BAB 3 : Tidak Ada Harga Dirinya

821 Words
"Kau merasa terhina?" Tanya Zicola dengan senyuman. Senyuman!. Jane menganga, melihat senyuman yang menawan dan memabukan. Zicola tidak pernah memberikan senyumannya ke sembarangan orang! Deg! Deg! Deg! Deg!. Denyut jantung Jane meningkat tajam. jane terlalu terpesona, dia hanya mengangguk seperti orang bodoh. "Tidur dimana pun mau mau. Selamat malam." "Kau tidak akan berc*nta denganku?" Tanya Jane pelan, antara malu dan berharap. Zicola tidak bergeming sedikit pun, dia diam membisu pergi ke arah tangga meninggalkan Jane sendirian di sofa. Jane tertunduk sedih, dia membaringkan tubuhnya di sofa yang cukup besar dan luas untuk bergerak, dia menarik selimut dan memandang perapian yang menghangatkan dirinya. *** Cahaya mentari terlihat samar-samar muncul di timur, menimbulkan cahaya kemerahan di antara jendela. Jane bergerak tidak nyaman dengan kening mengerut, samar-samar dia mendengar suara teriakan raungan kesakitan di suatu ruangan. Jane langsung terbangun begitu mendengar teriakannya lagi. Jane bangkit, menjatuhkan selimutnya ke lantai. "Apakah Zicola terluka" gumamnya sedikit khawatir, dia melangkahkan kakinya sedikit ragu, menyusuri setiap sudut rumah besar itu. Jane terdiam, mendengar suara pukulan menggema di lantai dua. Dia berbalik lagi menuju tangga, kakinya sedikit lebih cepat  bergerak menuju lantai dua, Jane semakin di buat penasaran sekarang. Dia mendekati ruangan kerja Zicola, berdiri di depan pintu yang setengah terbuka. Bugh! Zicola menghajar pria berpakaian hitam di depannya, "Aku membayarmu agar kau menjaga dan memantaunya!, kau membiarkan dia terluka lagi!" Teriakan Zicola menggema sepenuhnya dengan kemarahan, benci dan rasa sakit. "Seseorang datang membawanya pergi Tuan. Dia merawat dan menjaganya" sanggah pria asing itu, wajahnya sudah babak belur di penuhi darah. Dan Zicola masih berdiri dengan tegang, tangannya megepal kuat. “Tapi dia terluka!. Brengs*k, bagaimana bisa aku tenang sekarang.” “Tuan, mengenai perusahaan dan pabriknya. Thomas Giedon sudah lebih dulu membelinya.” "Arrghtt!" Raunya dalam kesakitan, dia menggebrak meja dan melemparkan barang-barang yang ada dalam jangkauannya. Jane terperanjat ketakutan, dia tidak pernah melihat Zicola seperti itu. Zicola yang dingin tanpa ekspresi, kini penuh kesakitan dalam kemarahannya. Jane mundur perlahan, berusaha tidak membuat suara sedikit pun. "Berhenti disitu Jane" teriak Zicola menakutkan. Jane diam membeku dengan wajah pucat pasinya, dia merasakan hawa dingin menyeruak di setiap pori-pori kulitnya. Jane gemetar, ketakutan, melihat Zicola tengah mengusir orang tadi. Sungguh Jane tidak pernah merasakan perasaan setakut ini saat bertemu Zicola, pria itu benar-benar berbeda dari apa yang sering Jane lihat. Zicola menunjukan sisi lain dari dirinya dengan kemarahan dan rasa sakit. "Kemarilah Jane" perintah Zicola yang kini seorang diri di ruangan itu. Jane menundukan kepalanya dengan mendekat dengan patuh, dia berdiri melihat punggung Zicola yang sedang membelakanginya, "Apa yang telah kau dengar?" Zicola berbalik, sorot matanya menyala dengan api kemarahan yang mengancam. Jane menggelengkan kepalanya, "Tidak ada." “Kenapa kau ada disini.” “Aku mendengar keributan, aku pikir kau terluka.” Zicola menyerigai, dia membalikan badannya dan langsung merangsek wajah Jane, "jaga sikapmu Jane. Kau telah melanggar batasan disini. Apapun yang terjadi padaku, bukan urusanmu. Kau mengerti?!" Jane meringis kesakitan, merasakan cengkraman kuat di wajahnya. "Kau terlihat kacau" ucap Jane tanpa di pikir dulu, dia terlalu penasaran dengan kekacauan Zicola. Siapa yang bisa membuat manusia yang tidak punya hati seperti Zicola menjadi kacau, marah dan kesakitan. Itu sangat luar biasa. "Kenapa kau selalu ingin tahu urusanku." "Karena aku mencintaimu" air mata Jane terjatuh membasahi pipinya, dia tidak akan pernah bosan mengatakan dan meyakinkan Zicola. Zicola melepaskan cengkramanannya sekita, dia mundur menjauh dan menatap Jane kembali dingin tanpa ekspresi, "Benarkah kau mencintaiku?." Tanyanya dalam bisikan. Jane mengangguk seraya menghapus air matanya, bibir mungilnya sedikit gemetar membenarkan pertanyaan Zicola. Jane senang melihat Zicola yang akhirnya merespon pengakuan cintanya. Biasanya Zicola akan langsung pergi setiap kali Jane mengucapkan kata-kata itu. "Kalau begitu, kau malakukan apapun untukku?" Zicola memiringkan kepalanya ke satu sisi, berdiri di antara bayangan cahaya yang menerobos jendela. Jane mengangguk tanpa berpikir lagi. "Buka pakaianmu Jane" Jane mengerjap, memperoses apa yang di katakan pria itu kepadanya.  Jane sudah menyatakan cinta untuk yang ke sekian kalinya pada Zicola, biasanya Zicola akan diam membisu dan mengacuhkannya. Namun kali ini tidak. Apakah Zicola mulai berpikir untuk membuka hatinya?. Memikir itu semua membuat hati Jane mengembang. Perlahan Jane meraih kancing kemeja yang di kenakannya, melepaskannya satu persatu, lalu meloloskannya dari tubuhnya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Dia lamgsung telanjang bulat, karena tidak memakai apapun selain kemeja. Tubuhnya terlihat bersinar di antara cahaya, wajah cantiknya di hiasi semu kemerahan di kulit putihnya, dengan rambut tergerai sedikit kusut. Zicola masih berdiri di tempatnya, melihat Jane dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, gadis itu seperti seorang dewi. Cantik dan polos tidak berdosa. "Kau sangat cantik Jane" bisik Zicola dengan tulus. Jane tersenyum malu-malu. Dia tidak pernah mendapatkan pujian apapun darinya, meski banyak yang memujinya, Jane tidak pernah peduli dan tidak membutuhkannya. Namun, pujian Zicola sangat berarti baginya. Zicola perlahan mendekat, berdiri menghalangi cahaya yang menghangatkan dan menyinari tubuh Jane. Zicola meraih wajahnya dengan lembut, menyentuh setiap lekuknya, membuat Jane terbuai dalam sentuhannya. Jari Zicola berhenti di antara bibir merah penuh Jane, "Bercintalah dengan pelayanku." To Be Continue...  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD