BAB 2 : Kebodohan Jane

1394 Words
Suara biola terdengar samar-samar, masih mengalun sejak larut malam hingga pagi hari, suara itu bukanlah kaset namun seseorang tengah memainkan biolanya secara langsung. Jane menengadahkan kepalanya, melihat ke arah kamar Zicola berada, mengintip dari balik jendela. Pria itu selalu bermain biola setiap malam, nada-nadanya lembut dan menyakitkan, Jane sering di buat menangis mendengarnya. Entah apa alasan kenapa Zicola lebih suka memainkan musik menyayat hati. Kadang Jane sering penasaran, apakah Zicola tidak pernah tidur. Setiap malam rumah Zicola selalu ramai oleh pesta, jika tidak ada pesta pria itu akan memainkan biola dan pianonya sepanjang malam. Jika rumah itu sepi sepanjang malam, itu artinya Zicola pergi keluar negeri. Jane sudah mengerti dan hapal betul pola kehidupan pria itu. "Kenapa kau sangat begitu tergila-gila padanya Jane?. Aku akui dia memiliki wajah yang sesempurna dewa. Tapi kau harus ingat dengan hatinya, dia pria yang sangat brings*k" Kloe menyentak, dia menyeruput kopinya yang masih mengepul. Ikut bersandar pada pagar balkon, dan melihat ke arah kamar Zicola. Jane tersenyum singkat, "Aku jatuh cinta sejak pertama kali melihatnya. Aku tahu dia pria yang paling brings*k, tapi aku tidak peduli. Ketika aku sudah terbiasa dengan kebaikan dan keburukannya, aku sudah menerima dia apa adanya." “Tapi dia tidak menerimamu Jane. Sadarlah.” “Tidak Kloe, hanya belum.” "Kau sudah gila Jane" Jane tersenyum sedih, dia memang sudah sangat tergila-gila pada Zicola. Tapi Zicola tidak pernah menganggapnya. Kesedihan di wajah Jane berubah dengan cepat. Pipi Jane memerah, begitu melihat Zicola menyibak gordeng kamarnya, dan langsung melihat jane dengan tatapan dingin seperti biasa. Wanita itu tertunduk dan berbalik dengan gugup, pergi ke kamarnya setelah mendengar suara telepon masuk. Jane mengangkatnya segera, "Hallo." "Dengan Nona Jane Austin?." "Ya, saya sendiri." "Selamat Anda di terima magang di Franklin enterpreses. Anda bisa datang besok dan mulai bekerja, ruangan Anda ada di lantai enam. Datanglah tepat waktu" ucap wanita di sebrang. Jane menganga tidak percaya, sekaligus senang bukan main karena di terima di perusahaan Zicola. "Terimakasih" ucapnya dengan gugup. Jane menjerit-jerit  dan melompat-lompat kegirangan. Perusahaan Zicola tidak sembarangan menerima pegawai, hampir semua mahasiswa memilih perusahaan keluarga Giedon dan Zicola untuk menjadi tempat magang favorit mereka, bahkan Jane sempat di buat tidak percaya diri untuk melamar disana. Bahkan untuk wawancara tahap pertama Jane benar-benar merasa terintimidasi, namun tekadnya yang benar-benar besar. Siapa sangka Jane bisa melewati tiga kali wawancara dan sekarang dia di terima.   ***   Hujan deras mengguyur deras di kegelapan malam, angin menerpa dedaunan bersama petir yang menyambar. Dahan-dahan pohon berjatuhan ikut tersambar dengan mudah. Jane terbangun dari tidurnya, dia menangis ketakutan dalam kegelapan karena lampu di rumahnya tiba-tiba mati. Jane semakin keras menangis ketakutan saat petir menyambar ke kaca jendela. Dengan segala kekuatan dan keberaniannnya Jane turun dari ranjang, dia berpegangan pada dinding untuk tidak jatuh dan mencoba untuk keluar rumah. Jane terlalu takut sendirian di rumah, dia juga takut kegelapan. Jane berlari melewati pintu utamanya, angin berhembus dengan kecang menapu gaun yang di pakaianya dan menggerakan rambutnya. Petir kembali menyambar menciptakan sekilas cahaya yang memperlihat wajah cantiknya di penuhi air mata dan ketakutan. Napasnya Jane memburu karena ardenalin, dia menerobos hujan  dan berlari menuju rumah Zicola melintasi jalan. Dengan gemetar kedinginan Jane menekan-nekan bel tanpa henti, sampai pada akhirnya Zicola muncul membukakan pintu. "Aku takut" Jane menangis, menubrukan tubuhnya dan langsung memeluk Zicola. Zicola tidak bergeming sama sekali, dia mendorong tubuh Jane dan menjauhkannya dari tubuhnya, "Ini hanya hujan dan petir. Pulanglah" perintahnya dengan nada dingin. Jane menggeleng, "Lampu di rumahku mati" isaknya seraya menghapus air mata di pipinya. "Bukan urusanku" jawab Zicola tidak peduli, dia menutup pintunya lagi dan membiarkan Jane berada di luar. Jane terisak ketakutan, dia meringkuk di depan pintu dengan tubuh gemetar kedinginan, dia tidak berani kembali ke rumahnya karena takut, dan Zicola tidak sudi membukakan pintu untuknya. Tapi Jane masih berharap Zicola membukakan pintu untuknya, dan dia mau menunggu. Andai Zicola tidak mau membukakan pintu sekalipun, Jane tidak akan beranjak karena disini, di teras rumah Zicola jane menemukan penerangan. Setengah jam... Satu jam... Dua jam... Zicola tetap tidak membukakan pintu untuknya. Jane meringkuk di lantai, wajahnya sudah pucat dan kuku-kukunya membiru karena kedinginan, air matanya pun sudah mengering jika harus menangis lagi. Hujanpun sudah mereda, namun rumahnya sangat gelap gulita sewarna dengan langit. Klik  Suara pintu terbuka, membuat harapan Jane kembali meletup. "Dasar bodoh" ucap Zicola dengan nada sinis, dia berdiri menjulang di hadapan Jane yang nampak menyedihkan, "Masuklah." Senyuman merekah terukir di bibir Jane, dia berusaha bangkit dan masuk secepat yang dia bisa sebelum Zicola berubah pikiran dan mengusirnya. Kaki Jane gemetar merasa kesemutan dan kebas. Wanita itu memeluk dirinya sendiri menahan hawa dingin, dia bergerak mendekati perapian yang menyala untuk menghangatkan tubuhnya. Zicola sudah tidak ada di tempat, entah kemana pria itu pergi. Jane duduk di pinggir sofa karena baju dan tubuhnya basah kuyup. "Pakai ini" Zicola melempar sebuah selimut dan baju padanya, lalu duduk di kursi dengan elegan. Ekspresi dinginnya masih menatap Jane dalam kebisuan. Zicola benar-benar sangat minim ekspresi, wajah tampannya tidak dia gunakan dengan baik. "Dimana aku harus ganti pakaiannya?" Tanya Jane gugup. Zicola memiringkan kepalanya ke satu sisi, tangannya bergerak ke sisi sofa dan meremasnya, "Tentu disini Jane." Seketika wajah Jane memerah padam, dia tertunduk malu. “Taa.. tapi” mendadak Jane gugup. "Kenapa Jane?, kau malu?. Bukankah kau ingin aku menyetubuhimu," tanya Zicola dengan suara merendahkan, alisnya terangkat menantang seberapa besar keberanian Jane untuk melakukannya. Jane menjatuhkan baju dan selimut kering ke sofa dengan gemetar, dia tertunduk memegang keliman gaun tidurnya yang sudah basah kuyup.  Jane menelan ludahnya perlahan, dia merasa malu bercampur bahagia karena pada akhirnya Zicola tertarik dengan tubuhnya, meski pada akhirnya Zicola akan memperlakukan dia seperti wanita lainnya. Jane tidak peduli. Tangan kecilnya bergerak naik ke resleting di punggungnya, lalu menariknya ke bawah. Jane melepaskan gaun tidurnya yang sudah basah, membiarkannya jatuh ke lantai. Zicola mendengus kecil, melihat Jane melepaskan bra di susul celana dalamnya juga. Jane berdiri tegak dengan wajah memerah, jantungnya terasa meletup keras karena bahagia atas kebodohannya. "Kau berani Jane" ucap Zicola dalam bisikan, perlahan dia beranjak dari duduknya dan mendekat. Berdiri berhadapan dengan Jane yang telanjang. Zicola menyibak rambut basah Jane yang menutupi bahu hingga pay*daranya. Dalam seperkian detik Zicola mendorong Jane ke sofa, lalu menindihnya. "Kau rela memberikan ke perawananmu Jane?." Pipi Jane semakin memerah, dia tersenyum malu-malu dengan tatapan penuh cinta, Jane mengangguk tanpa suara. Sikap Jane benar-benar menunjukan jika dia wanita bodoh yang terbutakan oleh cintanya kepada pria brings*k. Zicola menyerigai, kepalanya menunduk, menanamkan kecupan hangat di leher Jane, "Kenapa Jane?." Tanyanya dengan tangan yang mulai sibuk menyentuh pay*dara Jane, memainkannya dengan ahli. Jane menyambutnya dengan erangan, "Karena ah.." suaranya menghilang, mana kala Zicola membungkam mulutnya dengan ciuman dan tangan kekarnya merambat turun ke bawah, membuka kaki Jane dengan lebar. Zicola melepaskan ciumannya. "Kenapa?" Tanyanya sekali lagi. "Karena aku mencintaimu" jawab Jane dengan pasti, meneliti ke indahan pria itu yang terlihat kelam di sorot matanya, Jane sangat terpesona dan dia tidak bosan mengakuinya. Zicola mengangkat tubuhnya dan menjauh seketika, dia berbalik menjauhi Jane. "Aku akan membawakan teh untukmu" ucapnya kembali dingin. Rasa sakit kembali merayap di hati Jane, Zicola selalu tidak percaya dengan apa yang di katakan dirinya bahwa Jane sangat mencintainya.  Dan Jane merasa sangat malu, Zicola tidak menyentuhnya, membuat Jane sadar jika dirinya tidak menarik sama sekali. Jane menghapus air matanya dengan cepat, dia segera mengambil pakaian kering dari Zicola, lalu memakainya. Pipi Jane kembali memerah malu, dia menyadari jika apa yang di pakainya adalah kemeja Zicola, Jane tahu betul aroma memabukan pria itu. Tidak berapa lama Zicola kembali dengan secangkir teh yang mengepul, dia memberikannya pada Jane. Zicola kembali duduk di kursi sebelumnya, dia memandang perapian yang menyala-nyala memberikan kehangatan. "Kenapa kau tidak pernah tidur?" Tanya Jane hati-hati. Zicola melihatnya sekilas, lalu melihat perapian lagi "Aku tidur. Sebentar" jawabnya terdengar menyakitkan, membuat Jane ingin merengkuh dan memeluk tubuh kokohnya. "Apa ada yang mengganggumu?" "Tidurlah, pilih salah satu kamar yang kau mau" ucapnya mengalihkan pembicaraan. Jane menggeleng sedih, dia tidak mau tidur di kamar manapun, Jane tahu semua kamar itu sudah pernah di pakai Zicola untuk berhubungan s*ks dengan beberapa wanita. Kecuali kastil di lantai tiga, dan kamar pribadinya. Jane lebih suka tidur di sofa. "Kau merasa terhina?" Tanya Zicola dengan senyuman. Senyuman!. Jane menganga, melihat senyuman yang menawan dan memabukan. Zicola tidak pernah memberikan senyumannya ke sembarangan orang! Deg! Deg! Deg! Deg!. Denyut jantung Jane meningkat tajam. jane terlalu terpesona, dia hanya mengangguk seperti orang bodoh. To be continue...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD