28. Perdebatan Sepele

1005 Words
- "Cukup untuk membuatku terpedaya. Aku akan mengikuti apa yang kamu rencanakan semuanya." - *** "Bisa nggak, sih, lo berhenti maksa gue belajar? Gue pengin sama temen-temen gue. Gue pengin kayak yang lain nikmatin waktu buat hiburan!" protes Lila setelah duduk di kursi mobil. Navi mencondongkan tubuhnya ke arah Lila. Membuat Lila mati gaya. "Safety first," ucap Navi setelah memasangkan sabung pengaman untuk Lila. Cowok itu mulai menyalakan mobilnya dan segera meninggalkan SMA Sky Blue. Dia tidak peduli dengan Lila yang terus mengoceh sepanjang jalan. Tetapi dia juga tidak meminta Lila untuk berhenti mengoceh. Aneh sekali. "Hari ini ke rumah gue. Mola pengin ketemu sama lo." Lila mendelik tajam. Ke rumah Navi lagi? Mengapa semakin kesini, dia merasa semakin dekat dengan Navi? "Iya udah, tapi gue juga mau refreshing. Apa lo mau kalo gue pingsan karena baca buku terus?" "Mana ada orang pingsan gara-gara baca buku, dodol!" "Ya siapa tahu gue yang pertama kayak gitu. Lumayan, nama Lila Rosetta bisa masuk on the spot sama rekor dunia!" Navi menoyor dahi Lila. Dia sangat tidak paham mengapa ada gadia yang bentukannya seperti Lila. "Udah ngerjain tugas dari gue?" "Boro-boro gue ngerjain. Gue aja nggak paham harus diapain soalnya. Lo sih, bikin soal kok nggak jelas!" "Lo bakal tahu cepat atau lambat. Dan kalo udah tahu, ngomongnya tunggu gue tanya." Lila berdehem. Dia memilih mencoba tidur daripada berdebat dengan Navi. Bersender di kaca mobil, menikmati melodi musik ballad yang Navi putar, Lila dapat dengan mudahnya masuk dalam dunia mimpi. *** "Kak Yiya!!" Mola berlari secepatnya begitu melihat Lila baru turun dari mobil milik Navi. Anak kecil itu berlari dengan gontai dan seperti hendak kehilangan keseimbangannya. Pipi dan mulutnya penuh dengan noda es krim stroberi. Lila tersenyum lebar, mendapati Mola begitu antusias saat bertemu dengannya. Gadis itu merentangkan tangan, lalu menjatuhkan kakinya di atas rumput. Begitu Mola sampai, Lila memeluk anak itu dengan erat. Mola. Adik kecil Navi yang sangat menggemaskan. Terlihat jelas jika Lila dan Mola merindukan satu sama lain. "Mola lagi ngapain tadi, kok belepotan?" tanya Lila masih memeluk Mola. "Yagi makan es klim! Kak Yiya mau? Tapi nanti ya, Moya masih pengin peluk Kak Yiya. Kangen banget soalnya." Mendengar itu, Lila melengkungkan bibirnya. Ia tersenyum lalu mengusap kepala Mola dengan lembut. Melihat adegan drama seperti itu, Navi menatap tajam ke arah Lila dan Mola. Dia merasa seperti pemain figuran. Lalu, Navi dengan paksa menarik tubuh Mola agar lepas dari pelukan Lila. "Nggak usah peluk-peluk. Nanti baju Permen Karet kotor, gimana?" omelnya kepada Mola. Mola cemberut. Dia tidak terima dengan kakaknya yang merusak suasana. "Bang Napi iyi, yah? Pengin peyukan juga sama Kak Yiya?" tebak Mola sembari memainkan perutnya yang kekenyangan. Lila bangkit, dia membersihkan lututnya yang tadi mencium rerumputan. Gadis itu mengucir rambutnya asal-asalan. Sore ini terasa sangat panas baginya meskipun dia dalam keadaan tubuh yang kurang baik. Cardigan yang tadi pagi dia pakai juga disimpan baik-baik di dalam tas. "Mola masuk dulu, Abang mau ngomong sama Permen Karet," bisik Navi sangat lirih. Mola mengangguk, anak itu segera mungkin masuk ke rumah dari pada nanti kakaknya tidak mau bermain dengannya. Lila membeku di tempat. Dia sungguh tidak bisa mengeluarkan sekata dua kata pun ketika Navi tiba-tiba memeluknya tanpa permisi. Apa lagi ini? Mengapa Navi semakin hari semakin membuat jantung Lila berdebar hebat. Navi kurang ajar! "Sebentar." Hanya kata itu yang Navi keluarkan. Dia melepas pelan, ikat rambut Lila di surai gadis itu. Lalu melepaskan pelukan singkatnya. "Kayak gitu aja, lebih bagus kalo keliatan acak-acakan." Dia mengenakan ikat rambut Lila pada pergelangan tangan kirinya untuk dijadikan gelang. Lila terpaku. Dia tidak tahu bagaimana mendeskripsikan apa yang ia rasa kali ini. "Navi kok lo malah meluk gue?" tanyanya menerobos tatapan Navi. "Diem." Navi bergegas masuk ke rumah, mendahului Lila yang masih mematung. Jelaslah Lila bingung dan tidak dapat berkomentar apapun terhadap apa yang Navi lakukan tadi. Gadis itu lalu melangkah pelan, sambil memegangi jantungnya yang berdetak tidak karuan. "Ish, Navi bikin jantung gue mau copot! Tu cowok apa-apaa, sih? Argh, gue bingung. Masa iya dia suka sama gue? Kayaknya nggak memungkinkan. Tapi kenapa dia peluk gue? Apa dia cuma mau permainin gue? Lah, bodo amat! Gue bakal ngikutin permainan Navi kali ini!" gerutu Lila dengan emosi. Begitu memasuki rumah Navi, Dahlia sudah menyambutnya sangat ramah. Wanita itu juga langsung menyiapkan minuman serta camilan untuk Lila. Mola bermain seorang diri di ruang keluarga, sementara Navi dan Lila berada di balkon samping taman. Itu Navi yang tadi meminta Lila agar belajar di sana. Dia mengerti, Lila pasti bosan jika hanya belajar di ruang tamu. "Mola bawel, jangan ditanggepin." Navi tiba-tiba membuka obrolan. Lalu dia meneguk jus avocado dengan pelan. Ucapan Navi membuat Lila beberapa kali mengerjapkan mata. Gadis itu kemudian menggeleng tanda tidak setuju dengan Navi. "Mola gemesin, gue suka!" jawab Lila begitu semangat. Dia bahkan mencuatkan senyumannya. "Nggak boleh." Navi menatap Lila begitu tajam. Wajah Lila yang tersorot cahaya sore hari membuat Navi tertarik. Mata Lila membelalak. Apa salah dia? Dia kan hanya merasa gemas kepada adiknya Navi itu. "Kok nggak boleh?" tanyanya. "Kalo lo suka, ntar lo culik lagi. Nggak boleh, dia adik gue satu-satunya!" Navi membuang pandangannya ke sembarang arah ketika Lila hendak membalas tatapannya. Gerombolan burung-burung kecil yang melintasi langit, digunakan Navi sebagai pelarian pandangan Navi. "Oh gitu, ya gue nggak bakal nyulik juga kali. Gue cuma ngerasa gemes! Kalo sama Mola pengin nyubit pipinya!" Lila masih bisa-bisanya menjawab dengan semangat walau tubuhnya terasa lemas. "Navi, boleh nggak kapan-kapan aku ajak Mola main? Kayaknya bakal seru banget!" "Gue harus ikut." Lila berdehem lirih. "Karena harus jagain Mola? Tenang aja, gue bisa jagain dia lo nggak perlu ikut juga nggak papa," tolak Lila. "Enggak. Gue nggak percaya lo bakal becus jagaian Mola." "Tapi kan Navi, gue cuma pengin ngajak dia main ke taman kek atau ke timezone, bukan mau ngajak dia naik gunung, pergi kepantai, atau main paralayang. Gue bukan penjahat, bukan psycho, mafia, atau--" Navi menyumpal mulut Lila menggunakan bakpao rasa cokelat untuk membuat gadis itu berhenti mengoceh. "Diem. Kita mulai tanya jawab fisika." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD