Petaka Dihari Pernikahan

1142 Words
"Hentikan pernikahan ini!" Terdengar suara teriakan Nyonya Jaya dengan keras. Teriakannya itu lantas membuat semua orang terkejut. Di saat Surinder akan menaruh sindoor di puncak dahi Tara, ibunya menghentikan ritual di akhir. "Ibu? Apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menghentikan pernikahan ini?" tanya Surinder heran dan juga bingung. Surinder dan Tara pun sama-sama berdiri. Semua keluarga dan tamu juga ikut bertanya-tanya dengan sikap Nyonya Jaya. Nyonya Jaya maju dan mendekati Surinder, lalu dengan tatapan tajam menyambar kalung bunga di leher putranya dan merenggutnya dengan kasar. Kalung bunga tersebut terputus dan di lempar jauh oleh Nyonya Jaya. Tara terkesiap melihat tindakan yang dilakukan Nyonya Jaya, begitu juga dengan ibunya, Ibu Parwati. "Nyonya, apa yang Anda lakukan?" tanya Ibu Parwati histeris. Nyonya Jaya melotot ke arahnya. "Inilah yang harus aku lakukan, kalau tidak putrimu hanya akan membuat malu keluargaku saja," pungkas Nyonya Jaya meneriakinya balik. Ibu Parwati merasa tercekat. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang membuat calon besannya itu marah besar. Sebelumnya ia terlihat baik-baik saja. "Jaya, apa yang kau katakan? Ini pernikahan putramu. Kenapa kau malah menghancurkan dengan menghentikannya?" ungkap sang suami bertanya pula. "Lebih baik aku menghentikan pernikahan ini sebelum gadis tidak bermoral ini menghancurkan putra kita. Aku tidak ingin dia masuk ke dalam rumah kita, karena itu hanya akan memperburuk reputasi keluarga kita," jawab Nyonya Jaya dengan pandangan berapi-api. Semua orang terdiam mendengar perkataan Nyonya Jaya. Wanita paruh baya itu menelisik tajam ke arah Tara yang masih diam membisu. "Apa kalian tidak ingin tahu kenapa aku menghentikan pernikahan ini?" tanya Nyonya Jaya sambil melirik pada semua orang. Semua orang pun terdiam dan merasa penasaran juga dengan hal itu. Kemudian Nyonya Jaya mengeluarkan ponselnya, lalu memutar video singkat yang ia terima dari nomor yang tidak dikenal dan mengarahkannya ke depan semua orang. Semua orang yang ada di sana terkejut menyaksikan adegan percintaan antara Tara dengan seorang lelaki. Di mana lelaki itu tampak mencumbuinya, sedangkan Tara terlihat memejamkan kedua matanya seperti sangat menikmatinya pula. Ibu Parwati terkejut bukan main, sedangkan Tara tampak shock saat melihat dirinya di dalam rekaman itu. Ia sampai menutup mulutnya dengan kedua tangannya seperti tidak percaya. Surinder merampas ponsel itu dari tangan ibunya dan melihatnya sendiri. Pelipisnya melebar menyaksikan adegan percumbuan Tara, lalu pandangannya beralih pada Tara. Tatapannya tajam seperti sebuah pedang yang menghunus yang siap menyabet dirinya. Surinder perlahan meraih sorban di kepalanya, ia begitu shock dengan hal itu. "Suri," Dengan cepat Surinder mengarahkan tangannya untuk menghentikan ucapan Tara. Tara, wanita malang itu tidak dapat berkata, air mata mulai mengumpal di lubuk matanya yang bening. Surinder melemparkan sorban yang mengikat kepalanya ke dalam api suci. "Kau sudah lihat? Bukankah Ibu sudah mengatakan kalau gadis ini bukan pilihan yang cocok untukmu, sekarang kau sudah membuktikannya, bukan?" Surinder terdiam dan mengingat kata-kata ibunya sebelum itu. "Kalian lihat, 'kan? Bagaimana karakter gadis ini? Sangat tidak bermoral, bagaimana bisa dia melakukan semua itu dengan pria lain?" tuding Nyonya Jaya dan mulai dengan kata-kata pedasnya. Ibu Parwati maju ke depan untuk menenangkan putrinya yang tampak tidak berdaya. "Kenapa Anda bicara seperti itu kepada putriku, Nyonya? Aku yakin semua itu hanyalah fitnah, putriku tidak mungkin melakukan hal serendah itu," Ibu Parwati membela putrinya. Namun, sepertinya semua orang terlihat tidak percaya begitu saja. Mereka masih saling berbisik membicarakan karakter Tara. "Ibu, aku tidak tahu apa-apa. Sumpah, Bu aku tidak merasa melakukan hal itu," tangis Tara pada ibunya. "Tutup mulutmu!" bentak Nyonya Jaya dengan keras hingga membuat darah Tara tersirap. "Kau pikir kami akan percaya? Setelah melihat bukti seperti ini siapa akan percaya dengan kata-katamu?" "Jaya, tenanglah! Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku sangat tahu bagaimana mereka," ucap Tuan Madav mencoba membela Tara dan ibunya. "Wah, benarkah? Seberapa besar kau mengenal mereka? Apa mereka istri dan putrimu, sehingga kau mengatakan sangat mengenal mereka? Omong kosong!" sangkal Nyonya Jaya dengan ketus. Tuan Madav tak dapat meneruskan perkataannya dalam menghadapi istrinya itu. Istrinya terlalu lantang bicara sehingga menyurutkan nyalinya seketika. Nyonya Jaya menghampiri putranya. "Suri, ayo kita pergi! Untuk apa kau melajutkan pernikahan dengan gadis yang tidak bisa menjaga kehormatannya dan juga keluarganya?" Ibu Parwati semakin terkejut mendengar keputusan nyonya Jaya. "Nyonya, Nyonya, tunggu! Aku mohon jangan batalkan pernikahan ini. Aku memohon padamu, Nyonya," Ibu Parwati berusaha menghentikan langkah Nyonya Jaya dan putranya. "Nyonya, janganlah mengambil keputusan dalam keadaan marah!" Tolong pikirkan lagi. Selama ini kau sangat mengenal Tara, 'kan? Aku yakin kau tidak akan percaya begitu saja dengan rekaman itu." Namun, ucapan permohonan yang dilontarkan Ibu Parwati itu percuma saja, karena Surinder dan ibunya tidak akan percaya begitu saja. Ibu Parwati berdiri di depan Surinder. Ia melipat kedua tangannya dan memohon. "Suri, aku percaya padamu. Kau sudah lama mengenal Tara, kau pasti tidak akan percaya dengan mudah, 'kan, Nak?" Surinder menatap Ibu Parwati yang berurai air mata. "Ibu, kalau aku mendengarnya dari orang lain aku pasti tidak akan percaya, tapi di dalam rekaman itu ... itu terlihat jelas, Bu. Bagaimana aku bisa tidak percaya?" "Percuma kau mengatakan apapun untuk membujuk putraku untuk tidak percaya. Kau lihat sendiri 'kan bagaimana moral putri yang kau banggakan itu?" sergah Nyonya Jaya pula. Ibu Parwati tidak dapat berkata apa-apa lagi saat Surinder telah memutuskan sesuatu. Percuma saja memohon padanya, Surinder tidak akan percaya lagi kepada Tara. Nyonya Jaya mengalihkan pandangan pada semua orang. "Kenapa kalian masih di sini? Pernikahannya dibatalkan, kalian silakan pulang ke rumah masing-masing!" Semua orang dan juga pendeta yang semula terdiam melihat drama perdebatan mereka, memutuskan untuk meninggalkan kediaman Tara. Ibu Parwati semakin terpuruk, begitu juga dengan Tara. Ia hanya bisa menangis. "Ayo kita pulang!" ajak Nyonya Jaya saat melihat suasana sudah tampak sepi. "Nyonya, aku mohon jangan pergi! Surinder Ibu mohon, jangan lakukan hal ini, Nak!" Ibu Parwati masih berusaha untuk menghentikan mereka. Namun, Nyonya Jaya dan Surinder tidak memperdulikan permohonan Ibu Parwati. Tara melakukan hal yang sama, ia meraih tangan Surinder dan memohon padanya. "Suri, aku mohon, percayalah padaku! Jangan tinggalkan aku, aku tidak pernah melakukan hal memalukan itu. Percayalah padaku, Suri!" Nyonya Jaya naik pitan saat melihat genggaman erat Tara pada tangan putranya. Ia meraih lengan Tara, "lepaskan tangan putraku!" Nyonya Jaya menyentak dan melepaskan lengan Tara dengan kasar. Gadis itu sampai tersungkur karenanya. Ibu Parwati menghampiri putrinya. "Tara ... Tara kau tidak apa-apa?" Ucapnya mencoba memeriksa. "Itu akibatnya kalau kau menyentuh putraku dengan tangan kotormu itu," hardik Nyonya Jaya melotot. Ibu Parwati memeluk Tara yang menangis. Surinder dan kedua orangtuangnya melanjutkan langkah mereka. Ibu Parwati ingin mengejar mereka lagi. "Surinder! Tunggu ... Suu ...." Tiba-tiba Ibu Parwati merasakan sesak di dadanya. Surinder dan keluarganya tidak memperdulikan keadaan Ibu Parwati. Kesakitan pada d**a Ibu Parwati semakin menjadi hingga ia tidak dapat menahannya. Tubuh Ibu Parwati rubuh ke lantai. Tara yang menyaksikan ibunya tergolek di lantai bergegas menghampirinya. "IBU!" Tara mengangkat kepala ibunya ke pangkuan. "Ibu ... Ibu ... Ibu, sadarlah!" teriak Tara memanggil ibunya. Ia sangat panik, namun Ibu Parwati hanya diam membisu tak menanggapi. "Ibu ...Ibu kenapa? Jawab aku, Bu!" ucap Tara menangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD