36. Debaran Nyata

1167 Words
"Kamu tahu? Setiap didekatmu saja jantungku berdebar kencang. Apalagi digenggam olehmu seperti ini. Rasanya, aku hampir kehilangan akal." *** "Iya, hati-hati. Tante nitip Lila ya, Navi." Aster mencuci tangannya lalu dikeringkan menggunakan tisu. Navi dan Lila mencium punggung tangan wanita itu. Dan tiba-tiba Mola datang serta ikut mencium tangan Aster. Mereka bertiga bergegas keluar rumah Lila lalu memasuki mobil Navi. Lila tak masalah ketika dia duduk di belakang seorang diri. Bagaimana pun, itu mobil milik Navi, masa iya dia tidak mau mengalah dengan Mola yang tadi merengek meminta duduk di depan. Lila tak tahu Navi akan membawanya ke mana. Yang jelas, gadis itu terasa begitu berbunga-bunga malam ini. Dia bahkan merasa seperti pacar Navi. Ish, itu hanya halusinasinya. Mobil Navi berhenti tepat pada parkiran sebuah tempat dengan lampu sorot yang memecah awan malam. Taman bermain. Ya, Navi membawa Lila ke sana seperti hari lalu. Gemerlap cahaya dan suara musik yang menggema begitu terasa menarik. Orang-orang berkerumun, ada yang menikmati permainan, makan jajanan, dan juga ada yang hanya berkeliling santai. "Jangan nyampe lepas." Lila mengeratkan genggaman tangannya pada jari kiri Mola. Mendapat peringatan dsri Navi, membuat dia was-was. Padahal, Navi juga menggandeng tangan Mola yang sebelah kanan. Ah, lucu sekali kedua remaja itu sama-sama menggandeng Mola. "Bang Napi, Moya mau peymen kapas!" ungkap Mola menggerakan tangan Navi yang menggenggamnya. "Ya udah, kita beli sekarang." Navi melangkah mendahului. Untungnya, dia tadi melihat pedangan permen kapas yang dekat dengannya tadi. Dibeli 2 permen kapas. 1 warna ungu untuk Mola, satu warna merah muda untuk Lila. "Bang Napi kok cuma beyi 2? Abang nggak mau?" tanya Mola menggenggam erat gagang permen kapasnya. "Enggak. Abang maunya Permen Karet bukan permen kapas." Posisi mereka sekarang. Navi berdampingan dengan Lila. Sementara Mola berhadapan dengan mereka berdua. Pipi Lila merah padam karena perkataan Navi. Dinding tembok anti bapernya gagal dibangun saat ini. "Nggak ada peymen kayet, Bang Napi. Adanya cuma peymen kapas!" sahut Mola dengan suara kecilnya. "Maksudnya, Abang mau minta ke Permen Karet ini aja. Nggak perlu beli." Navi menunjuk Lila yang tengah yang baru melahap satu kali permen kapasnya. Lila jelas enggan. Dia tidak mau berbagi dengan makanan manis ini. Dia menggeleng, lalu tetap melanjutkan makannya tanpa merasa kasihan kepada Navi. Padahal, cowok itu yang telah memelikan permen kapas. "Mola, di belakang kamu ada boneka badut tuh, kamu kan suka badut." Mola seketika membalik badan, untuk melihat apa yang kakaknya sebutkan. Dan ternyata benar, lurus dengan arahnya, ada boneka badut taddy bear cokelat. Begitu pandangan Mola teralihkan, Navi mendekati Lila dan menggigit permen kapas yang padahal sedang Lila nikmati juga. Pandangan mereka bertemu. Wajah keduanya hanya berjarak permen kapas. Navi mengangkat sebelah alisnya saat melihat Lila mematung. "Kenapa gue cuma minta. Salah sendiri tadi nggak ngebehin." Cowok itu dengan santai menelan permen manis itu. Dia menghampiri adiknya, mengajak Mola untuk mendekati badut. Lila terpaku. Jantungnya seakan meledak-ledak tanpa henti. s**l, padahal dia sendiri yang tadi bertekad membua Navi jatuh hati, namun justru dia sendiri yang hanyut terbawa perasaan dengan sikap manis Navi. "Kak Yiya! Sini!" Teriakan dari Mola membuyarkan lamunan Lila. Dia berjalan cepat menghampiri pemilik suara yang memanggilnya tadi. Gadis itu melahap habis permen kapas yang tersisa. Imajinasinya begitu meninggi ketika terus terbayang apa yang dilakukan Navi tadi. "Kak Yiya, ayo poto sama Moya, sama Bang Napi!" ajak Mola terlalu bersemangat. Navi dan Lila hanya pasrah mengikuti kemauan Mola. Untung saja ada orang yang baik hati mau memfotokan mereka bertiga. Tatanan posisi foto begitu biasa. Mola di tengah, Navi dan Lila di kanan kirinya. Dua dari mereka tersenyum ceria, Namun Navi justru memasang muka tembok. "Moya mau liat duyu, Bang Napi sama Kak Yiya, tetep di sini." Mola berlari kencang kepada sang pemotret yang tadi telah berhasil mengambil beberapa jebretan. "Bang Napi sama Kak Yiya deketan dikit, ini yucu bangey, kalian dipoto ya!" teriak Mola. Dia meminta tolong sekali lagi kepada wanita 40 tahunan yang tadi memfoto. Sejatinya Lila tak mendengar begitu jelas apa yang Mola ucap. Dia hanya tercengang ketika Navi menariknya dan merangkul gadis itu dengan lembut. Cekrek. Hasil foto yang tidak terlalu buruk. Lila dengan wajah bingung, Navi dengan wajah datar. Namun merek berdua terlihat serasi. Terlebih karena baju couple mereka. Mola sangat puas dengan foto itu. Ya, dia sangat gemas melihat kakaknya jika sedang berdua dengan Lila. Sepasang remaja yang tadi difoto segera mendekati Mola. Tak lupa mereka mengucapkan terima kasih dengan wanita baik hati tadi. Navi menggeser layar handphone-nya untuk melihat hasil foto. Dia berusaha keras untuk menyembunyikan senyumnya ketika melihat fotonya dengan Lila. Aaa, mengapa sangat lucu. Melihat Mola yang sudah sering kali menguap, Navi merelakan punggung lebarnya untuk menggendong anak itu. "Moya tidur aja kalo udah ngantuk banget," ujarnya pada Mola yang sudah mulai menyenderkan kepala ke punggungnya. Navi memberi kode kepada Lila untuk berjalan menuju parkiran. Hening. Selama berjalan itu, tak ada percakapan di antara keduanya. Namun, mereka dapat mendengar suara Mola yang sudah mengorok lucu. Lila yang dari tadi melangkah tidak benar dan sesekali menjauh jadi Navi, lagi-lagi dia dibuat terperangah. Navi menggenggam erat tangannya walau tanpa mengeluarkan satu kata pun. Lila merasakan jemari Navi sedikit bergerak. Gadis itu lantas membalas genggaman Navi membuat jemari mereka saling bertautan. *** Jalanan malam ke rumah Navi masih sangat ramai pada jam 9 ini. Sorotan-sorotan lampu mobil sangat membuat silau. Suara klakson dan deru mobil kendaraan yang melintasi jalanan memecah ketenangan sekitarnya. Kali ini, bintang tak menampakkan sinarnya awan gelap mengerubungi langit malam. Lila bersender pada kursi mobil. Dia tak jarang untuk menutup matanya. "Tumben lo diem?" Lila menguap lebar saat Navi menajaknya berbicara. Karena Mola tertidur, anak itu berada di kursi belakang dan sementara Lila berada di kursi samping Navi yang sedang menyetir dengan fokus. "Ngantukan amat jadi orang!" seru Navi membekap mulut Lila yang menguap. Lila belum berubah. Sudah kesekian kalinya Navi menegur gadis itu untuk menutupi mulut yang sedang menguap, namun percuma saja. Seperti masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Seperti itulah Lila merespon saran dan omelan dari orang lain. Lila melepaskan tangan Navi. Dia sedang malas untuk mengeluarkan suara, tetapi Navi malah menantangnya untuk berbicara. "Gue nggak tidur malem tiap hari," tutur gadis itu memasang raut sendu. "Kenapa?" Lila menarik napas panjang, lalah dikeluarkan perlahan. Dia mengecilkan volume speaker yang tadi disetel lagu ballad oleh Navi. "Insomnia," jawab Lila dengan lugas. "Separah apa?" Navi mendadak menghentikan mobilnya karena lampu merah yang menala secara tiba-tiba. "Nggak bisa tidur sampe pagi." "Overthingking?" Navi memelankan laju mobilnya. Di luar sana, banyak sekali kendaraan yang semrawut. Lila menyengguk sembari mengucek matanya yang perih. "Masa depan gue, Nav. Gue mau jadi apa nantinya. Papa udah ngggak ada, cuma ada mama di rumah. Guenya juga yang males-malesan. Gimana kalo nanti ... masa depan gue nggak sukses?" Having a deep conversation seperti ini, membuat Navi nyaman. Ternyata, Lila sempat memikirkan hal seperti juga. Sebelumnya Navi pikir, dunia Lila itu hanya penuh dengan kesenangan semata. Nyatanya, dia kini tertampar dengan kenyataan yang ada bahwa Lila juga peduli dengan masa depannya. Ish, namun mengapa gadis itu tidak membuat perubahan untuk masa depannya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD