3. Bertemu Mahasiswa Tampan

1018 Words
Ranti berdiri di depan rumah kosnya. Mengenakan celana jeans berwarna gelap, mengenakan kemeja dengan motif kotak-kotak berwarna merah. Tak lupa ia mengikat rambutnya dan menggendong tas ransel berwarna hitam bercorak merah. Penampilannya semakin terlihat spotry dengan sepatu sneakers berwarna putih. Wajahnya nan ayu semakin terlihat merona bersama dengan sinar mentari yang muncul pagi ini. Ia menghirup oksigen yang terasa sangat segar dalam paru-parunya. Ranti tersenyum menyambut perjalanan panjang yang akan ia mulai perjuangannya Hari ini adalah hari pertama Ranti masuk kuliah, setelah dirinya dan semua mahasiswa baru selesai menjalani kegiatan ospek. Sinar mentari pagi yang menghangatkan tubuh Ranti, membuatnya merasa nyaman setelah kemarin petang ia kehujanan. Menapaki setiap jejak langkah demi meraih mimpi. Sepenggal kalimat yang tepat menggambarkan Ranti kala itu. Jarak antara kampusnya dengan rumah kos yang tidak begitu jauh, membuat Ranti memutuskan untuk berjalan setiap berangkat ke kampusnya. Selain lebih irit, berjalan kaki pun sama halnya dengan berolah raga yang membuat tubuh semakin bugar. Dalam perjalanannya menuju kampus, Ranti merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari belakang. Ranti berpikir mereka yang berjalan di belakang Ranti adalah mahasiswa lain yang juga searah dengannya menuju kampus. Namun setelah Ranti menoleh, tidak ada seorang pun yang berjalan di belakang Ranti. Ranti terpaku sejenak. Lantaran dengan sangat gamblang terdengar dua orang yang sedang berbincang di belakang Ranti. Ia mengusap lehernya karena bulu kuduknya mulai meremang. Ia merapatkan tas punggung yang sedang ia gendong ke tubuhnya. Ranti tidak memedulikan apa yang terjadi. Kemudian kembali berjalan melewati persimpangan gang ke arah rumah kos Yuda. Setelah beberapa menit Ranti berjalan, ia merasa ada seseorang yang mendekat padanya. Ranti mempercepat jalannya. Lalu seketika ia menoleh sambil menangkis tangan orang yang ada di belakangnya. “Aw ... Ran?” Yuda melirik Ranti dengan kesal. “Eh ... Yud, maaf aku pikir siapa.” Ranti hanya tersenyum dengan ekspresi datar karena kaget dengan apa yang terjadi. “Kamu pasti melamun lagi, kan?” Yuda menduga Ranti bertingkah seperti yang baru saja terjadi, lantaran dirinya melamun lagi. “Ya ... maaf! Aku nggak sengaja, Yud! Aku nggak melamun ... Cuma ... tadi kayaknya ada yang berjalan di belakang aku ... terus pas aku tengok nggak ada orang ... eh ternyata untuk yang kedua kalinya, justru kamu yang jalan di belakangku ... jadi paranoid deh!” Ranti berusaha memberitahu sahabatnya. “Ran ... siang-siang nggak ada kali yang namanya setan ... kecuali kayak kemarin petang ... udah serem banget tuh jalan sama ....” “Sama siapa, Yud?” Nur menyela perbincangan Yuda dan Ranti. Kehadiran Nur yang tiba-tiba membuat Yuda dan Ranti sangat kaget hingga melompat. “Nur! Bisa nggak sih kalau datang itu nggak bikin kaget?” Yuda merasa kesal pada gadis misterius itu. “Nur! Kaget tahu! Bisa jantungan kalau kamu muncul tiba-tiba katak gitu!” Ranti pun kesal dengan sikap Nur yang misterius. “Lagian kalian pada cerita apa sih? Sampe kaget gitu? Sampe nggak nyadar kalo aku udah dari tadi ada di belakang kalian.” Nur menatap mereka berdua. “Dari tadi? Perasaan kamu datang sewaktu-waktu, ngilng juga sewaktu-waktu ... udah kayak penampakan aja!” Yuda masih kesal pada Nur. “Iya ... maaf, deh! Nanti aku beliin kalian berdua cokelat deh! Sebagai permintaan maafku.” Nur tersenyum dan berjalan mendahului Ranti dan Yuda. Ranti dan Yuda saling menatap. Mereka selalu merasa Nur sangat misterius. Datang sewaktu-waktu, terkadang mereka merasa kalau aura Nur itu sangat mistis. *** Ranti berjalan menyusuri koridor kampus yang terasa menjulang. Ranti gemar membaca, sehingga dirinya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengunjungi perpustakaan ketimbang duduk-duduk manja di kantin. Seusai jadwal kuliah pagi, Yuda, Alex, dan Farah mengajak Ranti pergi ke kantin, sebelum jadwal kuliah siang dimulai. Namun Ranti menolak karena ada yang harus ia cari di perpustakaan. Sehingga mereka berpisah dan berbeda arah tujuan. Dengan santai, Ranti berjalan menuju perpustakaan. Tidak ada yang mencurigakan atau berbeda. Semua terasa nyaman dan berjalan seperti biasanya. Ranti menaruh tasnya pada loker. Kemudian ia memasuki perpustakaan menggunakan kartu mahasiswanya. Perpustakaan yang cukup besar dan lengkap berada di lingkungan kampus Ranti. Perpustakaan itu buka dari jam delapan pagi hingga jam sembilan malam. Bukan perpustakaan pusat Universitasnya. Melainkan perpustakaan gabungan dari dua fakultas yang berada di sana. Ranti berjalan menyusuri koridor di mana ia merasakan memasuki gerbang lain. Ditambah lagi suasana mencekam karena kesunyian yang menjadi ciri khas perpustakaan. Ranti melihat barisan gondola yang berderet bagai jalan menuju alam lain. Ia selalu merasa ada sepasang mata yang sedang mengawasinya. Namun, lagi-lagi nihil tanpa ada seorang pun di koridor tempat dirinya berpijak. “Huft ... kenapa aku selalu merasa seperti ini?” Ranti menghela napasnya dan kembali tersenyum melihat sinar mentari menembus kaca jendela perpustakaan. “Pagi cerah begini? Mana ada setan! Ranti ... Ranti! Mikir apa sih diriku?” Ranti berbicara sendiri dan menertawakan diri sendiri yang selalu paranoid. Wajah Ranti menunduk setelah dirinya menyadari bahwa saat itu masih pagi. Keadaan memang terasa sangat remang yang diakibatkan cuaca yang tiba-tiba mendung. Ada rasa yang menggelitik dalam sanubarinya. Perasaan tidak nyaman seperti ada seseorang yang tengah memperhatikannya. Sekali lagi Ranti menghela napasnya untuk mengurangi perasaan cemas yang kian merajai. Tatapan mata Ranti terpaku pada koridor yang membentang bagai labirin di hadapannya. Dia menyusuri setiap jengkal koridor itu. Namun, perasaan yang terus bergejolak membuat Ranti kembali menghentikan langkahnya. Sesekali matanya melirik ke arah yang dia rasa berbeda. debaran jantung yang kian cepat membuat Ranti kembali mengatur napasnya. 'Astaga ... apa yang aku pikirkan?' ujarnya dalam hati sembari menggelengkan kepalanya. Ranti menunduk menyeringai karena merasa sangat aneh dengan dirinya yang tiba-tiba menjadi paranoid. Namun satu hal yang masih Ranti pegang dalam prinsipnya. Dia tidak boleh melamun. Ranti kembali menghirup napas panjang. Ranti percaya ketika pagi, tidak akan ada hantu yang mengganggu manusia. Ranti tersenyum dan kembali menyusuri koridor rak buku di sana. Seketika Ranti terpaku karena seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Napas Ranti seakan tercekat. Tubuhnya meremang, lalu perlahan menoleh pada jemari yang masih berada dibatas bahunya. Ranti menoleh ke arah seseorang di belakangnya. Seorang pria tampan yang terasa misterius karena wajah tampannya terlihat semakin misterius dengan senyuman dinginnya. “A—ada apa?” Ranti pernah melihat mahasiswa itu di depan laboratorium yang berada di bawah lobi belakang kampus.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD