Cerita Masa Lalu

2572 Words
“Alena....” Azmi langsung memeluk wanita tersebut. “Kamu kemana saja, Len, Ibu sangat merindukanmu, Len.” “Mimi?” Ucap wanita itu pelan. “Iya, Len, ini aku Mimi. Kamu kemana saja Len? Ibu mencari keberadaan mu. Kenapa kamu pergi dari panti? Ibu sudah mencarimu kemana-mana, Len. Kamu pulang ya, Ibumu sakit, Len.” Mimi mengurai pelukannya kepada wanita tersebut. “Aku tidak bisa pulang Mi. Aku memiliki kehidupan dan keluarga disini. Jadi kamu pergilah, jangan coba-coba untuk mencari keberadaan aku.” Wanita itu pergi berjalan cepat untuk meninggalkan Azmi. "Alena, Ibumu sangat merindukanmu. Pulanglah! Aku mohon.” Azmi berteriak kepada wanita tersebut, berharap wanita itu berhenti dan mau mendengarnya. Tetapi semuanya sia-sia wanita itu tetap berjalan menjauh dan pergi di bawa taxi. Azmi menarik nafasnya dalam-dalam, dan menghembuskannya secara perlahan, dengan langkah gontai Azmi kembali ke kantor untuk melanjutkan pekerjaannya. Saat Azmi sampai di ruangannya, ia dikejutkan dengan tangisan seorang anak perempuan. Azmi melirik Lina yang sedang menghidupkan komputernya. “Lin, Tania kenapa?” Azmi berbicara dengan Lina menggunakan gerakan bibir saja, tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Lina membalas pertanyaan Azmi dengan menaikkan kedua bahunya, dan menunjuk ke arah ruangan Reno. Lina juga memberi kode agar Azmi masuk kedalam ruangan Reno. Tetapi Azmi malah menggelengkan kepalanya dan menysul Lina untuk bekerja. “Aku tidak ingin masuk kesana Lin. Kamu ini ada-ada saja.” Azmi mulai menghidupkan komputer yang ada di kubikel nya. "Ya…, barangkali kamu ingin membujuk anaknya pak bos, biar nggak menangis lagi.” Ucap Lina. “Ya tapi kan aku…,” “Geng… kalian tau nggak sih, Pak Reno tadi berantem lagi sama istrinya.” Ega yang baru datang langsung duduk diantara Azmi dan Lina. Gadis itu juga membuat kalimat Azmi terputus begitu saja. “Kamu tau dari mana?” tanya Lina antusias. “Tadi, pas makan siang, ponsel aku ketinggalan, jadi aku balik lagi kesini untuk mengambil ponsel tadi. Ehhh... ternyata si bos sedang perang mulut di dalam.” Jawab Ega tidak kalah semangatnya. “Terus… terus?” Lina semakin bersemangat. Ega dan Lina semakin bersemangat untuk membicarakan keributan yang terjadi antara Reno dengan istrinya. Sedangkan Azmi, mata dan tubuhnya memang menghadap kepada Ega dan Lina, tetapi indera pendengarannya fokus kepada suara tangis yang berasal dari ruangan Reno. Suara tangisan tersebut tidak kunjung berhenti. Bahkan terdengar semakin bertambah nyaring. “Azmi bisa keruangan Pak Reno sebentar?” Andrean berdiri tepat di depan kubikel Azmi, membuat Ega dan Lina menelan bulat-bulat gosip mereka. Sedangkan Azmi masih terlihat seperti orang yang sedang serius menyimak. Padahal Ega dan Lina telah kembali ke kubikelnya masing-masing. “Azmi Zalina.” Andrean menjentikkan jarinya ke depan wajah Azmi. Azmi terkesiap dan langsung mengetik sesuatu di keyboard komputernya. “Mimi. Kamu sedang mengetik apa?” Andrean menunduk, dan melihat ke arah layar komputer Azmi. “Ini Pak, laporan yang tadi Bapak minta.” Selesai mengucapkan jawabannya, mata Azmi membola. Ia melihat tampilan komputer yang masih berada di menu utama. “Hehe. Saya pikir Sudah masuk ke dalam, Pak.” Azmi mengusap tengkuknya yang mendadak merinding. “Masuk? Masuk kemana Mi?” Andrean menggeleng pelan. “Lupakan! Ayo ikut Papi ke ruangan Bang Reno.” Andrean langsung menarik lengan Azmi untuk berdiri, dan menyeret gadis tersebut ke dalam ruangan Reno. Azmi tidak merasakan apa-apa pada kakinya. Ia seakan melayang saat di seret oleh Andrean. Sedangkan Lina dan Ega mengerjapkan mata mereka berkali-kali. Mencoba mencerna ucapan Andrean yang memanggil dirinya sendiri dengan sebutan Papi. Beberapa detik kemudian, Ega dan Lina saling pandang. Mereka berdua sama-sama mengucapkan kata-kata "Papi" tanpa mengeluarkan suara. Lina dan Ega langsung berdiri dan berpelukan satu sama lainnya. “Ga... Akhirnya pak Andrean laku juga. Jadi bininya pak Reno bisa fokus untuk mengurus pak Reno dan Tania.” Ucap Ega. “Kamu benar Ga. Sudah saatnya istri pak Reno move on, agar Tania bisa merasakan kasih sayang kedua orangtuanya.” Sambung Lina. “Kita doakan saja ya, Lin! semoga hubungan Azmi dan pak Andrean segera diresmikan Agar si mantan Office girl bisa fokus mengurus keluarganya sendiri.” "Iya. Semoga saja. Ayo kita kembali bekerja, gosipnya kita sambung nanti pas pulang kantor." Ega dan Lina kembali ke kubikelnya masing-masing. Untuk memulai pekerjaan mereka kembali. Kedekatan Andrean dan Azmi membuat mereka yakin Reno dan Tania akan segera menemukan kebahagiaan mereka. Disaat kedua temannya tengah bersuka cita dengan hubungannya, suasana hati Azmi berbanding terbalik dengan temannya. Azmi terharu melihat Reno yang sedang berusaha untuk membujuk Tania agar gadis kecil itu segera diam. Berbagai macam cara dilakukan oleh Reno untuk membuat putri kecilnya itu kembali tersenyum. "Mi, Mimi." Andrean berbisik dan menyikut lengan Azmi. Azmi mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Andrean. "Apa Pak?" Azmi ikut berbisik untuk menjawab panggilan Andrean. Andrean menunjuk Tania dengan dagunya. "Aku takut, Pak." Azmi menggeleng pelan. Andrean menyatukan kedua telapak tangannya untuk memohon kepada Azmi. "Mmmm. Baiklah!" Azmi berjalan perlahan menuju Reno yang sedang menggendong Tania yang masih menangis sesegukan. "Tania, kamu kenapa, sayang?" Azmi mengulurkan tangannya untuk mengambil Tania dari gendongan Reno. "Kata Andrean tadi Tania sempat tertidur, dan terbangun saat mendengar Andrean berteriak.Tania memang selalu seperti ini Mi, saat tidurnya terganggu." Reno menjawab pertanyaan Azmi sambil terus mencoba menenangkan putrinya tersebut. "Boleh saya menggendongnya, Pak?" Reno berpikir sejenak. Ia menimbang apakah akan menyerahkan Tania atau tidak. "Coba serahkan kepada Azmi, Bang! Siapa tahu Tania mau. Sudah terlalu lama dia menangis, Bang. Aku takut nanti dia jatuh sakit." Ucap Andrean. Andrean merasa bersalah kepada keponakannya tersebut. Karena ialah yang menjadi penyebab Tania menangis. "Baiklah" Dengan sedikit ragu, akhirnya Reno menyerahkan Tania kepada Azmi. Seperti yang telah dipikirkan Andrean, gadis kecil itu langsung menghentikan tangisannya dan kembali tertidur pulas di dalam pelukan Azmi. "Syukurlah dia sudah tenang. Kalau begitu aku kembali ke ruangan dulu ya, Bang. Gue titip Azmi. Abang jangan ganggu dia!" Andrean meninggalkan Reno dan Azmi yang sedang menggendong Tania. Saat Andrean telah menghilang di balik pintu ruangan Reno, tidak ada suara yang terdengar. Kecuali suara Tania yang masih terdengar sesekali terisak di dalam tidurnya. "Mi. Kalau kamu lelah, kamu bisa memberitahu saya. Saya akan menggantikan mu." Reno menatap kepada Azmi. "Melihat Reno yang terus menatapnya, Azmi langsung duduk, dan membaringkan tubuh Tania di atas sofa. Azmi menjadikan pahanya untuk menjadi bantal Tania. Lalu ia mengusap rambut Tania dengan penuh kasih sayang, membuat Tania memeluk pinggang Azmi. Reno tertegun melihat apa yang ada hadapannya sekarang, tanpa ia sadari ada senyum yang terbit dari bibir pria itu. "Tania merindukan sosok seorang Ibu." Ucap Reno. Pria itu meraih sebuah selimut tipis, dan menutup setengah tubuh Tania. "Tania tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh Mommynya. Semua terjadi karena keegoisan saya, Mi. Saya sengaja menghamili Mommynya Tania, agar dia menjadi milik saya. Tanpa memikirkan perasaan Momy Tania." Reno duduk di lantai, ia ikut mengelus pipi chubby putri kecilnya. Azmi tertegun melihat Reno, pria itu terlihat sedang mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Dari mata Reno, Azmi bisa melihat ada luka yang sedang dipendam oleh Reno. Mata pria itu juga terlihat semakin memerah. "Tidak ada yang perlu disesali, Pak. Kita tidak bisa menjemput kembali waktu yang telah pergi. Kita hanya bisa memperbaiki apa yang ada saat ini, agar masa depan menjadi lebih baik." Azmi memberanikan diri untuk menenangkan pria yang sedang duduk di dekat kakinya. "Saya pesimis, Mi. Saya tidak yakin bisa memberikan kebahagiaan untuk Tania. Sampai detik ini, Mommynya tidak pernah menyentuh putrinya sendiri." Reno menatap iba kepada putrinya. "Saya selalu berusaha untuk menjadi Momy, sekaligus Daddy untuk Tania." Reno tersenyum getir, mengingat semua kelakuan buruknya di masa lalu. Ia hanya mementingkan egonya sendiri, sehingga Reno merenggut masa depan gadis yang ia cintai. Tetapi gadis itu tetap menjaga cintanya untuk Andrean, adik Reno sendiri. Sampai hari ini, mommy Tania masih menjaga cinta itu agar tetap utuh untuk Andrean. Beberapa menit kemudian, Andrean kembali ke dalam ruangan Reno, karena pria itu ingin meminta tanda tangan Reno. Langkah Andrean berhenti di depan pintu Reno. Andrean mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang ia lihat adalah sebuah kenyataan. Andrean bisa melihat dengan jelas bagaimana Reno dengan santai duduk di lantai. Bercerita dengan Azmi tentang masalah yang ia hadapi. Andrean juga melihat Reno yang begitu santai saat bercerita dengan Azmi. Mereka berdua berbicara seperti suami yang sedang mengeluh tentang pekerjaanya kepada sang istri. Andrean memilih mundur, dan kembali ke dalam ruangannya. Aku mohon bang, jangan Azmi! Karena kali ini aku yang mencintainya. Dia telah berhasil menggetarkan hatiku yang telah lama mati. Semenjak Natasya, istriku pergi untuk selamanya. Andrean mengusap wajahnya dengan kasar. Ia kembali teringat kepada Natasya, istrinya, yang pergi meninggalkan Andrean untuk selamanya. Natasya pergi meninggalkan Andrean saat usia pernikahan mereka baru berumur empat bulan. Sedikit cerita tentang Andrean, saat SMA Andrean memiliki seorang kekasih bernama Natasya Adelia, gadis cantik blasteran Indonesia dan Argentina. Andrean menikahi Natasya saat mereka sama-sama baru menyelesaikan masa SMA mereka. Pernikahan mereka berlangsung bukan karena Natasya hamil di luar nikah. Akan tetapi, karena Natasya mengidap penyakit kanker darah. Natasya meminta Andrean menikahinya agar Mereka berdua bisa memiliki anak, dan Natasya bisa memberikan Andrean seorang anak sebagai pengganti dirinya. Andrean menyetujui permintaan Natasya dan mereka langsung menikah saat mereka lulus SMA. Satu bulan pernikahan, Natasya positif hamil. Membuat mereka berdua bersuka cita, dan lalai dengan penyakit yang diderita oleh Natasya. Saat usia kandungan Natasya memasuki usia sembilan minggu, kanker Natasya semakin parah, dan merenggut nyawa sekaligus janin yang berada di dalam rahimnya. Kepergian Natasya, membuat rasa penyesalan yang sangat dalam untuk Andrean. Di usia yang masih sangat muda, ia harus kehilangan anak sekaligus istri yang ia cintai. Semenjak hari itu, Andrean menutup diri dari yang namanya percintaan. Tetapi semenjak tadi pagi hati yang membeku itu kembali cair. Jantung yang biasa saja, kembali berdetak dengan sangat kencang. Saat Ia bertemu dengan Azmi dan berdekatan dengan gadis tersebut. Setelah sekian tahun lamanya, Andrean bisa merasakan kembali indahnya jatuh cinta. Setelah mengobrol cukup lama bersama Azmi, Reno merasakan ada sesuatu di dalam hatinya. Sebuah rasa yang cukup besar melebihi kasih sayangnya kepada sang istri. Reno mengerjapkan matanya saat melihat mata oval milik Azmi yang menatap langsung ke dalam matanya. Azmi memiringkan kepalanya. Ia merasa heran melihat Reno yang tiba-tiba terdiam dan menghentikan ceritanya tentang Momynya Tania. Karena Azmi benar-benar penasaran dengan cerita masa lalu Reno, yang membuat Tania terluka baik secara batin maupun fisik. “Pak… Pak Reno.” Azmi melambaikan tangannya ke hadapan wajah Reno, karena pria itu tetap menatap Azmi tanpa berkedip sedikitpun. Reno terkesiap dan langsung mengusap wajahnya. Seraya berkata, “Maaf, Saya melamun.” Untuk menghilangkan rasa malunya Reno langsung bangkit dan berpindah duduk ke atas kursi kerjanya. “Tidak apa-apa, Pak.” Azmi mengukir senyum di bibirnya. Membuat wajah gadis tersebut semakin terlihat cantik dan mempesona. Reno meneguk ludahnya berkali-kali, ia mencoba menetralkan rasa aneh yang mulai menyusup kedalam relung hatinya. Di saat Reno sedang menetralkan laju jantungnya, Azmi justru terlihat biasa saja. Tidak ada rasa canggung dari wajahnya. Gadis itu berekspresi datar seperti biasanya. Semakin membuat hati dan jantung Reno tidak karuan. Karena ia berharap Azmi juga memiliki rasa yang sama terhadap dirinya. Astaga, Ren, apa yang kamu pikirkan? Tidak seharusnya kamu menaruh rasa lebih terhadap Azmi, Kamu harus ingat, Ren. Kamu masih memiliki istri yang sangat kamu cintai. Sekali lagi, kamu harus ingat jika kamu sudah memiliki istri!" Reno berkelahi dengan batinnya sendiri. “Kakak?” Tania mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menghilangkan rasa kantuk di matanya. “Kamu sudah bangun, sayang?” Azmi membantu Tania untuk duduk dan sedikit merapikan pakaian Tania. “Sudah, Kak. Terimakasih ya, kakak sudah menemani Tania tidur.” Tania mencium pipi kanan Azmi untuk menunjukkan rasa terima kasihnya. “Sama-sama, sayang, kalau begitu kakak keluar dulu ya, sayang. Kakak ingin menyelesaikan pekerjaan kakak.” Azmi mencium pipi kiri dan kanan Tania. Tania mengangguk, dan mengantarkan Azmi hingga pintu ruangan Reno. Sebelum keluar, Azmi berpamitan dengan Reno. “Pak Reno, saya permisi Pak.” Azmi sedikit menundukkan tubuhnya. Akan tetapi Reno tidak merespon perkataan Azmi. sehingga Tania mendecih kesal dan mendekati Daddy nya itu. “Dad, Daddy kenapa? kak Mimi ingin Pamit, Dad.” Tania menggoyang-goyangkan lengan Reno. “Ah… iya sayang, ada apa?” Jawab Reno gagap. “Saya ingin pamit, Pak. Ingin....” “Jangan bapak, Kak Mi. Kak Mi lupa ya?” Tania sedikit merengek kepada Azmi. Azmi mengusap tengkuknya yang mendadak merinding dan menggigit bibir bawahnya sendiri. ”Sa-saya pamit ya, Dad," Azmi menyelesaikan kalimat singkatnya dengan susah payah. Ada rasa takut di hati Azmi saat memanggil Reno dengan sebutan Dad. Alih-alih menjawab 'Iya', Reno malah kembali ke mode bengong. Mencoba mencerna panggilan Azmi kepadanya. Daddy? Apakah aku tidak salah dengar? Tidak, tidak mungkin, aku pasti salah mendengar! Reno mengusap dadanya, Reno bisa merasakan jantungnya ingin segera melompat keluar dari rongga dadanya. Melihat Reno tidak merespon, Azmi menundukkan kepalanya dan langsung meninggalkan ruangan Reno. Pukul lima sore tepat, Azmi dan yang lainya bersiap untuk pulang. Hari pertama bekerja membuat Azmi lumayan kelelahan. Ditambah lagi, jantungnya yang tidak bekerja secara normal seperti biasanya. Satu hari ini jantung Azmi berdetak lebih cepat dari hari biasanya, membuat tenaganya semakin terkuras habis. Setelah membereskan seluruh barang-barangnya, Azmi mengikuti langkah Ega dan Lina untuk segera keluar dari gedung kantor. Azmi ingin segera pulang ke panti, untuk memberitahu kepada Maryam, Ibu panti sekaligus ibu kandung dari Alena sahabat Azmi. Yang tadi siang di jumpai Azmi. Azmi yakin, dengan kabar yang ia bawa untuk Ibu sambung nya itu, akan membuat kesehatan sang Ibu membaik. Saat menunggu angkutan umum di halte, Azmi melihat seorang Ibu yang sedang berjalan dengan anaknya. Semakin membuat Azmi tidak sabar untuk pulang, sekaligus ada perasaan khawatir yang tiba-tiba menyergap hati azmi. Lima menit menunggu, akhirnya angkutan umum yang ditunggu oleh Azmi datang juga. Angkutan umum yang di tumpangi Azmi berjalan bertepatan dengan Andrean yang datang mengejar Azmi. ia ingin mengetahui dimana gadis itu tinggal, dan bodohnya Andrean tidak meminta nomor ponsel milik Azmi. Andrean mendengus kesal melihat angkutan umum yang membawa Azmi perlahan menghilang dari pandangannya. Dengan langkah gontai, Andrean kembali ke dalam mobilnya sendiri. “Kurang sial apa lagi kamu Andrean, tadi pagi ban mobil kamu bocor, tadi siang hatimu juga di buat panas oleh Abangmu sendiri. Dan sekarang, Azmi lolos begitu saja.” Andrean memukulkan tangannya kepada kemudi. Pria itu terus menggerutu sepanjang perjalanan pulang. Jalanan yang macet parah membuat Azmi sampai di panti asuhan saat langit mulai menghitam. Rasa lelah dan mengantuk menghantam Azmi secara bersamaan. Duduk di dalam angkutan umum hampir dua jam membuat pinggangnya remuk seketika. Akan tetapi, rasa lelah yang bersarang di dalam tubuh Azmi langsung sirna seketika. Saat ia melihat atap panti asuhan dari jauh. Azmi sudah tidak sabar untuk menceritakan apa saja yang ia alami saat hari pertama bekerja. Semua angan yang ada di dalam pikiran Azmi seketika sirna. Tubuh Azmi langsung bergetar hebat. Air mata Azmi juga langsung lolos begitu saja tanpa mampu ia tahan, melihat beberapa buah karangan bunga yang tertata rapi di halaman panti asuhan. Di dalam karangan bunga tersebut sangat jelas tertulis, "Turut berduka cita atas meninggalnya Ny Maryam ” Azmi memaksakan langkahnya untuk masuk ke dalam panti asuhan. Di dalam ruang tamu yang cukup besar itu, telah terbaring jasad seorang Ibu pengganti untuk Azmi. Kilasan masa lalu langsung berputar di dalam benak Azmi. Ia masih ingat saat pertama kali Maryam menemukannya saat ia menangis di dekat makam sang Ibu. Maryam membawa Azmi ke panti asuhan miliknya, walaupun Azmi hanyalah anak angkat. Akan tetapi, kasih sayang yang diberikan oleh Maryam tidak ada bedanya dengan kasih sayang seorang ibu kandung. Rasa sakit yang tiba-tiba hadir di dalam hatinya, membuat tubuh Azmi limbung dan hilang kesadaran
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD