25. Tugas Spesial

1010 Words
- "Aku tidak tahu menahu soal kode rahasiamu. Jangan pancing aku untuk mulai terjerumus dalam teka-teki dirimu. Karena bisa saja, aku akan mendapatkan sebuah rasa sakit jika aku sudah menguak semua teka-tekimu." *** "Makasih lo udah ngurung gue! Makasih lo udah bikin gue benci sama lo!" tukas Lila penuh penekanan. Siapa juga yang akan tetap bertahan kepada seseorang seperti Navi? Sepertinya tidak ada. "Gue mau jelasin. Pertama, gue tadi keluar karena mau ambil kertas ini." Navi mengangkat selembar kertas yang berisi tulisan tangannya. "Kedua. Gue cuma pergi tanpa ngunci pintu lab." Cowok itu menunjuk kunci lab yang masing menggantung di pintu. "Ketiga. Begitu gue sampai, pintunya udah kekunci." Navi menatap tajam manik Lila. Otaknya sedang bekerja sekeras mungkin. Apa, ada yang sengaja untuk menjaili gadis di depannya itu? Lila tak berkomentar lagi. Dia memilih bungkam dengan hati dan pikirannya yang kosong. Gadis itu menunduk, merasa enggan untuk dan tak kuasa dengan tatapan Navi yang berhawa dingin. Navi melepaskan cekalannya pada tangan Lila. Dia sedang mencoba mencari tahu siapa dalang di balik semua ini. Mungkin, orang itu masih di sekitar laboratorium. Otaknya mendapat secercah ide yang sangat brilian. Cowok itu membutuhkan warna biru untuk mempertajam pendengaran kata batin orang lain. Namun, jelas Navi tidak membawa benda yang berwarna s****n itu. Dia memperhatikan Lila dari ujung kaki sampai ujung kepalanya. Nihil. Lila tidak membawa sesuatu yang berwarna biru. Tapi tunggu. Meski sangat kecil dan hampir tidak terlihat, Navi yakin jika di anting yang menggantung di telinga Lila ada sedikit pancaran warna biru. Tanpa ragu, cowok itu menunduk, mensejajarkan dirinya dengan Lila. Dia mendekati telinga Lila untuk melihat jelas warna biru agar fase blue miliknya di mulai. "Eh lo mau ngapain?" Jantung laknat! Tadi katanya mulai benci, namun sekarang berdenyut-denyut gugup karena jaraknya dan Navi yang begitu dekat. "Diem aja ngapa! Nggak usah banyak tanya!"bentak Navi. Satu. Dua. Tiga. Navi memegangi kedua pundak Lila, dia tersenyum begitu manis. "Lila, ikut Navi, yuk? Navi lagi ada misi!" ajaknya terlampau semangat. Lila berdecak. Dia kembali sebal kepada Navi yang sudah bertingkah seperti ini. "Navi, Navi, Navi, sok imut lo! Mulai deh fase kek gininya!" Navi tidak menjawab, dia justru menggenggam jemari Lila dengan erat lalu membawa gadis itu berjalan menyusuri koridor area laboratorium biologi. Dia sesekali memejamkan mata, mencoba memfokuskan indera pendengarannya mencari audio sanubari hati. "Aduh ini itu kotor sekali, macam mana pula aku bersihinnya?" Skip. Itu adalah suara karyawan kebersihan SMA Sky Blue. "Gawat. Tembus lagi ke rok. Malu banget gue kalo keluar." Skip. Itu suara seorang gadis di toilet yang Navi paham apa yang gadis itu maksudkan. "Semoga aja, Lila sampe pingsan. Berani-beraninya dia deketin Navi!" Dapat! Navi menghentikan langkahnya begitu mendengar suara hati itu. "Jingga," gumamnya. Namun, Navi tak ambil pusing dengan itu. Dia tidak ingin menghampiri Jingga lalu menanyakan yang gadis itu lakukan. Cukup tahu saja pelakunya siapa. Sudah sangat cukup untuk Navi. Cowok itu melanjutkan jalannya dan masih menggenggam tangan Lila. Menuju samping sekolah, tepatnya taman SMA Sky Blue. Duduk di gazebo, berhadapan tepat dengan kolam air mancur yang sangat jernih. Waktu semakin menyore, siswa lain tidak ada di tempat itu kecuali Navi dan Lila. Navi menyodorkan kertas yang sedari tadi dia pegang ke depan Lila. Lila menerima kertas, membaca sepintas, lalu mengerutkan dahinya. Dia sama sekali tidak mengerti dengan tulisan Navi yang ada di kertas itu. Tunggu. Bukannya Navi bilang akan memberinya tugas? Tapi kenapa tugas di kertas itu tidak soal apapun. Hanya tulisan kimia yang Lila sama sekali tidak mengerti. "Kok gini? Apa, sih? Ini diapain? Gue suruh garapnya gimana? Nggak usah bertele-tele, deh, gue sibuk. Sibuk buat rebahan tau nggak!" cerocos Lila mengangkat kertas dari Navi. "Cari tahu sendiri. Kalo udah nemu jawabannya, kasih tahu ke Navi, ya, Lila? Navi tunggu, loh." Navi mengacak gemas surai Lila dengan mencuatkan senyuman limited edition. Navi beranjak berdiri. Dia membenarkan posisi ransel di pundaknya. "Navi balik dulu, Lila. Selamat mengerjakan tugas, ya." Seusai itu, dia melangkah pergi, meninggalkan Lila yang masih tidak merasa bingung. Lila membaca tulisan itu kembali. Otaknya tidak sampai dan tidak mengerti dengan apa yang Navi tulis. "Yodium livermorium uranium litium lantanum. Apaan, sih? Mana saya tahu, saya kan ikan!" *** "Pagi, Lila!" Lila melebarkan matanya di ambang pintu rumah. Dia sudah siap untuk pergi ke sekolah. Seragamnya telah rapi karena Aster yang menyetrika, rambutnya kali ini digerai sempurna. Tumben sekali Lila berpenampilan seperti seorang gadis biasa, bukan menjadi gadis pemalas? Gadis itu menenteng totebag abu-abu berisikan bekal makannya. Lila lantas menggulung lengan cardigan peach-nya agar memperlihatkan arlogi. Pukul setengah tujuh. Dia akan berangkat pagi kali ini Lila menatap lurus ke arah Magenta yang tengah duduk di atas motor vespanya. Cowok itu tersenyum begitu manis dan menenangkan hati. Terlebih, matanya yang tenggelam ketika tersenyum, membuat dia semakin menggemaskan. Langit yang kelabu. Lila memiliki firasat buruk, akan ada suatu hal yang terjadi hari ini. Dia sedang menimbang-nimbang, apakah dia harus berangkat ke SMA Sky Blue dengan sahabatnya itu? Genta mengangkat helm yang biasanya dipakai Lila. Pancaran matanya berbinar penuh harap. "Lila, berangkat sama gue!" teriak Magenta menepuk-nepuk jok bagian belakang motornya. Yang ditawari hanya mengangkat bahu. Dia menerima ajakan Magenta dengan masa bodoh. Lila berjalan mendekati Magenta yang masih tersenyum. "Mumpung lo udah nyampe dan gue males pesen ojol, oke gue nebeng lo. Tapi kali ini ikhlas, kan? Ntar lo mah minta duit lagi begitu nyampe sekolah." Lila melirik bermaksud menyindir Magenta, namun dia melambungkan senyuman paginya. Magenta ikut tersenyum. Dia tidak bisa hanya berekspresi datar ketika melihat gadis yang ia suka tersenyum semanis madu. Menurutnya, senyuman Lila adalah senyuman yang paling menular. "Dibayar pake senyuman lo aja udah cukup, La. Kuy lah berangkat!" Dia memberikan helm cokelat kepada Lila. Motor Magenta mulai dinyalakan, Lila sudah mengenakan helm dan naik ke atas motor. Magenta menunduk sebentar. Hatinya terasa berbunga di saat-saat seperti ini. Di saat Lila mau menerima ajakannya. Cowok itu melajukan motornya dengan kecepatan standar. Tidak perlu cepat-cepat. Untuk apa? Dia kan sedang bersama doi, masa ia mempercepat waktu. Jelas Magenta akan menggunakan kesempatan ini untuk lebih berlama-lama dengan Lila, gadis yang ia sayangi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD