17. Projek Biologi (2)

1011 Words
- "Aku itu semakin dihantam, semakin menguat. Tapi tolong jangan menghantamku terlalu kuat. Karena aku juga bisa rusak." - *** Yang benar saja, pergelangan tangan Lila menjadi memerah. "Lo tuh kalo emosi sama gue, bisa nggak sih jangan nyakitin? Sakit, Kulkas Gulali! Lo pikir tangan gue itu besi apa? Tuh lihat, kayak mau keropos rasanya!" keluh Lila menyodorkan tangannya yang sakit tepat di depan wajah Navi. Navi menunduk, dia mendekatkan wajahnya ke tangan Lila. Apa? Mau apa dia? Tidak! Jantung Lila berdetak tidak stabil saat ini. Apa sebenarnya yang akan Navi lakukan? Dingin. Lila merasakan dingin pada pergelangan yang memerah itu. Ya ampun, ternyata Navi hanya meniup tangan Lila satu kali. "Udah gue tiup. Beres, kan?" tanya Navi bersedekap memamerkan wajahnya yang terlihat angkuh. Lila menganga tak kuasa. "Mana ada ditiup doang bisa sembuh! Lo katanya pinter, kalo pinter tuh direalisasikan pelajarannya buat kehidupan nyata. Apaan lo, pinter cuma di otak doang!" "Lo nggak usah mancing gue buat ngehujat! Lo tau sendiri kan, gue kalo ngehujat orang kayak apa?" ancem Navi membuat Lila menelan ludahnya kasar. Benar. Jangan pancing Navi untuk menghujat. Jika Navi menghujat, bisa-bisa Lila sakit tapi tak berdarah. "Ayo cepet, mending langsung data taneman dikotil monokotil aja! Lo yang foto tanamannya!" imbuh Navi. Lila menggangguk. Dia mengeluarkan ponsel yang case-nya sudah diganti menjadi warna kuning terang bergambar snowball-- seekor kelinci yang menggemaskan. Tentunya, dia tidak lupa dengan kontrak perjanjian Navila yang tidak memperbolehkan Lila menggunakan sesuatu berwarna biru. Navi diikuti Lila, berjalan mengarah ke pohon mangga yang berdiri kokoh. "Nah, mangga itu termasuk dalam dikotil. Lo tau, nggak?" tanya Navi memegangi pohon mangga di depannya. "Tau, lah! Yang suka buka malam-malam, kan? Banyak musik jedag-jedug, terus lampu kelap-kelipnya yang muter-muter?" jawab Lila antusias. Dia menggerakan jari telunjuknya diputar-putarkan di udara. Navi tercengang, dia yakin selama ini saat pelajaran di sekolah, Lila tidak pernah mendengarkan materi sedikit pun. "Itu diskotik, dodol! Otak lo itu pengin gue upgrade rasanya!" ujar Navi geram. Lila mencoba berpikir kembali. Tangan kirinya memegangi kepalanya. "Dikotil? Diskotik? Sama aja, lah!" Navi berdecih. Sepertinya Lila harus mengulang sekolah lagi dari Sekolah Dasar! "Dikotil itu, tumbuhan yang punya biji berkeping dua. Lo pernah makan mangga, kan? Nah bijinya itu emang keliatannya satu. Tapi sebenernya ada dua cuma saling menempel." "Nah, kalo yang anggrek ini, termasuk monokotil." Navi menyentuh bunga anggrek putih yang menempel pada pohon mangga. "Kan, lo sih! Tugas kita tuh soal jaringan tumbuhan! Malah jadi materi dikotil monokotil!" pekik Navi menoyor dahi Lila. "Ya Allah, cewek cantik emang salah mulu!" sahut Lila. Dia mengerucutkan bibirnya karena merasa kesal. Padahal, tadi Lila sedang diam dan mendengarkan penjelasan Navi. Tapi lagi-lagi, Navi justru menyalahkannya. "Lo foto aja semua tanaman yang ada di sini, ntar dikelompokin. Kalo udah selese, gue koreksi! Moga aja otak lo nyampe!" maki Navi tampa ampun. "Satu lagi, Zea Mays yang tadi pagi gue bilang, batal aja. Soalnya dari Bu Leli yang nyiapin. Jadi, tugas kita cuma ngamatin pake mikroskop." "Oke! Lagian, gue juga nggak tau Zea Mays itu apaan," jawab Lila. Dia mulai memfoto tanaman di sekitarnya. Mulai dari mangga, anggrek, bahkan sampai rumput liar. Ah, otak Lila terlalu luar biasa. "Gue pengin nimpuk lo, sumpah! Itu nama latin jagung, dodol! Otak lo itu, ibarat hp jadul. Padahal yang lainnya otaknya udah kek smartphone, tapi lo malah lola kayak gitu!" Tapi, omongan Navi itu sama sekali tidak terasa menusuk di hati Lila. Ah, dia sepertinya sudah mulai terbiasa dengan kata-kata Navi yang menyakitkan. "Udah selese gue fotonya." "Ya udah, gue mau balik. Ambilin tas gue sana!" perintah Navi mengibaskan tangan kanannya serasa mengusir seseorang. Lila berdecak pinggang. Navi dasar setan yang nggak tahu diri. "Ya! Gue ambilin!" sahut Lila tanpa rasa ikhlas. Lila beranjak dari taman, dan memasuki rumahnya. Untuk saja tadi dia dan Navi belajar di ruang tamu. Alhasil, tidak perlu waktu lama bagi Lila untuk mengambilkan tas milik Navi. Navi langsung merebut tasnya begitu Lila sampai di hadapannya. "Makasih! Bye!" tegas Navi. Dia berlenggang angkat kaki dari taman itu hendak menuju ke mobilnya yang terparkir di halaman rumah Lila sebelah kiri. "Lo nggak mau minta maaf sama gue karena udah bikin tangan gue sakit?" teriak Lila sekuat tenaga. Navi mengambil kaca mata hitamnya, lalu dia kenakan dengan pelan. "Nggak!" elak singkat namun penuh penegasan. Lila menggeleng pelan. Udara di luar rumah membuatnya berpikir jernih. Bahwa Navi jika galak, benar-benar galak tidak tanggung-tanggung juga seperti tidak mempunyai hati. *** "La, lo makan banyak amat?" Kondisi kantin outdoor SMA Sky Blue sangat bising. Apalagi, ditambah deru suara mesin karena sedang ada pembangunan di gedung depan kantin outdoor. Lila, Ruby, Magenta, dan Diego, memilih untuk mengunjungi kantin itu dari pada yang indoor dikarenakan ingin menghirup udara segar dan menikmati cerahnya langit. Sekitar 25 meja berpayung putih terdapat di kantin outdoor. Berpijak pada rumput hijau dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar yang menghalau sinar matahari, sangat memberikan efek relaksasi pada siswa maupun warga sekolah lain yang duduk disana. Akibat ulangan Bahasa Inggris mendadak dari Bu Rumi, ke empat remaja itu sangat gusar dan geram. Sampai-sampai sepanjang perjalanan mereka dari kelas hingga kantin ini, mereka tidak berhenti-hentinya memaki soal yang benar-benar di luar nalar. Terlebih lagi Lila. Untuk soal pilihan ganda, ya mungkin di bisa saja asal pilih. Tapi untuk soal esai? Astaga, rasanya kepala dia ingin pecah karena soal esai laknat itu. Dia hanya bisa menjawab dengan tulisan "Maaf Bu, saya tidak tahu artinya." Lila payah. Dia payah dalam segala mata pelajaran. Masuk dalam jurusan MIPA, hanya sebuah keberkahan yang dulu dia dapatkan. Ya, Lila memiliki sertifikat juara lomba debat tingkat nasional. Itu yang membantu Lila bisa masuk dalam jurusan MIPA. Tahu sendiri, mulut Lila yang tidak bisa berhenti dan ceplas-ceplos, tentu saja dia dengan mudah men-skak lawan debatnya. Lila memicingkan matanya. Komentar dari Genta tadi apa? Dia makan banyak? Astaga, ini saja masih kurang. Double porsi nasi padang yang dijadikan satu piring, satu piring ketoprak porsi ekstra, dan segelas Thaitea boba ukuran large. "Genta, ini aja masih kurang satu. Sop buah!" sahut Lila memegang sendok untuk memakan nasi padang di depannya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD