Ruangan Putih

1253 Words
Tempat yang seharusnya menjadi tempat paling tenang dan sunyi sekarang sudah menjadi tempat yang begitu berisik hanya karena bertambah satu pasien. Tenang dan sunyi itu sebenarnya juga bisa obat bagi sebagian orang, tapi bagi Mara tenang dan sunyi adalah kesempatan untuk orang itu melakukan hal-hal yang tak berprikemanusiaan kepadanya, karena itulah setiap suasana Rumah Sakit Jiwa begitu tenang dan sunyi selalu ada teriakan Mara yang bermimpi buruk yang sangat buruk.   Rumah Sakit mulai menjadi sedikit neraka bagi Perawat dan Petugas yang menjaga Mara setiap hari, karena Mara sangat tidak bisa ditebak dan bisa sewaktu-waktu tenang dan begitu mudah untuk dirawat tapi sewaktu-waktu Mara juga bisa membuat ruangan itu serasa neraka bagi mereka yang merawat dia di sana.   “Ruangan putih itu isinya orang yang sangat merepotkan,” ucap salah satu Petugas Rumah Sakit Jiwa di sana.   Keributan lah yang setiap hari terjadi di ruang perawatannya Mara, ruangan putih itu kini bagai tempat angker bagi semua orang yang harus melewati ruangan itu karena harus mendengar teriakan Mara yang begitu nyaring dan mencekam, semua orang prihatin dan kasihan dengan Mara tapi semua orang bingung bagaimana cara mereka tahu apa masalah Mara ini sehingga Mara bisa sampai seperti ini menderitanya.   “Sepertinya perempuan itu terlalu banyak menanggung derita di kehidupannya sehingga ia melampiaskan segala kekesalannya dengan cara berteriak sekuat tenaganya,” ucap salah satu pasien yang ada di Rumah Sakit Jiwa yang ruangannya berada di samping ruangan putih tempat Mara dirawat. “Padahal aku melihat dia di hari pertamanya masuk Rumah Sakit Jiwa ini, dia masih sangat tenang, tapi kenapa sekarang kata Perawat dan Petugas Rumah Sakit dia terus memberontak dan berteriak-teriak tidak jelas seperti sekarang ini?” tanya pasien di sebelahnya. “Begitulah, semakin lama kau di Rumah Sakit semakin kau sadar bahwa penyakitmu akan sulit untuk disembuhkan, atau kau tidak ada memiliki tempat untuk pulang makanya ia terus dianggap keluarganya bahwa ia sakit dan diantar ke Rumah Sakit agar meminta kesembuhan pada penyakit yang tidak ia derita, mungkin saat ini dia benar-benar tidak tahu keadaan dia bagaimana, karena itulah dia memberontak dan berteriak agar dia lupa segala masalahnya,” jawabnya, dengan tatapan serius.   Itulah salah satu percakapan pasien di samping ruangan Mara dirawat karena di ruangan sana terus-terusan mendengar teriakan Mara yang begitu menderita dan kesakitan, semua pasien Rumah Sakit Jiwa bahkan sepakat bahwa mereka sudah berdamai dengan Mara yang sewaktu-waktu berteriak itu dan mengganggu ketenangan mereka.   Hingga berita ini didengar oleh Bagus, Dokter yang baru memulai masa rasidennya. Bagus adalah laki-laki tinggi dan sangat ramah, dia orang yang paling tidak bisa melihat orang lain menderita dan yang paling penting padanya adalah dia orang yang sangat sopan dan lembut, ia bisa membuat semua orang yang berbicara kepadanya merasa tersanjung karena kepribadiannya, seperti namanya yaitu“Bagus” yang berarti Bagus, dia benar-benar bisa menempatkan namanya dengan apa yang diperbuat dan apa yang ia lakukan.   Dokter Bagus ini merasa penasaran kepada pasien ruangan putih yang ia dengar bernama Mara itu, membuat hatinya tergerak untuk sedikit berbicara dengan Mara. Tapi semua Petugas dan Perawat memperingati Dokter Bagus ini untuk jangan melakukan hal itu, karena berhadapan dengan Mara sama saja berhadapan dengan macan yang sedang dalam tahap pemulihan luka, begitu sangar dan siap untuk membunuh siapa pun yang berani mengganggunya.   Tapi sayangnya semua peringatan itu tidak didengarkan Dokter Bagus karena menurutnya tidak ada pasien yang tidak layak untuk diobati semuanya harus rata tidak boleh ada yang dianggap spesial, begitu pula Mara, Mara harus menjadi pasien seperti biasanya menurut Dokter Bagus dan sekali lagi meminta untuk mencoba berbicara dengan Mara.   “Maaf Dok, bukannya kami melarang atau apa, tapi jika Dokter Bagus benar-benar ingin berbicara dengan Mara sebaiknya urungkan saja niat Dokter itu, karena sejak Mara berada di ruangan putih ini dia hanya mengamuk dan berbicara tidak jelas, dia juga kadang bertanya tapi setelah dia bertanya dia selalu menangis dan bahkan berteriak dengan sangat kencang,” ucap salah satu Petugas yang sekali lagi memperingati Dokter Bagus agar tidak mencoba berbicara dengan Mara yang sekarang. “Terima kasih atas semua peringatan teman-teman sekalian, tapi Mara harus segera dirawat dengan baik dan benar agar dia tidak mengganggu pasien lainnya yang suka dengan ketenangan, sedangkan Mara selalu menghilangkan ketenangan itu sejak Mara berada di Rumah Sakit Jiwa ini, bukan?” ucap Dokter Bagus untuk meyakinkan para Petugas dan Perawat yang memberinya peringatan.   “Saya berjanji tidak akan melakukan hal apapun yang dapat membahayakan Mara atau membahayakan diri saya sendiri, saya hanya ingin berbicara dengannya, tentang apa yang membuat dia menjadi seperti ini,” sambung Dokter Bagus lagi guna memperkuat ucapannya yang sebelumnya, para Perawat dan Petugas saling bertukar pandang dan semuanya sepakat memperbolehkan Dokter Bagus berbicara dengan Mara, dengan catatan bahwa tidak akan ada yang terluka saat semua itu sudah terjadi, Dokter Bagus sedikit tersenyum karena merasa dirinya mendapat kepercayaan besar dari teman-temannya tersebut.   Dengan semua semangat yang Dokter Bagus miliki, ia pun masuk ke ruangan putih itu dan mendapati Mara yang tubuhnya sudah mulai mengurus, kantung mata yang sangat hitam dan tatapan kosong memandang langit-langit ruangan itu, membuat Dokter Bagus sangat prihatin dengan keadaan Mara yang sekarang .   “Selamat siang, Mara.” Dokter Bagus menyapa Mara, tapi sama sekali tidak ada jawaban darinya bahkan tidak ada sedikit pun respon atas sapaan Dokter Bagus yang baru saja memasuki ruangan putih tempat ia dirawat.   Karena tidak ada jawaban dari Mara,Dokter Bagus pun mulai berjalan menghampiri Mara, ia melihat Mara yang dengan mata kosongnya menatap langit-langit ruangan putih ini, dan lamat-lamat mata itu mulai tertuju ke arahnya, Dokter Bagus pun tersenyum kepada Mara tidak ada rasa ketakutan atau apapun, Dokter Bagus menatap Mara dengan senyuman terbaik dan terhangatnya.   Mara lama memandangi Doker Bagus, hingga Dokter Bagus kembali berbicara kepadanya “Mara … boleh bicara sebentar?, nama saya Bagus, saya Dokter yang lumayan baru di sini,” tanya Dokter Bagus kepada Mara, yang masih memandangi dirinya dengan mata kosong, benar sekali warna mata Mara sekarang adalah warna kegelapan.   Mara menganggukkan kepalanya, Dokter Bagus menganggap itu adalah tanda dari Mara bahwa Mara setuju untuk dapat berbicara dengannya. Melihat Mara yang dalam keadaan terikat membuatnya sangat kasihan dan prihatin, tidak mungkin ia bisa berbicara dengan baik dan sopan sedangkan pasiennya diikat kaki dan tangannya seperti ini, membuat Dokter Bagus mencoba melepaskan ikatan yang mengikat Mara itu.   Dokter Bagus pun melepaskan semua ikatan yang mengikat tangan dan kaki Mara sambil sedikit-sedikit berbicara kepada Mara, tapi tetap saja masih tidak ada jawaban lagi setelah anggukkan kecil tadi, hanya diam dan membisu dengan tatapan kosongnya yang lagi-lagi menatap langit-langit ruangan putih itu.   Semua ikatan pun sudah terlepas, Dokter Bagus membangunkan badannya Mara supaya Mara bisa berbicara dengannya dengan keadaan duduk dan nyaman, setelah Mara duduk di kasur itu dan Dokter Bagus pun juga duduk di kursi samping kasur, berhadapan dengan Mara, lagi-lagi Mara menatap mata Dokter Bagus dengan tatapan kosong seakan dalam pandangannya itu tersirat kehampaan yang abadi.   “Mara …,” ucap Dokter Bagus pelan kepada Mara, Mara seketika langsung berteriak keras hingga suaranya habis dan kembali mengamuk, tangannya menyambar bantal dan lagi-lagi merobek bantal itu, membuat semua kapuk-kapuk bantal itu beterbangan di ruangan itu. Sepertinya saat mendengar namanya disebut oleh Dokter Bagus mengingatkan Mara dengan laki-laki yang membuat Mara sampai seperti ini, seakan semua memori itu secara cepat berhambur di kepala Mara.   “Pahit, pahit, pahit, pahit, pahit, pahit,” lirih Mara sambil memukul-mukul pahanya sendiri dengan kedua tangannya dengan kasar dan keras, Dokter Bagus menahan tangan Mara dengan tangannya, mencoba menghentikan Mara yang terus menyakiti dirinya sendiri.   Dokter Bagus lumayan panik karena tidak menduga situasi seperti ini akan terjadi, ia pun mencoba menenangkan Mara.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD