Bimbang

1034 Words
Naila tidak tahu apa yang akan dilakukan dengan para atlet tersebut, perbaikan gizi rasanya tidak mungkin secara asupan gizi mereka sangat teratur dan siapa dirinya harus membuat perbaikan gizi bagi atlet tersebut ditambah atlet juara yang terkenal di seluruh Indonesia. Naila hendak memproteskan ini kepada kedua orang tuanya terutama Fajar yang mendukung keputusan ini, jika Fajar berkata seperti itu berarti Naila tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dengan tangan terbuka dan senyuman meskipun hatinya tidak menyukainya. "Anak mama kenapa?," tanya Indira ketika melihat Naila melamun di taman belakang "pasti masalah atlet itu." "Kalau udah tahu kenapa tanya," ucap Naila kesal membuat Indira tertawa "lagian kenapa juga Naila? mereka itu pasti sudah punya tim yang ok." Indira mengangkat bahu "mama gak paham secara mama bodoh gak kaya kamu dan mas kamu itu," Naila mencibir perkataan Indira. Naila mana percaya jika mamanya ini bodoh, kalau pun bodoh sekali pun tidak mungkin cafe yang Naila pegang sekarang bisa berdiri tanpa masalah. Bagi Naila mamanya ini hanya bodoh dalam menilai orang lain dan berasa kuliah di psikologi adalah sia – sia, hal ini yang selalu Indira bilang jika bersama Fajar. "Mama rayu papa dong biar Nay gak jadi pegang atlet itu," Naila memberikan tatapan memohon membuat Indira tertawa dan Naila menatap bingung. "Apa yang mau kamu pegang? bisa di marahin papa pegang-pegang cowok lain," Naila memukul dahinya pelan dan lupa jika sang mama pola pikirnya suka ajaib "mama gak bisa berbuat apa-apa lagi pula kemarin kamu sudah setuju kalau kamu menolak sekarang buat nama cafe jelek." Indira seolah tahu apa yang menjadi kelemahan dari Naila yaitu keluarga dan cafe sama seperti dirinya yang selalu mengedepankan orang sekitar dan melupakan diri sendiri. Naila menatap Indira dengan sedih membuat Indira tidak enak dibuatnya karena bagaimana pun Naila di dapatkan dengan sangat perjuangan bahkan Naila harus berada di meja operasi saat usianya kecil. "Apa alasan kamu menolak?," tanya Indira membuat raut wajah Naila berubah "mama hanya tanya bukan membantu tapi ya siapa tahu kalau alasan kamu masuk akal mama akan bicara sama papa dan membujuknya." "Mereka kan pasti punya ahli gizi dan tim yang hebat jadi buat apa ada Nay?," tanyaku langsung. "Kamu minder," tebak Indira langsung membuat Naila menatap tidak percaya atas tebakan itu "mama memang bodoh tapi mama bisa tahu bagaimana anak mama dengan baik." "Ma, bukan masalah minder hanya saja..." Naila bingung harus bicara apa kepada Indira. "Nay, ini kesempatan kamu yang bagus jadi gunakan ini untuk masa depan kamu," ucap Indira "siapa tahu ini jalan kamu mencapai keinginan kamu." Naila menghembuskan nafas atas apa yang dibicarakan oleh Indira, memang dahulu Naila berkeinginan untuk menjadi ahli gizi para olahragawan hanya saja ketika kesempatan ini datang rasa percaya diri Naila langsung hilang begitu saja. Indira meninggalkan Naila sendirian di taman belakang seolah membiarkan Naila berpikir dengan jernih atas apa yang akan dilakukannya ke depan nanti. "Anak papa kenapa?," tanya Fajar ketika Naila masuk ke dalam. Naila langsung masuk ke dalam pelukan Fajar mencari kehangatan di sana seolah ini adalah pelukan yang selalu Naila cari selama ini, Naila merasa pelukan Fajar selalu menenangkannya dalam keadaan apa pun itu. "Nay, percayalah sama kemampuan kamu jangan minder terus dan kesempatan ini tidak akan datang kedua atau kesekian kalinya," Fajar membelai rambut Naila perlahan "papa yakin kamu bisa melewati ini semua." "Kenapa papa bisa seyakin itu?," tanya Naila penasaran sambil melepaskan pelukan dari Fajar dan menatap wajahnya. Fajar tersenyum "karena kamu anak kami dan ada yang pernah bilang sama papa untuk berpikir positif jangan pernah negatif dengan orang." "Papa aja yang bucin tingkat angkut," sindir Naila membuat Fajar tertawa. "Mama yang bisa membuat papa seperti saat ini dan andaikan dulu tidak bertemu mama mungkin papa sudah hancur dan jatuh sejatuhnya sama seperti kakakmu jika tidak bertemu pasangannya mungkin tidak akan sekuat sekarang," ucap Fajar membelai wajah Naila perlahan "percaya pada papa kamu akan mendapatkan pria melebihi kami berdua tapi untuk saat ini percayalah pada kemampuan yang kamu miliki." Naila merenungkan perkataan Fajar di kamar yang harus mempercayai kemampuan yang dimilikinya, tapi permasalahannya adalah bagaimana dirinya nanti akan bertahan atas semuanya. Jalan ini yang Naila harapkan tapi ketika sudah di depan mata semakin membuat Naila berpikir banyak terutama kemampuan dirinya. Naila merindukan Benny biasanya di saat seperti ini Benny akan memberikan kekuatan pada dirinya dan meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja, bahkan Benny akan dengan senang hati membantu jika Naila mengalami kesulitan. Hubungan yang mereka jalani terkendala restu kedua orang tua Benny hal ini sama seperti Indira dahulu, tapi untungnya Indira mendapatkan pasangan Fajar jika tidak mungkin Naila tidak akan ada di dunia ini. Hubungan Naila dan Benny baik-baik saja tanpa ada kendala sama sekali meskipun statusnya bukan sebagai sepasang kekasih, tapi setidaknya masih bisa berteman akrab sampai detik ini. Naila bukan tidak tahu jika Benny berjuang untuk mendapatkan restu atas hubungannya, sebenarnya Naila sudah berusaha menolak keinginan Benny dan bersyukur Benny mengikuti permintaan Naila walaupun Naila tahu perasaan itu belum hilang di hati mereka berdua. Naila menghembuskan nafas panjang karena belum mendapatkan jawaban yang pas atas pikirannya, berkali-kali Naila mendapatkan nasehat dari Indira untuk menikmati hidup dan jangan membuatnya pusing karena masalah akan datang tiap saat. Saat ini Naila tidak bisa melakukan itu karena ini berkaitan dengan masa depan Naila ke depannya. Naila jika mengambil ini maka harus membagi waktu antara cafe, rumah sakit dan beberapa tempat. Tidak banyak yang tahu jika Naila juga memegang asupan gizi para penghuni panti asuhan dan panti jompo, serta bagi penderita kanker. Naila juga di rumah sakit sebagai ahli gizi bagi orang-orang yang memiliki riwayat sakit dan juga ingin diet sehat, jika Naila ambil maka benar-benar harus membagi waktu dengan sangat baik. Setelah pemikiran panjang akhirnya Naila memutuskan untuk menerima tawaran ini dengan banyak pertimbangan dan semoga pilihan ini bisa membuat Naila menjadi lebih baik dari sebelumnya dan melebarkan jangkauan karir Naila seperti apa yang dibilang Indira ketika mereka berada di taman belakang tadi sore. Langkah besar selanjutnya yang Naila lakukan untuk masa depannya dan berhadapan dengan pemain terkenal dengan sikap soknya kemarin. Naila hanya berharap tidak bertemu dengan pria tersebut atau jika mungkin bertemu lebih baik bertemu dengan partnernya bukan dirinya. Naila harus bersemangat untuk mendatangi tempat latihan para atlet dan melihat bagaimana jadwalnya nanti ke depan serta semoga dirinya bisa betah berada di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD