BAB 1 : Itulah Dia

1438 Words
Jane melihat bayangan dirinya di cermin, dia menyisir rambut panjangnya dengan jari, Jane tersenyum puas setelah merapikan make upnya juga. Jane menarik napasnya dalam-dalam, tangannya meremas permukaan pakaian di atas dadanya dan merasakan bagaimana jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Gadis itu berlari dengan riang menuju lapangan basket. Teriakan histeris wanita menggema di telinganya, mereka memanggil nama seseorang dengan memuja. Jane menerobos kerumunan penonton, mencoba untuk berdiri paling depan dan melihat para pemain lebih dekat melalui pagar pembatas. Suara decitan sepatu di lantai terdengar nyaring, orang-orang berlari dan melompat merebutkan bola basket dan memasukannya ke ring. Wajah Jane memerah. Jane  melihatnya... Zicola Alexander Franklin. Ya, itulah nama pria pujaannya. Pria dingin yang tidak tersentuh oleh siapapun, dan dia adalah salah satu the most wanted kampus. Pria itu adalah gambaran dalam segala kesempurnaan apa yang di inginkan wanita. Wajahnya yang tampan tidak pernah tersenyum sedikit pun, menyimpan banyak rahasia di matanya. Dia cerdas, semua orang mengakuinya, dan dia kaya dan memikat. Sikapnya yang menarik ulur perasaan orang selalu berhasil membuat semua orang penasaran. Zicola pandai bermain saham dan menghasilkan banyak uang, membeli beberapa perusahaan yang hampir runtuh dan membangunnya lagi dengan segala kecerdasan yang dia miliki. Zicola adalah anak pertama dari seorang penasihan kerajaan di era Duncan ke delapan, setelah kedua orang tuanya meninggal Zicola di angkat menjadi putera angkat dari putera sulung Ratu Ema Giedon. Zicola adalah salah satu pangeran di kerajaan semenjak usia tujuh belas tahun. Dalam silsilah keluarga kerajaan, Julian Giedon adalah pangeran pertama yang memiliki pengaruh paling kuat di Negara dan kerajaan. Namun pria itu memiliki sifat yang agak aneh dan terkesan gila. Sementara pangeran kedua adalah Nicholas Giedon, namun karena keenggananya pada dunia politik. Nama Nicholas lebih terkenal di dunia hiburan sebagai seorang model dan actor. Sementara untuk Zicola, meski usianya yang tertua dari kedua pangeran. Dia memiliki gelar pangeran ketiga. Jane menarik napasnya yang menyesakan, melihat rambut kecokelatan Zico basah dan meneteskan keringat, matanya yang biru itu menatap tajam mengintimidasi apapun yang di lihatnya, pria itu melepaskan bajunya dan semua wanita semakin histeris menggila. Sepuluh tahun Jane mengejarnya, rasanya seperti satu hari. Zicola masih bersikap dingin padanya, dan dia tidak memberikan harapan lebih kepada Jane. Jane sangat ingin berpaling dan melupakan dia. Jane sudah mencoba, tapi semuanya sia-sia, Jane lebih tersiksa bila harus berhenti mencintainya. *** "Zicola" Jane berlari secepat yang dia bisa, dan tersenyum lebar seperti biasa. "Boleh aku ikut pulang?." "Dimana mobilmu" Zico memasang wajah dingin seperti biasa, dia melempar tasnya ke kursi belakang. "Mogok" jawabnya asal. Dia sengaja meninggalkan mobilnya hanya untuk bisa pulang bersama Zicola. Kening  Zicola mengerut, dia bisa menangkap kebohongan di mata dan gerakan tubuh Jane yang tidak pandai berbohong. “Kau tidak pandai berbohong” gertak Zicola dengan tegas. “Aku serius, ban mobilku bocor” jawab Jane terbata-bata. Ini kesempatannya untuk bisa berdua dengan Zicola. Zicola sangat jarang datang ke kampus di sela-sela mengejar gelar masternya. Zicola juga sibuk, harus mengurus perusahaannya. "Masuklah" jawab Zicola singkat. Jane melompat kegirangan, dia segera memasuki ferrari enzo merah itu. Rumah mereka sangat dekat, lebih tepatnya saling berhadapan. Jane sengaja membeli rumah baru dengan segala cara, agar dia bisa melihat Zicola lebih sering. Dan Zicola sudah terbiasa dengan sikap penguntitnya.. Mobil melaju dengan cepat meninggalkan area parkir, semua orang memperhatikan. Senyuman bangga terlukis di bibir Jane, meski Zicola memiliki banyak wanita yang silih berganti berada di sisinya, setidaknya dirinya yang paling dekat dengan pria itu. Sejauh ini memang seperti itu, dan Jane merasa bersyukur. Mobil melesat menembus kota, senyuman Jane masih terukir di bibirnya. Matanya tidak pernah lepas dari pria di sampinya itu, dia tidak bosan untuk melihat segala keindahan yang di miliki Zicola. Tiba-tiba mobil menepi, dan berhenti. "Kenapa kita berhenti?" Tanya Jane kebingungan. Mereka berhenti di jalan yang sepi dan jauh dari keramaian, Zicola menurunkan atap mobilnnya dengan santai. "Zicola, apa yang kamu lakukan" wajah Jane memerah, pria itu mencondongkan tubuhnya dan mengurung tubuh Jane. "Apa yang ahh...." erangan lemah lolos dari bibirnya, saat tangan kekar itu menarik roknya ke atas dan menyentuh paha bagian dalam Jane. Zicola membungkam mulutnya dengan ciuman, mendesak Jane untuk membuka mulutnya dan memperdalam ciuman mereka. Perlahan Jane menutup matanya dan membalas ciumannya dengan gerakan kaku tidak berpengalaman, Jane mengalungkan tangannya dengan gembira dan jantung berdebar-debar. Dia tidak akan pernah bisa menolak  apapun yang Zicola lakukan padanya. Dengan tangkas Zicola mengambil tangan Jane dan menurunkan untuk menjauh dari tubuhnya. Tangan Jane berada di sisi kursi, Zicola melepaskan ciumannya dan memandangnya dengan tatapan iba penuh kasihan. Wajah Jane merah malu, dia malu bukan karena senang. Dia malu karena merasa di permalukan meski hanya dengan tatapan. "Kau pikir aku tidak tahu. Mobilmu baik-baik saja Jane," bisik Zico di depan mulutnya. "Turun" titah Zicola dengan nada dingin. Pria iu kembali menjauhkan tubuhnya dan bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Jane melihat ke sekitar "Tapi disini sepi." "Turun, atau aku akan menyeretmu" kata Zicola lagi masih dengan perintah yang sama. Rasa sakit menyeruak di hati Jane, dia turun dengan terpaksa. Wajah memelasnya tidak berpengaruh sama sekali pada pria itu. Begitu Jane keluar, Zicola langsung menginjak pedal gas dan pergi meninggalkan Jane sendirian. "Bastard" umpat Jane sambil terisak menangis. Jane terlalu lemah, beberapa detik yang lalu pria itu menciumnya dengan gair*h, dan detik selanjutnya dia bersikap kejam padanya. Dan Jane harusnya tidak menangis, dia sudah terbiasa di perlakukan seperti ini. Tapi, Jane tidak mau di anggap wanita mur*han, hanya karena selalu mengejarnya. Cinta membuat Jane menjadi wanita tidak berpendirian yang kuat.   *** Suara musik terdengar keras di rumah mewah itu, bayangan orang-orang di dalamnya terlihat di jendela. Jane memangku dagunya dengan sedih, melihat ke arah rumah Zico yang ramai, pria itu sering membuat pesta seperti itu di setiap akhir pekan. Banyak wanita di dalam, di mulai dari kalangan model dan selebritis bertaburan disana, mereka berbeda jauh dengan Jane.  Mereka adalah orang-orang berjiwa bebas dan modern, sementara Jane hanya seorag gadis pemalu dan tidak pandai bergaul. Rasa cemburu menguasai dadanya, Zicola selalu dengan mudahnya tidur dengan wanita manapun yang dia mau. Tapi pria itu tidak pernah tertarik tidur dengannya. Zicola selalu bersikap anti akan dirinya, tatapan tajam hingga ucapan kasarnya sering kali Jane terima darinya. Iseng-iseng Jane mencoba keluar rumahnya dan ikut berkumpul di rumah Zicola, mungkin dia bisa menjauhkan beberapa wanita mur*han dari pesona Zicola. Jane yang sangat polos telah berusaha keluar dari cangkangnya menjadi wanita yang lebih berani seperti wanita-wanita yang mampu menarik perhatian Zicola. Tapi rupanya Jane adalah pengecualian bagi Zicola, karena apapun gaya Jane dan perubahannya, Zicola tidak tertarik padanya. Musik semakin terdengar keras saat Jane memasuki rumah mewah itu, orang-orang tengah berkumpul dan menari. Jane mengedarkan pandangannya, mencari Zicola ke penjuru tempat. "Hay Jane. Dia di dekat kolam" suara bariton mengejutkan Jane, gadis itu berbalik untuk melihat sosok pria tampan dengan rambut tembaganya. Dia Julian, satu-satunya sahabat terdekat Zicola sekaligus saudara angkatnya, dan mereka adalah dua pria yang paling di incar kebanyakan perempuan Loor. Julian adalah seorang Casanova tergila di Negara, kekayaan , kecerdasan dan kekuasaannya hingga latar belakang sebagai putera Puteri Emilia membuat Julian sangat berbeda, layakya setumpuk berlian di atas remahan emas. "Kau baru pulang" Jane tersenyum malu, Julian memang sudah tahu perasaan Jane kepada Zico. Julian menyerigai nakal, dia mengangguk dan menyesap minumannya pelan. "Ayahku akan meyeretku bila tidak pulang, kau tahu sendiri kan." "Hay Juls" seorang wanita berambut pirang langsung bergelayut di tangan Julian, sejenak dia melihat ke arah Jane dan memperhatikan penampilannya. Merasakan tatapan intimidasi wanita itu, Jane langsung mundur dan kembali mencari Zico. Suara musik samar-samar terdengar ketika dia melangkah lebih jauh, Jane berjalan melewati lorong pendek, hanya ada lampu kemerahan di ujung pintu. Jane melangkah lebih pelan dan hati-hati, ketika mendengar suara tawa di dekat kolam renang, dia mendekat dan berdiri di ujung pintu. Air mata Jane terjatuh, melihat Zico tengah berc*mbu dengan seorang wanita cantik di kursi. Wanita itu duduk di pangkuan Zicola dengan pakaian yang sudah tidak jelas. Rasa sakit di hatinya semakin menusuk, ketika Zicola melihat dirinya, mengunci tatapan Jane, tapi pria itu tengah berc*mbu dengan wanita lain. Jane menghapus air matanya dengan cepat, bergegas pergi. Dia sudah tahu jawabannya akan selalu seperti ini, hatinya akan terus di sakiti, seharusnya Jane tidak datang. Jane berlari tangisan tertahan, tubuhnya menubruk d**a bidang Julian. "Whoah Jane, berhati-hatilah" Julian meraih bahunya dan membantu Jane berdiri dengan benar. "Sudah aku bilang, jangan membuang waktumu untuk si brings*k itu" suara Julian merendah, dengan perhatian menghapus air matanya. "Terimakasih Juls. Seharusnya aku tidak disini" Jane membuang wajahnya, dia kembali melangkah lebih lebar. Jane ingin rumahnya, dan menangis menumpahkan segala rasa sakitnya disana. Jane bosan dengan hatinya yang selalu tertuju pada Zicola, semakin Jane merasakan cinta itu semakin besar, Jane semakin merasakan seberapa besar bodohnya dia membuang-buang waktu.   To be continue...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD