29. Suka Atau Apa?

1033 Words
- "Rasa itu tumbuh jika sudah terbiasa. Tetapi akan rapuh jika sudah terlibat rasa kecewa. Aku hanya bisa berharap, semoga terbiasanya aku dengan dirimu, membuat kamu menumbuhkan sebuh rasa untukku." - *** "Tapi kan Navi, gue cuma pengin ngajak dia main ke taman kek atau ke timezone, bukan mau ngajak dia naik gunung, pergi kepantai, atau main paralayang. Gue bukan penjahat, bukan psycho, mafia, atau--" Navi menyumpal mulut Lila menggunakan bakpao rasa cokelat untuk membuat gadis itu berhenti mengoceh. "Diem. Kita mulai tanya jawab fisika." Lila sering kali menjawab next pada pertanyaan materi fisika yang Navi berikan. Gadis itu sedang tidak fokus. Pikirannya terlalu stuck berputar-putar ria tentang Navi. "Nav, istirahat dulu, ya? Kepala gue pusing," keluh Lila memegangi pelipisnya. Tubuhnya terasa lemas entah karena apa. "Ya. Lo makan dulu aja cemilannya. Gue mau cek Mola." Lila mengangguk, dia mengambil keripik kentang rasa balado. Pandangannya menjelajah ke sekitar penjuru rumah Navi yang begitu luas. Dari taman saja, terlihat seluas taman kompleks rumah Lila. Sementara pada bagian dalam, terpampang foto-foto Navi yang kebanyakan sedang mengangkat piala dan memegang medali. Semilir angin sore menerpa rambut indah Lila. Angin itu juga membuat Lila semakin mengantuk. Gadis itu menguap, dia meletakan kepalanya di meja. Dan dalam sekejap, Lila sudah mulai tertidur. *** "Bang, Kak Yiya boleh nginep di sini? Moya pengin main teyus sama dia. Bang Napi, sih, malah Kak Yiya diajaknya beyajar muyu! Kasian tau Kak Yiya pasti cape!" Mola melemparkan sebuah apel kepada Navi yang baru mendatanginya. Navi menggigit apel itu. Dia tidak mengerti dengan adiknya yang begitu suka dengan Lila. Apa sih istimewanya Lila? Gadis pemalas dan jorok masa iya mempunyai hal spesial? "Mola, nggak bisa gitu, dong. Permen Karet nggok boleh nginep. Terus, kenapa Navi nyuruh dia belajar terus, karena itu emang harus biar dia jadi pinter." "Tapi Kak Yiya kayak kecapean, Bang. Tadi aja Moya ngeyasain badannya Kak Yiya anget banget!" Navi memutar bola matanya. Sepertinya memang benar apa yang dikatakan Mola. Dia juga tadi merasakan tubuh Lila yang panas dan melihat gadis itu begitu pucat. Navi memutar langkahnya. Dia bergegas kembali ke balkon dan berniat untuk mengantarkan Lila pulang saja. Lila dasar kebo! Padahal, Navi baru meninggalkannya sebentar, namun dia sudah tertidur lelap. Navi iseng, menempelkan punggung tangannya pada dahi Lila. Panas. Itu yang dirasakan tangan Navi. Rupanya Lila demam. "Jangan pergi, gue mohon!" Navi tersentak ketika tangannya dipeluk Lila dengan erat. Gadis itu masih menutup mata. Lila sedang mengigau sekarang. Ada perasaan aneh menjalar dalam tubuh Navi. Dia tidak tega melihat Lila yang demam justru tertidur di luar ruangan yang anginnya begitu kuat. Apalagi, menyaksikan Lila mengigau. Sepertinya gadis itu tengah mimpi buruk. "Gue nggak pergi. Gue di sini buat lo." Navi mengusap pelan puncak kepala Lila yang masih terlelap. Gadis itu langsung berhenti mengigau dan tidur dengan tenang. Navi mengeluarkan napasnya secara kasar. Dia dia membungkuk dengan posisi memunggungi Lila. Cowok itu lantas pelan-pelan menggendong Lila dia punggungnya membawa ke dalam ruangan yang hangat. "Bang Napi mau nyulik Kak Yiya?" tanya Mola mendekati Navi yang hendak menaiki tangga. "Ikut Abang, yuk! Permen Karet minjem kamar kamu, ya? Dia demam." Mola memegangi kaos Navi dengan erat. Dia terus mengekori kakaknya itu. "Bang Napi gimana, sih, kan kasur Moya kecil!" Navi yang baru saja memegangi gahang pintu kamar Mola tiba-tiba berhenti. Dia sungguh lupa akan hal yang tadi Mola ucapkan. "Ya udah di kamar Abang, tapi kamu harus ikut, ntar jadi fitnah lagi!" "Pitnah apa itu, Bang? Moya nggak ngeyti," tukas Mola dengan lirih. Memang, kedua kakak beradik itu sejak tadi menggunakan suara bisik-bisik. Navi mulai membuka kamarnya. Dia meletakan Lila dengan pelan di atas ranjang. "Intinya, Mola jagain Permen Karet dulu, abang mau ambil kompresan." Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh Lila yang terlihat kedinginan. "Hihihi Bang Napi lucu banget, keyiatannya gayak tapi kayo udah peduyi, peduyi banget." Mola terkekeh seorang diri setelah Navi keluar dari kamar. Mola merasa sangat gemas terhadap sikap kakaknya. "Apaan. Abang cuma kasihan sama dia, kalo dibiarin ntar tambah sakit, siapa yang bakal tanggung jawab? Kan Abang yang bawa dia ke sini," bantah Navi dari luar kamar. Mola menggenggam tangan Lila yang dingin. Anak itu juga memeluk Lila dan ikut tertidur. Selang beberapa menit, Navi kembali ke ruangan itu dan sudah membawa air dingin juga handuk kecil. Dia menggelengkan kepala melihat Mola yang tertidur begitu lucunya. Navi dengan cepat mencelupkan handuk itu ke dalam air lalu memerasnya dan menempelkannya pada dahi Lila. Diamati segala hal yang ada di wajah Lila. Saat gadis itu demam seperti ini, bibirnya sangat pucat. Namun bulu mata Lila lah yang justru menjadi daya tarik Navi. Bulu mata yang panjang juga lentik. "Cepat sembuh, Lila." Dahlia ikut memasuki kamar Navi. Dia mengantarkan segelas s**u hangat dan roti untuk Lila, juga obat paracetamol. Semua itu terdapat di nampan yang Dahlia bawa. Wanita itu lantas meletakkan nampannya ke atas nakas. Dia memberikan kode kepada Navi untuk keluar dari kamar dan membiarkan Lila istirahat. Navi menurut dia akan membiarkan Lila tertidur. Dia keluar dengan menggendong Mola lalu memindahkannya ke kamar milik anak itu. Lantas, membantu mamanya untuk memasak di dapur. *** Lila membuka matanya perlahan dari tidurnya. Rasa pusing yang ia rasakan sudah menghilang. Dia juga merasa lebih baik ketika bangun saat ini. Tapi tunggu. Dia sedang berbaring, baru terbangun, tapi bukan di kamarnya sendiri. Warna dinding ruangan yang ia sedang tempati berwarna abu-abu. Tatanan meja belajar, lemari, begitu rapi. Terdapat hiasan dinding berupa quotes dan dan foto ilmuan dunia memenuhi ruangan itu tapi kecuali dinding yang berseberangan dengan Lila. Dinding itu bertuliskan rumus-rumus matematika dan juga fisika yang abstrak namun terlihat begitu estetik. Dia mengambil handuk kecil yang ada di dahinya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk meski tenaga dia memang belum sepenuhnya kembali. "Gue ada di mana? Apa gue diculik seseorang? Apa gue ada di surga?" tanya Lila kebingungan. Sebentar. Lila teringat akan sesuatu hal. Dia seketika menganga lebar, tidak percaya dengan apa yang ia alami. "Gue tadi belajar di rumah Navi, ketiduran di balkon, terus ini? Di kamar Navi?!" tanyanya terkejut seorang diri. Pikirannya twrus bertanya-tanya, kenapa dia ada di kamar Navi? Apa cowok itu berbuat macam-macam? Tapi tentu saja tidak. Seragam sekolah yang Lila pakai masih rapi. Juga, Navi tidak mungkin akan berbuat hal seperti itu padanya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD