Cup. Cup. Cup. “Mmhh..” Lyssa menggeliat, membuka matanya yang terasa lengket. Samar-samar wajah Rainier menyempil, tersenyum di atasnya. “Bangun, Bae.” Rainier mengecup bibir Lyssa lagi dan lagi. Dengan telapak tangannya, Lyssa mendorong wajah Rainier menjauh, “Lima menit lagi.” “Waktu kita enam puluh menit sampai bel masuk bunyi.” “Enam puluh menit? Hm..” Merenggangkan leher ke kanan dan ke kiri, Lyssa bangun sambil menggerutu, “Aku heran, kenapa kita harus pergi sekolah setiap hari.” “Hahaha, entah.” Rainier yang sudah rapi duduk di sisi ranjang, mengacak rambut Lyssa gemas. “Jika ada kamu, aku selalu saja mengantuk,” kata Lyssa lagi. Masih dengan ekspresi cemberut menuduh pacarnya. Rainier, “Nanti kalau kamu makan siang, malemnya aku temenin tidur.” Mata Lyssa yang semula ma

