1. First Time

1843 Words
"Seperti dua sisi yang dibolak-balik, mungkin begitulah rasa. Dia tak pernah tahu kepada siapa dia mencintai hingga hati mantap untuk menetap. ----- Kiano Aldrich Winata. Sosok pria yang begitu dikenal oleh hampir seluruh penduduk kota London. Seorang pengusaha muda yang sukses mengembangkan bisnis di bidang perhotelan. Kiano, selama ini dikenal public luas sebagai seorang Playboy yang gemar sekali bergonta-ganti pasangan. Tak jarang pria itu kepergok menggandeng mesra banyak wanita entah dari kalangan model atau aktris yang tengah naik daun. Siang itu, Kiano tampak menghabiskan waktunya untuk menyantap makan siang bersama sang adik, Kenzie Winata. Ketika asyik bercengkrama, tiba-tiba pria itu dikejutkan oleh kedatangan seorang wanita cantik yang sebelumnya tidak pernah ia kenal. "Kiano! di sini kau rupanya. Aku bahkan sudah keliling mencarimu." Kiano menghentikan kegiatan makannya. Pria itu menoleh ke arah sumber suara. Dari raut wajahnya tergambar jelas kalau ia tampak bingung menanggapi ucapan wanita yang saat ini tengah berbicara padanya. "Tunggu dulu, apa kau mengenalku?" Mata Kiano menyipit. Dalam hati bertanya-tanya siapa sosok wanita di depannya. "Lagi pula untuk apa kau mencariku? Apa kita terlibat suatu masalah sebelumnya?" tanyanya bingung. Wanita cantik itu terlihat memicingkan matanya, menatap Kiano dengan tatapan yang sulit ditebak. "Kau lupa siapa aku?" Kening Kiano langsung berkerut dalam. Otaknya mencoba untuk mengingat-ingat kembali apakah ia sebelumnya pernah bertemu atau mengenal wanita tersebut. Tapi, setelah berusaha keras, pada akhirnya ia menyerah. "Jujur saja aku benar-benar tidak mengenalmu," balas Kiano. Wanita itu sedikit mendesah, wajahnya mulai terlihat frustrasi. "Yang benar saja kau tidak mengenalku, bukannya kau pria yang sudah menghamiliku?" "Apa?!" Kiano, Kenzie, serta Alya yang saat itu tengah duduk mendengarkan, kompak terkejut bersamaan dengan apa yang baru saja mereka dengar. Ungkapan ini membuat ketiganya sampai terperanjat. Kenzie yang duduk bersisian dengan Kiano, bahkan langsung melayangkan tatapan menghunus pada saudara lelakinya. "Kai, apa benar kalau kau sudah menghamili wanita ini?" Kiano mendengkus kesal. Tidak terima kalau dituduh demikian. Enak saja, pikirnya. "Menurutmu apa mungkin aku menghamili seorang wanita yang statusnya belum menjadi istriku?" Kenzie langsung terdiam. Menurutnya sangat tidak mungkin kakaknya itu menghamili wanita di luar sana tanpa ada ikatan resmi sebelumnya. Keluarga mereka terlalu menjunjung tinggi ke sakralan sebuah pernikahan. Iya, Kenzie dan Kiano memang dididik untuk menjaga kehormatan para wanita. Itu sebabnya walau terkenal Playboy, tetap saja mereka tidak akan mau dan tidak pernah berani membawa serta wanitanya untuk naik ke atas tempat tidur. Lebih-lebih, Kiano. Walaupun suka bergonta ganti pasangan, ia paling anti membawa teman kencannya sampai pulang ke rumah. Kini pria itu kembali membawa matanya. Menghujam tepat pada iris biru milik wanita yang mengaku hamil anaknya tersebut. "Aku yakin kau salah orang, Nona. Aku benar-benar tidak mengenalmu. Lagi pula sudah lama aku tidak pergi bersama seorang wanita. Aku rasa kau salah menuduh orang." Wanita itu menggelengkan kepalanya berkali-kali. Tetap bersikukuh dengan apa yang ia ungkapkan sebelumnya, "Tidak. Aku sangat yakin kau orangnya. Kau Kiano Aldrich Winata, kan? Lagi pula aku punya bukti kalau kita pernah tidur bersama. Aku bisa memperlihatkannya padamu." Kini giliran Alya yang mengambil alih pembicaraan. Wanita itu merasa harus segera turun tangan. "Sebaiknya kita selesaikan ini di rumah, Kai. Apa kau tidak lihat semua orang disini tampak memerhatikan kita?" Kiano mengedarkan pandangan, memindai satu per satu orang yang berada di sekeliling mereka. Dan benar, beberapa dari tamu restoran tampak terpaku melihat tingkah laku wanita antah berantah yang sedang berdiri tidak jauh dari meja makannya. "Lalu aku harus membawanya kerumahku? Kau yakin?" tanya Kiano ragu. "Kita bawa saja dia ke Hotelmu," saran Alya. Dengan raut wajah malas Kiano menyetujui saran Alya. Membawa wanita yang tidak ia kenal sebelumnya untuk ikut menuju Hotel miliknya. **** Four Season Hotel-London, Inggris. "Nona, aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Apa tujuanmu sebenarnya hingga menuduhku menghamilimu?" tanya Kiano sesaat setelah mereka berkumpul di ruang kerjanya. Wanita itu melempar senyum ke arah semua orang. Pembawaannya sangat santai seakan-akan ia tidak merasa jika Kiano saat ini tengah mengintimidasinya dengan segala pertanyaan dan penuh keraguan. "Sebelum kita melanjutkan lebih jauh, harusnya aku memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Annastasia, kalian semua bisa memanggilku Anne. Aku tidak ingin berkata terlalu banyak. Lebih baik sekarang kau lihat saja bukti yang aku bawa." Lalu Anne memberikan Kiano ponsel yang ia bawa. Bermaksud menunjukkan bukti yang bisa menjawab semua pertanyaan yang sedang memenuhi kepala pria itu. Di ponsel itu terlihat jelas rekaman CCTV kejadian sekitar dua bulan yang lalu, di mana Kiano sedang hadir dalam suatu pesta di salah satu Club Malam di pinggiran kota London. Di sana, Kiano tampak minum bersama teman-teman nya lalu tak berselang lama pria itu berjalan sempoyongan menuju sebuah kamar ditemani seorang wanita dan rekaman CCTV pun berhenti setelah mereka masuk ke dalam kamar. "Hanya ini?" tanya Kiano. "Kau bisa geser layar ponsel yang kau pegang. Setelah rekaman itu ada bukti apalagi yang sudah aku simpan," sahut Anne. Kiano menuruti perintah wanita itu dengan menggeser layar ponsel yang ia pegang. Sekumpulan foto yang menunjukkan Kiano sedang tidur di atas ranjang bersama seorang wanita. Posisi mereka bahkan sangat intim karena terlihat Kiano tidak mengenakan pakaian bagian atas, pun begitu dengan sang wanita. Kiano menggelengkan kepala tidak percaya. Sekali lagi iya tidak yakin dengan apa yang ia lihat. Penasaran, Kenzie meraih paksa ponsel yang Kiano genggam. Memerhatikan satu persatu bukti yang ada di sana. "Kau benar-benar menidurinya, Kai!" tuduh Kenzie. Kiano mengusap wajahnya dengan kasar. "Demi Tuhan, aku tidak merasa menidurinya, Ken. Apalagi sampai menghamilinya. Wanita ini pasti menjebakku, atau mungkin saja ia sedang berbohong pada kita semua." Kiano kembali menatap lekat wajah Anne. "Sebenarnya apa tujuanmu melakukan ini? Kau ingin uang? Kalau iya aku bisa memberikannya. Tapi stop menuduhku melakukan perbuatan yang tidak sama sekali aku lakukan!" Anne tertawa masam ke arah Kiano. "Uang? Kau pikir aku melakukan ini karena butuh uang? Kalau kau lupa, aku bahkan menaiki mobil sport seharga dua juta poundsterling untuk sampai ke hotelmu ini." "Lalu apa yang kau inginkan?" "Aku cuma ingin kau bertanggung jawab! Kalau kau masih saja tidak percaya, kita bisa ke rumah sakit sekarang untuk memeriksa apakah aku hamil atau tidak. Tapi kau harus pastikan dulu tidak ada paparazzi yang membuntutimu. Bukankah nama baikmu juga harus diperhatikan? Karena di Negara ini siapa yang tidak mengenal Kiano Aldrich Winata." Kiano terdiam. Kini tangannya terlihat memijat halus keningnya yang seketika terasa pening. Hatinya masih saja menerka apa maksud dari semua ini. Melihat saudara lelakinya begitu frustrasi, Kenzie segera menarik Kiano untuk mendekati posisi di mana ia sedang berdiri. "Lebih baik kau biarkan wanita ini tinggal dulu bersamamu, Kai," bisik Kenzie. Kiano terkesiap mendengar saran Kenzie. "Yang benar saja aku harus tinggal bersama orang yang tidak aku kenal. Mana aku tahu kalau dia ternyata teroris, agen rahasia, buronan atau mungkin saja mata-mata dari rivalku!" Kiano balas berbisik. "Tapi kau juga tidak bisa membiarkannya berkeliaran di luar. Mana tahu kalau dia benar memgandung anakmu. Kau juga tidak bisa menjamin kalau wanita itu tidak berbicara macam-macam ke publik. Sungguh, aku tidak masalah nama baikmu hancur, tapi kau harus memikirkan perasaan Mama dan Papa, Kai!" Kiano menggeram. Semuanya tampak serba salah di matanya saat ini. Benar kata Kenzie, membiarkan wanita itu pergi jelas saja tidak menutup kemungkinan publik akan tahu semua skandal yang ia perbuat. Tidak ada yang perduli akan kebenaran berita itu. Namun di satu sisi, Kiano juga tidak bisa serta merta membawa wanita yang tidak ia kenal tinggal bersamanya. "Lalu aku harus bagaimana?" tanya Kiano frustrasi. Kenzie tampak berpikir sejenak, lantas tak lama ia kembali berbicara, "Biarkan dulu untuk sementara wanita itu tinggal bersamamu, tapi ku sarankan kau juga harus menyelidiki latar belakangnya. Kau bisa saja memanfaatkan keahlian Hans untuk menyelidiki motif apa di balik ini semua." "Apa kalian sudah selesai berdiskusinya?" tanya Anne yang dari tadi berpikir posisinya terabaikan oleh kedua bersaudara yang sibuk berbicara sendiri. Kiano melangkah maju mendekati posisi di mana Anne sedang duduk. "Baik, untuk sementara kau boleh tinggal bersamaku. Aku akan tunggu sampai bayi yang kau sebut anakku itu lahir. Kalau memang pada akhirnya dia lahir dan benar terbukti anakku, aku janji akan bertanggung jawab penuh." Anne melempar senyuman ke arah Kiano. "Well, apa aku bisa mempercayai ucapanmu?" Kiano tersenyum masam ke arah Anne. "Pria itu dipandang karena ucapannya. Aku dididik untuk memegang apa yang aku ucapkan atau janjikan. Bahkan sekarang aku khawatir jika ucapanmu yang tidak bisa dipercaya." Anne tertawa mendengar ucapan Kiano yang masih saja menyangsikan pengakuannya. "Terserah kau saja, tetapi untuk saat ini aku akan mengucapkan terima kasih untuk calon suamiku. Selain tampan kau sangat bertanggung jawab rupanya." Kiano berdecak keras melihat tingkah laku Anne. Sejurus kemudian pria itu memutar langkahnya meraih telepon yang ada di meja kerja lalu menghubungi seseorang. "Mike, ke ruanganku sekarang." perintahnya. Tak berapa lama terdengar suara ketukan pintu sebanyak dua kali, lalu masuk seorang pria muda mengenakan setelan jas rapi menghampiri Kiano. "Tempatkan wanita ini di kamar Presidential Suite bersamaku. Jangan lupa beri tahu juga Meggy untuk menyiapkan semua keperluannya. Layani ia layaknya tamu VVIP. Awasi dan jangan lupa siapkan juga pengawal di depan kamar." Pria bernama Mike yang tak lain adalah sekretaris Kiano tersebut hanya mengangguk kemudian menghampiri Anne yang masih duduk di sofa. "Kau bisa ikut denganku, Nona," ajaknya Anne pun mengikuti langkah Mike menuju kamar yang akan di tempatinya. Sementara itu Kiano masih saja terdiam terpaku. Melihat itu, Kenzie kembali menghampiri saudara lelakinya. "Seharusnya kau bahagia karena akan menjadi calon Ayah, Kai. Itu artinya Rapha akan memiliki teman bermain dalam waktu dekat. Lagi pula wanita itu cukup cantik, sesuai dengan seleramu." Kiano menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan apa yang diucapan adiknya. "Ini bukan lelucon, Ken. Harus bagaimana lagi aku menjelaskan kalau aku tidak sedikitpun mengenal wanita itu. Semabuknya aku, tidak pernah sekalipun aku meniduri teman kencanku." Kenzie tergelak mendengar balasan Kiano. Sebenarnya ia kasihan melihat saudaranya yang kini tampak sekali pusing memikirkan masalah yang sedang menimpanya. Bertahun-tahun menjadi Playboy tidak pernah sekalipun Kiano terlibat skandal seperti ini. "Hubungi Hans sekarang juga, minta ia menyelidiki calon ibu dari anakmu. Sementara menunggu kabar, kau harus memperlakukannya dengan baik. Walau bagaimanapun ia seorang wanita yang harus dilindungi." Kiano menarik napas begitu dalam hingga tanpa sadar bahu nya terangkat dramatis. dia merasa begitu sesak saat ini. "Aku akan coba mengikuti semua saranmu. Tolong jaga rahasia ini. Aku hanya tidak ingin Mama sampai tahu. Itu sangat berbahaya untuk kesehatannya." "Untuk yang satu itu kau tidak perlu khawatir. Yang terpenting cepat selesaikan masalahmu." Kenzie menepuk pelan bahu Kiano kemudian pergi meninggalkan saudaranya sendiri didalam ruang kerjanya. Kiano menatap lurus ke arah luar jendela. Memejamkan mata nya sejenak, berusaha mengingat-ingat kejadian malam itu. Mencoba menyusun serpihan puzzle ingatan yang menunjukkan kejadian demi kejadian. Namun tak berapa lama ia kembali menggeram kesal, tidak ada satupun yang ia ingat. Kiano Aldrich Winata menikahi wanita tidak dikenal? Yang benar saja, Kai! Pengusaha tampan sekelas Kiano Aldrich Winata menikahi wanita antah berantah yang tidak jelas asal usulnya? Kiano menggelengkan kepalanya berkali-kali. Mencoba menepis semua pikiran buruk yang memenuhi otaknya saat ini. Apa ini karma? Apa ini semacam balasan? Bukannya aku sudah minta maaf dan berusaha berubah? Ya, jadi Playboy juga salah sebenarnya. Tapi ini bukan salahku sepenuhnya, kalau para wanita menyukai dan rela berkencan denganku. Aku hanya berusaha mencari yang terbaik untuk dijadikan pasangan. . . (Bersambung) . Judul Novel : PLAYDATE PENULIS : NOVAFHE
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD