BAB 4 (Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad)

1708 Words
“Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Dia akan mengampuni siapa saja hamba-Nya yang bertaubat.” === Suara rintik hujan memenuhi pendengaran Hana. Aroma petrichor menyeruak begitu tajam menghampiri indra penciumannya. Aroma rintik air hujan yang membasahi tanah menjadi candu tersendiri bagi Hana. Semesta seakan ikut berduka atas patah hati yang Hana alami. Saat ini, ia sedang mengerjakan pesanan kue untuk Lutfi. Rasanya Hana tidak sanggup dan tidak mood mengerjakan  pesenan Lutfi jika Hana tidak ingat profesionalitas. Ketika mendengar orang lain menyebut nama Lutfi saja Hana masih merasakan sakit luar biasa. Sakit, perih yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Meskipun begitu, Hana tidak bisa berbuat apa pun. Lutfi sudah menemukan tambatan hatinya dan Hana tidak mau menghancurkan rencana pernikahan orang lain. Kali ini, mungkin Hana akan percaya nasihat yang mengatakan bahwa cinta tidak harus memiliki. “Apa yang perlu ibu bantu, Han?” tanya ibu Hana. “Eh, Bu? Gak ada kok, ini udah mau selesai,” jawab Hana. “Oh, bagus deh kalo udah mau selesai. Oh iya, kamu mau nemenin ibu gak ikut pengajian ke rumahnya Bu Lina, ibunya Lutfi?” “Pengajian apa, Bu?” “Itu, kan dua minggu lagi Lutfi mau menikah, nah minggu ini, hari ahadnya keluarganya ngadain pengajian gitu di rumahnya. Nah ini kue-kue yang kamu bikin kan juga buat konsumsi di acara itu,” jelas ibu Hana sambil menunjuk ke arah kue-kue yang sedang dikemas Hana. Hana pun menunduk terdiam. Ia memikirkan bagaimana caranya menolak ajakan sang ibu. “Hmmm ... ibu aja ya Bu. Hana lagi kurang enak badan. Abis ini pengen tidur, istirahat.” “Ya sudah kalo begitu, nanti ibu pergi dengan ibu-ibu pengajian lain saja.” “Maaf ya Bu, Hana gak bisa nemenin.” “Gapapa, ibu ngerti kok kamu capek, Sayang. Oh iya, tapi nanti pas walimahannya Lutfi kamu datang, kan?” Deg! Pertanyaan itu menusuk saraf-saraf kelenjar air mata Hana, memaksa mereka untuk segera mensekresikan air mata Hana. Ia tertunduk sambil meremas kedua telapak tangannya yang masih memegang plastik untuk membungkus kue. “Hmmm, maaf Hana belum tahu, Bu. Lihat nanti saja ya, Hana belum bisa janji.” “Iya, tapi ibu harap kamu datang lho, ga enak sama keluarga Lutfi yang lain,” ucap ibu Hana. Hana hanya mengulas senyum tipis, senyum kegetiran di bibir cantiknya. Apa aku sanggup lihat Lutfi bersanding di pelaminan dengan wanita yang bukan aku? gumam Hana dalam hati. === Hari pernikahan Lutfi pun tiba. Hana memohon kekuatan pada Allah untuk bisa menjalani hari ini. Kadang sisi jahat hati Hana berharap agar pernikahan Lutfi gagal. Namun, ia cepat-cepat beristighfar, memohon ampun kepada Allah. Ia terus menghibur hatinya sendiri. Ia terus menanamkan dalam pikiran dan hatinya “Apa yang akan menjadi milik lo gak akan tertukar Han. Allah punya ketetapan sendiri untuk hamba-Nya. Ya Allah beri aku suami yang seribu kali lebih baik dari Lutfi. Suami yang sholeh, mapan, tampan, berakhlak baik. Aamiin.” Hana memutuskan untuk tidak datang ke pernikahan Lutfi. Terserah orang menilai ia sebagai pengecut. Hana sudah tidak peduli. Toh tidak ada yang tahu juga kalau ia menyukai Lutfi karena selama ini Hana sangat pintar menyembunyikan perasaannya. Rasanya, Hana belum sanggup jika harus berhadapan dengan Lutfi dan istrinya nanti. Keselamatan jiwa dan hati Hana lebih penting, pikirnya. Ia pun memutuskan untuk berjalan-jalan ke toko buku mencari buku-buku resep masakan dan kue yang akan menambah inspirasinya. Usai menghabiskan waktu di toko buku, Hana memutuskan untuk mengunjungi rumah Rika. Ia ingi bermain dengan si kecil Rehan. Setelah mengendarai ojek online dari mall, Hana pun tiba di rumah Rika yang hanya berjarak beberapa blok dari rumahnya. Tok…tok…tok “Assalamu’alaikum,” ucap Hana sambil mengetuk pintu rumah Rika. “Wa’alaikumussalam,” jawab seseorang dari dalam rumah yang Hana yakini adalah Rika. “Eh elo Han, ayo masuk! Tumben main ke sini?” ucap Rika membukakan pintu dan mempersilakan Hana masuk. “Iya, gue sengaja mau main sama Rehan, kangen. Tumben rapi lo, dari mana?” Hana segera masuk ke ruang tamu rumah Rika dan duduk di salah satu kursinya. “Yah, masa nggak tahu? Gue dari kondangan Lutfi lah. Oh ya, kok lu gak kesana sih? Padahal nyokap lo kesana. Kasian tau sendirian. Anak durhaka lo,” ledek Rika. “Gue abis ada keperluan mendesak tadi, jadi gak bisa datang. Tapi gue udah nitip amplop kok ke nyokap gue,” ucap Hana santai sambil menyenderkan punggungnya di kursi. “Ya, bukan masalah amplop kali, Han. Lutfi kan udah sering bareng panitiaan sama kita, emang lo gak ada rasa gak enak gitu kalo gak datang?” “Ck…lebay lo Rik. Udah santai aja kenapa sih, oh iya mana si ganteng Rehan? Gue ambil ke kamarnya ya?” ucap Hana mengalihkan pembicaraan, sambil langsung masuk ke kamar Rehan. Tak lama Hana pun menghampiri Rika lagi dengan Rehan di gendongannya. “Ih, tambah gemesin aja nih jagoan satu,” ucap Hana sembari mencubit pipi gembil Rehan. “Iya dong Aunty, kapan Aunty mau kasih temen dedek bayi buat Rehan?” ucap Rika menirukan suara anak kecil. “Ya, nanti ya, Sayang. Aunty belom dapet calon bapaknya. Doain aunty ya biar cepet nemu calon bapaknya anak-anak aunty,” ucap Hana “Aamiin Aunty,” ucap Rika. Hana pun semakin asyik bermain dengan Rehan. Hana berusaha menghilangkan kesedihannya dengan terus menggoda Rehan. Meski terlihat jahil, sebenarnya Hana sangat menyayangi anak sahabatnya itu. Hana sudah menganggap Rehan sebagai anaknya sendiri. Ya karena di usianya Hana saat ini, sebenarnya dia sudah cocok untuk menjadi ibu. Rasa keibuannya pun sudah muncul. Hana dan Rika pun larut dalam obrolannya. === Meskipun tengan dirundung patah hati, Hana tetap berusaha tegar, berusaha kuat dan tersenyum menghadapi cobaan yang Allah berikan kepadanya. Dalam kelompok pengajiannya, Hana sangat dekat dengan Alnamira. Usia Alnamira tiga tahun di atas Hana. Ia juga belum menikah. Hana merasa Alnamira adalah wanita yang benar-benar shalihah dan pemikirannya sangat terbuka dan dewasa yang cocok menjadi istri dan ibu. Namun entah mengapa sampai saat ini belum ada lelaki yang mengkhitbahnya. Padahal, dari segi fisik, Alnamira termasuk gadis yang manis. Tapi memang Allah belum menunjukkan jodohnya untuk Mira. Hari ini rencananya Hana akan bertemu Mira di masjid alun-alun kota untuk mencurahkan isi hatinya. Hana pikir, Mira bisa menjadi teman curhat yang baik dan bisa memberikan solusi dengan keshalihannya dan pemikirannya yang dewasa. “Assalamu’alaikum Hana,” ucap Mira. “Wa’alaikumussalam, Teh,” jawab Hana sambil mengulurkan tangannya bersalaman dengan Mira. “Maaf ya teteh telat, tadi macet di jalana,” ucap Alnamira sambil merapikan hijabnya. “Iya gak apa-apa Teh, Hana juga belum nunggu lama kok.” Mira pun tersenyum mengangguk, senyumnya yang bisa meneduhkan hati siapapun yang melihatnya. “Oh iya, by the way kamu mau cerita apa sama teteh, Han? Soal ikhwan ya?” tebak Mira. Seketika Hana menunduk malu sambil tersenyum tipis. “Iya Teh, tebakan teteh bener.” “Sok atuh cerita, ada apa?” “Hana lagi patah hati, Teh. Ikhwan yang udah lama Hana suka udah nikah kemarin. Nyesek banget teh, rasanya, sakit.”ucap Hana sambil berkaca-kaca. “Padahal, kalo dilihat dari gelagatnya selama ini, kayanya dia juga suka Teh sama Hana. Apa mungkin cuma Hananya ya yang kegeeran atau baper?” ucap Hana sambil tersenyum miris. “Ya udah Han, emang dia bukan jodoh kamu. Sekarang teteh tanya, doa kamu sama Allah selama ini apa? “Hana berdoa, kalo emang dia sama Hana jodoh, bisa disatukan dalam ikatan pernikahan. Tapi kalo gak jodoh, Allah jauhkan kami dan ganti dengan yang lebih baik,” ucap Hana sambil menghapus air mata yang mengalir di pipinya. “Nah, Allah tuh lagi jawab doa kamu tau. Sekarang teteh tanya lagi, setelah patah hati, kamu makin deket apa makin jauh sama Allah? Makin rajin apa nggak ibadahnya?” tanya Mira. “Alhamdulillah iya, Teh. Hana semakin rajin shalat tahajud dan dhuha, semakin rajin zikir, dan ibadah lainnya. Hana rasa kalo gak dapet kekuatan dari Allah, Hana gak akan kuat, Teh.” Mira pun tersenyum, “Nah itu, kalo kamu semakin deket sama Allah, tandanya Allah itu lagi ganti cintanya kamu yang salah dengan cinta ke Allah, Han. Kalo dengan musibah, kekecewaan, patah hati bisa mendekatkan kita sama Allah, itulah cinta yang sesungguhnya. Allah sedang mencintai kita. Kamu harusnya bersyukur, Han, karena gak semua manusia Allah berikan kemudahan untuk beribadah dan taat kepada-Nya.” Hana pun dengan seksama mendengarkan semua nasihat dari Mira. “Allah lagi menyelamatkan kita dari perasaan yang salah. Kita gak boleh terlalu mencintai makhluk-Nya sehingga mengabaikan Sang Pencipta. Bukankah Allah Maha Pencemburu? Sebaik-baik mencintai adalah mencintai-Nya, Han. Solusi masalah kamu cuma satu Han, taubat. Allah ingin kita mendekat, peluk Allah erat-erat, jangan lepasin lagi. Perbanyak taubat, istighfar, rutinkan shalat taubat tiap hari, insya Allah hati kamu akan ridho dengan takdir ini.” Hana pun menangis tergugu karena merasa bersalah telah mengabaikan Allah selama ini. Betapa dosanya ia sudah mencintai lelaki yang belum halal baginya. Ampuni Hana ya Allah, ucap Hana dalam hati. “Setiap manusia diberi cobaan oleh Allah, pasti sesuai dengan kesanggupannya. Allah tau kamu bisa menghadapi semua ini, Han. Jadi jangan putus asa ya. Kita harus jadi wanita yang kuat, biar bisa jadi bidadari Allah di surga-Nya,” ucap Alnamira sambil tersenyum. “Aamiin, Iya teh, makasih banyak atas nasihatnya,” ucap Hana sambil coba tersenyum. “Kisah kamu mirip dengan teteh, tapi ada beberapa perbedaan,” ucap Mira. “Emang kisah teteh gimana? Boleh Hana tau?” “Dulu, teteh sempat hampir mau menikah dengan seseorang. Menjelang dua minggu pernikahan, tetiba dia membatalkan secara sepihak. Gak jelas alasannya dan menurut teteh gak logis. Teteh sama keluarga pun sedih banget rasanya. Untung teteh belum punya perasaan yang terlalu jauh sama dia. Tahunya dua minggu  kemudian dia nikah dengan wanita lain, Han. Ya walaupun teteh belum punya perasaan apapun, tapi rasanya tetep sakit dikhianatin seperti itu. Tapi cobaan itu yang bikin teteh berpikir semakin dewasa. Teteh juga bermuhasabah, bertaubat sama Allah dan juga berbaik sangka. Mungkin memang dia bukan orang yang tepat untuk jadi suami teteh,” jelas Mira. Hana pun tertegun mendengar cerita Mira, tak menyangka bahwa dia pernah hampir mau menikah. Hana jadi semakin yakin kalau Mira adalah wanita shalihah yang benar-benar kuat, calon bidadari di surge-Nya Allah. Karena Hana yakin tak semua orang mampu melewati cobaan seperti Mira. “Salah satu cara biar ikhlas juga dengan mendoakan, Han.” “Mendoakan gimana maksudnya, Teh?” “Doakan dia dan pasangannya jadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Siapa tahu dengan menikahnya mereka Allah akan memberikan keturunan-keturunan yang akan menjadi penegak agama Allah. Kita gak pernah tauh rencana Allah. Itu juga doa yang teteh panjatkan untuk mantan calon suami teteh,” jelas Mira sambil terkekeh kecil. Masya Allah, terbuat dari apa hati Teh Mira ini ya Allah. Udah dikhianatin, masih aja didoain. Semoga Allah segera pertemukan Teh Mira dengan jodoh dari Engkau yang paling baik ya Allah, gumam Hana dalam hati. “Kita gak usah takut gak dapat jodoh. Karena Allah telah menerangkan di alquran bahwa Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan. Ya kalo gak berjodoh di dunia, mungkin berjodoh di akhirat.” Mereka pun berpelukan sebelum berpisah. “Makasih ya Teh nasihatnya, semoga Allah meridhai apa yang kita lakukan.” “Aamiin, iya Han.” Hana pun bertekad untuk mencari jodoh dengan mencari cinta Allah. Jika cinta Allah sudah kita raih, maka apapun keinginan kita akan Allah kabulkan bukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD