mengikuti Meggy. Membawa kakinya mengitari ruangan Presidential Suite yang secara khusus disiapkan untuknya. Kesan pertama yang Anne tangkap adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak kamar dilengkapi fasilitas mewah di dalamnya. Ada ruang tamu, perapian, ruang santai yang luas. Yang tak kalah menarik ada mini bar serta ruang makan yang dilengkapi dapur minimalis. Anne terpaku dengan pemandangan yang satu ini. Membawa kakinya ke sana untuk melihat lebih dekat. Ia memang suka masak, dan selalu menganggap dapur adalah surga untuknya. "Kalau suka memasak, anda bisa menggunakan dapur ini," ucap Meggy. Ia seperti cenayang yang seakan-akan bisa membaca pikiran Anne saat ini. "Tapi menurut saya, lebih baik anda memesan makanan dari hotel saja." Setelah menawarkan, buru-buru wanita itu memberi saran. Terdengar plin plan di telinga Anne. "Chef di sini terkenal piawai menghidangkan seluruh menu makanan ekslusif. Lagi pula, ada restoran micheline bintang lima di lantai dua hotel. Anda bisa mencoba untuk makan di sana." Anne hanya tersenyum menanggapi ucapan Meggy. "Aku memang suka masak. Apalagi membuat kue. Tapi karena ini bukan rumahku, sepertinya aku harus berhati-hati." Setelah melihat-lihat dapur, Anne kembali melangkah menuju balkon. Memerhatikan dengan takjub view yang didapat langsung dari ruangan tersebut. Di sini, di tempatnya berdiri, ia bisa dengan leluasa melihat tower of London yang berdiri kokoh dari kejauhan. Senyum tanpa sadar terukir di bibir Anne. Ia merasa percaya diri kalau hari-hari berikutnya akan betah untuk tinggal bersama anak pertama dari keluarga Winata tersebut. Anne terus membawa matanya memindai satu per satu perabotan yang ada di dalam ruangan. Beberapa detik ia berpikir lalu menarik kesimpulan kalau si pemilik ruangan adalah orang yang suka akan kerapian. Banyaknya foto-foto keluarga yang tertata rapi di dinding, pun menunjukkan kalau si empunya adalah seorang yang Family Man. "Apa Kiano juga tidur di sini?" Meggy lantas mengangguk. "Mr. Kiano tidur di kamar sebelah kanan balkon. Sedang kamar anda sendiri tepat disebelahnya." Meggy menuntun Anne untuk mengikutinya. Memasuki sebuah kamar yang sudah siap untuk di tempati. "Di sini kamar anda," ucap Meggy. "Kalau anda perlu sesuatu, silahkan panggil maid melalui sambungan interkom atau bisa juga sampaikan kepada bodyguard yang 24 jam berjaga di depan ruangan. Anne mengangguk paham. Kembali membawa matanya menelisik ke seluruh sudut ruangan. Kamar yang cukup luas untuk ia tempati. Bahkan ada walk in closet mini di dalamnya. Mata Anne terus merotasi pandangan di sekelilingnya hingga berhenti pada sebuah objek yang membuatnya mengernyit heran. "Itu apa?" tunjuk Anne ke sebuah pintu di sisi kanan kamar. Meggy melangkah maju, mendekati pintu yang Anne maksud. "Ini connecting door. Kalau dibuka akan terhubung langsung dengan kamar Mr. Kiano. Hanya beliau yang bisa membuka pintu tersebut karena dibutuhkan sidik jari pemiliknya." Setelah selesai membawa Anne berkeliling dan memberikan penjelasan, Meggy memilih untuk beranjak pergi. Memberikan Anne kesempatan untuk beristirahat. Tapi, sebelum benar-benar keluar, sekali lagi ia memberikan pesan. "Ingat nona, anda tidak boleh keluar hotel tanpa sepengetahuan Mr.Kiano. Sekali lagi, kalau anda butuh sesuatu, mintalah kepada penjaga yang berjaga di depan ruangan ini." "Baiklah," sahut Anne singkat. **** Kiano dan Kenzie itu bagai bumi dan langit. Kalau Kenzie terlahir sebagai pria yang lurus, dalam artian tidak pernah berbuat di luar batas serta memiliki sifat yang penurut. Berbanding terbalik dengan Kiano. Ia terlahir sebagai pria yang pemberontak dan bersifat sedikit tempramental. Tak hanya itu, banyak yang menjuluki Kiano 'Siberian Wolf' atau serigala Siberia karena memiliki insting yang kuat ketika menghadapi bahaya. Ia juga piawai membungkam musuh serta begitu sulit untuk dijatuhkan. Namun, dari segala kelebihan yang ia miliki miliki, hanya satu kekurangan pria itu. Wanita. Kiano dituntut untuk selalu menghargai dan mengalah kepada makhluk bernama wanita. Itu sebabnya, senakal-nakalnya Kiano, ia tidak pernah melecehkan bahkan memanfaatkan mereka untuk diajak bermain di atas ranjang. Hal ini juga yang menyebabkannya sampai detik ini tidak percaya, ketika seseorang tiba-tiba datang lantas mengaku sedang hamil anaknya. Untuk itu, demi menyelidiki benar atau tidak tuduhan yang ditujukan padanya, Kiano mengikuti saran Kenzie untuk meminta Hans menyelidiki kasus ini. Dan pria itu kini tengah berada di ruang kerjanya. "Well, seumur-umur bekerja dengan keluarga Winata, baru kali ini aku melihat kau berurusan dengan wanita. Biasanya, kau memintaku untuk menyelidiki para mafia senjata. Bukan hal remeh temeh seperti sekarang," ucap Hans dengan sarkas. Ia nampak paham dengan tabiat Kiano selama ini. Kiano menarik napas dalam. Raut wajahnya begitu frustrasi. Kehadiran Anne yang tiba-tiba membuat pikirannya menjadi kacau balau sekarang. "Aku benar benar mohon kepadamu, Hans. Urus masalah ini secepatnya. Aku sangat yakin tidak pernah meniduri wanita mana pun. Apalagi sampai menghamilinya." Hans tersenyum tipis, mengubah posisi duduknya lebih santai dari pada sebelumnya. "Tapi, kalau kau dalam keadaan mabuk berat, bisa jadi tanpa sadar kau melakukannya, Kai," tuduh Hans. "Astaga ... " Kiano mendesah pelan. Kemudian berbicara lagi. "Tapi aku benar-benar yakin dengan apa yang ku rasakan, Hans." Hans menganggukan kepala. Dia sudah mengabdi lebih dari sepuluh tahun pada keluarga Winata. Sebab itulah ia sebenarnya tidak meragukan ucapan Kiano. Anak tertua dari Ferdy Winata itu selalu berhati-hati apalagi untuk urusan wanita. "Jadi, kau mau aku berbuat apa?" Kiano menegakkan tubuhnya. Memajukan kursi kerja yang ia duduki demi mendekati posisi Hans. "Aku mau, kau selidiki latar belakang wanita ini. Tes DNA baru bisa dilakukan kalau bayi di dalam perut wanita itu lahir. Bisa gila, kalau aku harus menunggu selama itu." Dalam posisi duduknya, Hans terkekeh pelan. Bukan maksud untuk mengejek, tapi ia benar-benar tidak bisa menahan diri melihat ekspresi yang ditampilkan oleh wajah Kiano. Bagaimana bisa, pria yang terkenal bengis di kalangan para mafia kini terlihat tidak berdaya. "Kenapa tidak panggil dokter kandungan saja ke hotel untuk memeriksanya?" Hans memberikan saran namun dengan cepat dibalas gelengan kepala oleh pria itu. "Tidak ... tidak ... aku tidak ingin mengambil risiko. Memanggil dokter kandungan kemari hanya akan menimbulkan spekulasi. Kau tahu sendiri rivalku terlalu banyak. Mereka bahkan terang-terangan mengintai semua kegiatanku. Aku tidak ingin ini semua menjadi bumerang yang pada akhirnya malah merusak citraku sendiri." Hans mengangguk setuju. Di banding Kenzie, Kiano memang lebih banyak memiliki rival. Sikapnya yang sering terang-terangan melawan para mafia, mau tidak mau membuatnya diintai banyak musuh di luar sana. "Dan kau yakin, wanita itu benar-benar hamil? Bagaimana caranya kau tahu dia hamil atau tidak kalau kau tidak memeriksakannya ke dokter?" "Astaga, Hans. Waktu datang tadi pagi, dia bahkan sudah menunjukkan hasil tes kehamilan yang ia lakukan. Kalau pun ternyata ia berbohong. Itu adalah tugasmu membuktikannya." Hans menggelengkan kepala. Kiano benar-benar memberikannya tugas yang rumit. Tapi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti perintah pria itu. "Apa kau sudah mengantongi tanda pengenalnya?" Kiano mengangguk, kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik lacinya dan menyerahkan kepada Hans. "Itu tanda pengenalnya. Mike sudah mencoba mencari informasi tadi sore, tapi hasilnya nihil. Menurut pemeriksaan, data wanita itu bersih. Itu sebabnya, harus kau yang turun tangan." Hans kali ini mengangguk. Menyanggupi apa yang di perintahkan Kiano kepadanya. "Akan ku selidiki dan laporkan kepadamu secepatnya." **** Kiano melangkah gontai ketika memasuki ruangan presidential suite miliknya. Rasa penat yang tengah mendera menuntun kakinya untuk pergi ke mini bar yang ada di dalam ruangan. Tangannya terulur meraih botol wine yang berderet di lemari kaca. Menuangnya pada gelas lalu menyesapnya dengan pelan. Mencoba menikmati tiap tetesan anggur yang membasahi kerongkongannya. Cukup lama Kiano duduk berdiam diri di sana. Sampai ekor matanya menangkap pemandangan yang membuatnya terkejut. "Uhuk..." Kiano tersedak wine yang ia minum. Mengusap bibirnya yang basah dengan sapu tangan. Sejurus kemudian membawa matanya menatap dari ujung rambut hingga kaki wanita yang tengah berdiri sempurna di hadapannya. "Apa yang sedang kau lakukan?" "Aku?" tanya Anne. "Memang siapa lagi yang ada di sini selain kita berdua?" ketus pria itu. "Tidak ada, hanya ingin mengambil minum saja," jawab Anne santai. Kiano mendesah sebal. "Bukan begitu. Maksudku, kenapa kau berkeliaran hanya dengan menggunakan jubah mandi? Apa kau sengaja ingin menggodaku?" tuduh Kiano. Jelas saja ia bingung mendapati Anne yang tiba-tiba lewat hanya menggunakan jubah mandi dengan rambut basah terurai. Kiano manusia normal, melihat wanita seksi lewat begitu saja, bisa membangkitkan sisi lelakinya. "Aku tidak punya sesuatu yang bisa dipakai. Kau tahu sendiri aku kemari tanpa membawa barang satu pun." Kali ini Anne turut mendesah pelan. "Kalau kau lupa, kau bahkan melarangku untuk keluar dari hotel ini. Lalu bagaimana caranya aku membeli pakaian?" Kiano berdecak pelan. Kemudian merogoh ponsel yang ada di saku jasnya. Lantas tak berapa lama menghubungi seseorang. "Meggy, tolong pergi ke butik yang ada di lantai dasar hotel. Bawakan aku beberapa pasang pakaian wanita untuk Anne. Terserah model apa saja. Ku pikir, kau juga paham ukuran apa yang pas untuknya." Setelah menutup panggilan telponnya, Kiano kembali menatap Anne dengan tatapan yang menghujam. "Sebentar lagi asistenku akan membawakanmu baju. Ingat! Jangan berkeliaran di ruanganku dengan jubah mandi seperti ini." Anne tersenyum menanggapi ucapan Kiano. Wanita itu lantas maju selangkah. Dengan sengaja merapatkan tubuhnya demi meraih gelas wine yang ada di belakang Kiano. Aroma sabun vanilla yang ia pakai, menusuk tajam indra penciuman Kiano. "Tenang saja calon suami, aku akan menuruti semua perintahmu," bisik Anne tepat di telinga Kiano. Selesai menyicipi sedikit wine yang ada di tangannya, Anne pergi begitu saja. Meninggalkan Kiano yang mengumpat keras di dalam hati. Sialan! Wanita ini benar-benar cari masalah denganku. . . (Bersambung) . JUDUL NOVEL : PLAYDATE PENULIS : NOVAFHE
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD