4. Aroma Cytrus

1274 Words
Ranti masih melongo menatap mahasiswa tampan itu. Aroma Cytrus menguar bersama desir angin yang tiba-tiba terasa menyelusup ke dalam pori-pori Ranti. “Kak! Maaf, Kak!” suara itu membuyarkan lamunan Ranti. Mata Ranti mengerjap. Seketika sosok mahasiswa tampan yang baru saja Ranti lihat menghilang. Saat ini, seseorang yang berada di hadapannya bukanlah mahasiswa tampan yang ia lihat tempo hari. Melainkan salah satu pegawai perpustakaan yang bernama Asep. “Kak, maaf! Ini ID Card-nya jatuh di lantai pas pintu masuk.” Pria berusia 25 tahun itu menyodorkan kartu mahasiswa milik Ranti yang terjatuh tepat sesaat setelah Ranti menggunakannya untuk masuk ke dalam perpustakaan. “Astaga! Sampai nggak terasa. Terima kasih, Pak ... ???” Ranti tidak mengetahui nama pria itu, sehingga ia mengucapkan kalimat dengan intonasi panjang. “Asep,” sahut Asep sambil tersenyum. “Oh ... iya, Pak Asep. Sekali lagi saya minta maaf dan terima kasih banyak.” Ranti mengulas senyumnya yang ramah. “Sama-sama.” Pak Asep pun kembali berjalan ke meja kerjanya. Ranti menghela napas karena kebiasaannya melamun membuat dirinya merasakan sesuatu yang terkadang tidak biasa. Seperti yang baru saja terjadi. Ranti seolah melihat sosok yang sedang ia bayangkan. Namun ternyata, semua yang terjadi hanya halusinasi. ‘Astaga! Kebiasaan melamun aku parah banget! Bisa-bisanya aku melihat mahasiswa tampan itu di depan mata? Tapi ternyata Zonk! Karena yang ada di hadapanku bukanlah pemuda itu, melainkan Pak Asep!' Ranti berbicara dalam hatinya sembari menepuk jidatnya. Ia kembali berjalan mencari buku Kalkulus untuk kepentingannya dalam membantu mengerjakan soal Kalkulus dasar. Perlahan, Ranti melihat satu-persatu buku referensi di sana. Angin kembali berdesir menerpa sisi kiri tubuh Ranti. Aroma Cytrus kembali menguar di ruangan itu. Ranti menutup matanya sembari menghidu aroma Cytrus yang seakan memikat Ranti. Ranti membuka matanya bersama dengan helaan napas menenangkan. Suasana perpustakaan yang tadinya sunyi, saat ini terlihat lebih ramai karena banyak pengunjung yang baru saja tiba di sana. ‘Ternyata perpustakaan mulai ramai pengunjung. Syukurlah,' ujar Ranti dalam hatinya karena melihat banyak mahasiswa yang sedang memilih buku di dalam perpustakaan. Ranti kembali berjalan mencari buku di antara barisan gondola yang membentuk suatu koridor. Setelah Ranti menemukan barusan rak buku yang dia cari, ia mulai menyusuri kode perpustakaan dari buku referensi yang ia cari. “Permisi, Kak! Aku mau mengambil buku itu.” Ranti menunjuk ke arah rak di bagian atas yang berada tepat di depan mahasiswi berambut panjang yang sedang mematung di hadapan Ranti. “Kak! Maaf, bisa geser sebentar? Aku mau mengambil buku itu.” Sekali lagi Ranti meminta izin kepada mahasiswi yang masih mematung di sana sembari mengulas senyuman ramah. Ranti mulai merasa aneh. Dia melihat mahasiswi itu seolah tidak mendengar ucapan Ranti. Sedari tadi Ranti hanya melihat mahasiswi itu menundukkan kepalanya. Rambutnya panjang di bawah bahu. Kulitnya putih pucat. Masih menunduk dan tidak memegang buku sama sekali. Wajahnya tidak terlihat jelas dari samping, karena tertutup oleh beberapa helai rambut yang menjuntai di wajahnya. ‘Aku kok jadi merinding? Tap—tapi mana ada setan pagi-pagi, kan? Ya Tuhan ... lama-lama aku merasa seram juga, kan? Wajar, kan?’ ujar Ranti dalam hatinya yang semakin merasa khawatir. Mahasiswi yang berada di depan Ranti itu masih menunduk, tanpa menoleh sedikit pun. Ranti yang merasa ada sesuatu yang ganjil, mulai melangkah mundur secara perlahan. Ia merasakan langkah kakinya yang sangat berat. Bahkan Ranti merasa waktu seolah terhenti begitu saja. Tatapan mata Ranti masih tajam membidik sosok mahasiswi di hadapannya. Namun, lama-kelamaan Ranti semakin takut. Napasnya semakin sesak. Ia memutuskan untuk berlari. Walau kakinya terasa berat untuk melangkah. Mulutnya seakan terbungkam, karena sulit untuk berucap. Ia hanya bisa berbicara dalam hatinya. ‘Ya Tuhan ... kenapa semua seakan melambat? Aku ingin lari ....’ ujar Ranti dalam hatinya. Suasana semakin terasa mencekam. Hawa dingin seakan kembali menembus pori-pori Ranti. Ruangan terasa semakin menggelap. Napas Ranti yang memburu kian menyesakkan d**a. Mulutnya terbungkam, matanya sulit terpejam. Seolah makhluk yang ada di hadapannya menarik perhatian Ranti untuk terus menatapnya. Hhhssssssss ... haaaaaa ... Suara bisikan itu semakin terdengar jelas di telinga Ranti. Suara bisikkan asing yang entah datang dari mana. Ranti melawan. Ia menolak untuk mendengarkan. Ia terus berjalan mundur dengan cepat dan berusaha berlari. Lalu membalikkan badannya dengan cepat. Brakkk! “Aw!” Ranti memekik karena menabrak seseorang di hadapannya. Ranti masih memejamkan mata karena ketakutan. Namun, aroma Cytrus menyeruak hingga ke dalam sanubari Ranti. “Aroma parfum ini ... seakan mendamaikan hati.” Ranti berbicara dalam hatinya. Tanpa disadari ia mulai tersenyum dan membuka matanya perlahan. Ranti berada dalam dekapan seorang pria. Ketika Ranti menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa pria beraroma Cytrus itu. Alangkah terkejutnya Ranti saat pertama kali melihat pria itu. Tatapannya seakan membeku tidak percaya. ‘Ya Ampun ... i—ini ... sumpah ganteng banget!’ Ranti masih melongo menatap pemuda itu. Mahasiswa tampan yang Ranti lihat tempo hari di depan laboratorium di bawah lobi belakang kampus. Pemuda yang memberikan senyumannya kepada Ranti, ketika Ranti menjalani Ospek di hari terakhir. Wajahnya terlihat tampan, maskulin, kulitnya putih bersih, dan senyumannya sangat menawan. Namun, Ranti akui, bahwa pemuda yang ada di hadapannya saat ini terkesan dingin seperti jiwa yang kosong. “Kamu nggak apa-apa?” pemuda itu masih menatap Ranti yang mematung di hadapannya. “Eh ... i—iya, Kak! Maaf, ya! Aku nggak sengaja menabrak Kakak.” Ranti merasa gugup dan merasakan perubahan drastis dari suasana di dalam ruangan itu. Ranti merasa hangat semenjak ia menyadari ada mahasiswa tampan yang berdiri di hadapannya. “Makanya hati-hati!” Mahasiswa itu tersenyum. “I—iya, soalnya i—itu ... seram, Kak!” Ranti menunjukkan jari telunjuknya ke arah mahasiswi yang diam mematung di ujung koridor rak buku, tanpa menoleh ke arah itu. Lantaran tatapan Ranti masih terpaku menatap ke arah mahasiswa tampan di hadapannya. “Mana ada yang menyeramkan? Lihat saja!” Mahasiswa itu tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang putih dan rapi. “Ap—apa?” Ranti terperangah. Ia berusaha menoleh ke arah ujung koridor itu. Perlahan tapi pasti, Ranti memberanikan diri untuk menoleh ke arah sana. Mahasiswi yang diam membeku tanpa sepatah kata itu, sudah tidak ada di sana. Semua yang Ranti lihat saat itu kembali normal seperti semula. “Tap—tapi, tadi ... ada yang seram, Kak!” Ranti merasa ada sesuatu yang aneh di dalam ruang perpustakaan. “Tapi, apa? Jangan melamun!” kalimat yang terlontar singkat dari mulut mahasiswa tampan di hadapan Ranti. Ia menyadarkan Ranti untuk tidak melamun. Kebiasaan melamun yang Ranti lakukan, bisa membahayakannya. Karena saat kita melamun, pikiran kita kosong. Di saat itulah makhluk-makhluk astral bisa dengan mudah untuk masuk ke dalam tubuh kita. “I—iya ... maaf, aku sebenarnya bingung kenapa banyak sekali yang merasa kalau aku melamun terlalu sering ... tapi sebenarnya, aku justru tidak melamun, nggak tahu lagi harus bagaimana? Tapi ... terima kasih.” Ranti membungkukkan bahunya ketika ia mengucapkan terima kasih itu. “Sama-sama,” ucap mahasiswa itu selalu singkat. “Oh, iya ... nama Kakak siapa? Aku Ranti.” Tanpa basa-basi Ranti tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berkenalan. “Arya Wibisono.” Pemuda itu kembali tersenyum. “Kalai begitu, aku panggil Kak Wibi saja ya?” Ranti merasa begitu bahagia bisa berkenalan dengan mahasiswa tampan yang mampu membuat jantungnya berdebar. “Iya.” Wibi kembali mengulas senyum. Sejak mereka berkenalan di ruang perpustakaan. Ranti memahami bahwa aroma Cytrus yang menguar menenangkan jiwanya, menjadi pertanda hadirnya seseorang yang mampu membuat Ranti merasa sangat tenang dan nyaman. Aroma Cytrus yang menguar itu adalah aroma yang tercium dari parfum yang selalu digunakan oleh Arya Wibisono. *** Apakah yang sebenarnya terjadi? Ranti merasa nyaman dan tenang dengan kehadiran pemuda beraroma Cytrus yang selalu datang menemuinya di perpustakaan. Arya Wibisono menjadi seseorang yang selalu ingin Ranti temui di kampusnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD