bc

Kacamata Keramat

book_age12+
167
FOLLOW
1K
READ
dark
others
tragedy
mystery
scary
supernatural
horror
school
slice of life
like
intro-logo
Blurb

Setelah papa dipecat kami sekeluarga pergi ke rumah nenek untuk sementara, di sana aku banyak mengalami kejadian aneh, dan kacamata pemberian nenek mengubah hidup kami.

chap-preview
Free preview
1. Rumah Nenek
Aku melihat mereka bersedih, wajah-wajah yang cerah itu sekarang sedang sendu dan dipenuhi awan hitam. Padahal hari itu langit sedang cerahnya, tapi tidak dengan kabar yang mereka dengar. Bagaimana tidak papa baru saja dipecat dari pekerjaan yang sudah dijalaninya selama belasan tahun, pekerjaan yang bisa dibilang papa impikan sedari dulu menjadi seorang desain interior. Hanya karena temannya yang penjilat dan papa dijebak akhirnya papa dipecat, dia tidak menjelaskan bagaimana detailnya kepada kami. Walau wajah mereka murung hari ini tapi tidak ada satu keluhan pun yang terucap, aku memeluk mereka mencoba menguatkan setidaknya itulah yang bisa aku lakukan saat ini. Setelahnya kami harus pindah dari rumah yang terbilang mewah ini karena ini adalah salah satu fasilitas kantor yang diberikan perusahaan papa dulu sebagai penghargaan karyawan teladan. Untungnya masih ada mobil hasil kerja papa beberapa tahun pertamanya yang masih bisa menjadi kendaraan kami, sambil mencari rumah yang cocok untuk kami sementara ini kami akan tinggal di rumah nenek. Jujur saja nenek itu sangat baik tapi aku tidak terlalu suka dengannya karena dia terlalu peka dengan kondisi apapun dan tingkah nenek yang sangat aneh. Banyak orang bilang nenek bisa melihat apa yang orang tidak bisa lihat, walau nenek sudah berumur hampir seratus tahun tapi dia masih segar bugar. Papa dan mama awalnya ingin tinggal dengan nenek, tapi nenek melarangnya karena nenek bilang impian papa adalah bekerja di kota bukan di desa. Walau begitu aku tetap sayang nenek, walau kadang perkataan dan tingkahnya membuat aku merinding jadi ya aku jaga jarak saja. "Semuanya sudah beres?" tanya papa sambil melihat beberapa koper yang ada di ruang tengah. "Sebentar Mama cek lagi ya," jawab Mama. "Barang Genta sudah semua, Ma. Tadi sudah Genta cek," jawabku dengan mantap, mama tersenyum sambil mengelus rambutku. Di depan orangtuaku sikapku masih saja kekanak-kanakan, memanggil diri sendiri dengan nama depan. Tapi aku suka bermanja dengan mereka selama yang aku bisa. Setelah semua selesai papa mengangkut satu persatu koper kami ke mobil. "Pa, boneka sapi kesayangan Genta mana?" tanyaku pada papa saat kulihat diantara koper tidak ada. "Kamu masukkan ke koper mungkin," jawab papa. "Enggak, Genta letakkan di luar kok," jawabku masih ngotot. "oh aku tau pasti kerjaan dia, bentar ya Ma, Pa. Genta ambil dulu." Aku segera menuju ke dalam rumah yang harusnya sudah dikunci itu. "Hei! Balikin boneka sapi Genta dong, Genta mau pergi ni!" teriakku ke arah langit-langit. Tidak lama boneka itu jatuh dari langit-langit, sudah aku duga itu pasti ulahnya. Yang aku maksud dia adalah penghuni rumah ini, seorang anak kecil yang suka sekali bermain dengan mainanku dan bonekaku. Aku tidak bisa melihatnya tapi dia selalu jail dan suka menampakkan diri, tapi dia tidak jahat kok. "Jangan ikut Genta ya kan rumah kamu di sini, " tambahku lagi saat kurasakan hawa dingin di tengkuk, itu adalah pertanda di mana dia berada saat akan menampakkan wujudnya. Setelah mendapatkan boneka itu aku memeluknya dan bersiap pergi, tapi kemudian leherku terasa tercekik pasti ulahnya lagi. Aku tidak berontak hanya diam saja walau sakit. "Tidak boleh!" ucapku marah dengan nada naik beberapa oktaf, akhirnya cekikan leher itu terlepas aku segera pergi dengan berlari. "Kok lama banget, Dek?" tanya mama yang sudah siap di depan duduk bersama papa di depan. "Keselip, Ma," jawabku berbohong. Sampai saat ini aku memang tidak memberitahu kepada papa atau mama bahwa ada seorang anak kecil penghuni rumah itu yang sering menjahiliku takut mereka khawatir, lagipula jika kejahilannya tidak sampai membahayakan nyawa aku sih tidak masalah. Kalau kalian pikir aku anak indigo kalian salah, aku hanya orang biasa yang tidak bisa melihat dunia tidak kasat mata. Tapi jika arwah atau hantu itu mengizinkan kita untuk melihatnya maka kita bisa melihat mereka. *** Perjalanan kami pun dimulai. Butuh waktu sekitar hampir seharian untuk sampai di desa papa, desanya cukup jauh dari kota tapi untunglah sudah dibangun jalan yang bisa dilalui mobil. Sesekali kami berhenti untuk beristirahat sebentar, papa dan mama secara bergantian mengemudikan mobil. Sedangkan bagianku adalah mengoceh atau menyanyi agar suasana tidak sepi dan setelahnya tertidur tanpa sadar. "Nanti kita mau beli rumah di desa, Ma, Pa?" tanyaku pada mereka berdua. Mereka melihat dari kaca dasbor, kulihat mama tersenyum. "Tergantung Papa saja, Mama ikut aja," jawab mama membuat aku tertawa. Mamaku ini memang sangat bucin dengan papa begitu juga sebaliknya. "Gimana, Pa. Mau beli rumah di desa? Sekolah Genta gimana?" kali ini aku menatap papa dari sela yang ada di tengah. "Enggak, Papa masih mau kerja di kota. Anggap saja kita ke desa untuk liburan sekolah Genta." Papa berbalik ke belakang dan mengelus rambutku. Memang dua minggu ke depan aku akan libur semester dihitung dari hari ini. Aku mengangguk dan kembali menyanyi di kursi belakang, atau melihat kiri-kanan jalan yang hanya berisi pohon karet. Setelah perjalanan yang melelahkan akhirnya kami sampai di desa papa, nama desa ini cukup unik yaitu desa karet karena kebanyakan dari mereka adalah pengumpul karet dan kebanyakan pohon di sini adalah pohon karet. Aku segera turun menyusul papa dan mama sambil meluruskan pinggang. Enaknya di desa itu udaranya yang sejuk dan jarang terkena polusi. Papa dan mama sudah lebih dulu menuju ke rumah nenek yang ada di bukit desa ini. Entahlah kenapa nenek lebih memilih untuk tinggal di tempat terpencil seperti itu sendirian padahal dia sudah rentan, kami harus berjalan lagi ke bukit yang berjarak kurang lebih dua kilometer dari kantor desa. Aku menggerutu saat mengeluarkan ponsel yang sama sekali tidak ada sinyalnya itu sambil terus berjalan mengikuti papa dan mama. "Ibu!" panggil papa sambil menuju ke arah nenek dan kemudian memeluknya, nenek hanya berwajah datar saja dan membalas pelukan papa. Mama menyalami nenek juga dengan acara peluk-pelukan. Sedangkan saat denganku nenek menatapku agak lama sebelum akhirnya menyambut uluran tanganku dan aku mencium tangannya yang sudah keriput itu. "Ada masalah apa di kota? Kamu dipecat?" tanya nenek tanpa basa-basi dan masih berdiri di kebun belakang rumah nenek yang ditanami sayuran itu. Papa hanya mengangguk singkat menjawab pertanyaan itu sambil memasang wajah sendunya lagi. "Yaudah ayo masuk dulu." Akhirnya kami dipersilakan masuk. Kami masuk melalui pintu belakang, dan aku membantu papa menggeret koper walau akhirnya tidak kuat. Setelah itu mama membantu nenek membuat teh, sedangkan aku membantu papa mengeluarkan barang-barang dari koper. Setelah semua beres tidak terasa hari sudah menjelang sore, yang paling aku tidak sukai juga dari desa adalah kamar mandinya yang hanya terbuat dari papan kayu dan toiletnya yang mengerikan. Bagaimana tidak mengerikan saat mau buang air besar atau kecil harus jalan lagi ke sungai dan di sana baru bisa buang hajat dengan membawa seember air penuh. Aku mengecek kembali ponselku masih tidak ada sinyal, akhirnya untuk menghemat baterai aku matikan saja. "Mama sama Nenek mau masak apa? Genta bantu ya?" tanyaku menawarkan diri karena aku sangat bosan. "Petikkan cabe di kebun belakang sana," pinta nenek dengan wajah datarnya. Dengan cepat aku menuju ke kebun belakang dan memetik beberapa cabe dari pohonnya. Kami makan malam bersama setelah itu dan tentu saja setelahnya adalah nenek yang menanyai papa tentang pertanyaan yang belum terjawab pagi tadi.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Menantu Dewa Naga

read
176.4K
bc

Marriage Aggreement

read
80.1K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
622.7K
bc

Scandal Para Ipar

read
692.7K
bc

Di Balik Topeng Pria Miskin

read
859.4K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Aku Pewaris Harta Melimpah

read
153.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook