Nyaman Satu Sama Lain

2052 Words
Mesin yang dibeli Kana adalah mesin kopi untuk membuat Espresso, mirip seperti yang biasa dipakai di cafe - cafe profesional, cuma ini lebih kecil ukurannya . Boleh dibilang ini mesin kopi untuk amatiran atau rumahan sepertinya. Proses pengoperasiannya sebenarnya mudah, tinggal memasukkan biji kopi yang sudah dibelinya, masukkan ke penyaringan , seduh dan jadi lah Espresso. Tapi waktu memakai mesin ini untuk pertama kalinya dua hari yang lalu, ada kesalahan. Dia buru - buru melakukan ekstraksi padahal airnya belum cukup panas, jadi rasanya tidak karuan. Karena kegagalan itu, kali ini dia akan benar - benar mengikuti step by step seperti yang ada di buku panduan. Kana menyalakan mesin kopi dan mengatur suhu untuk memanaskan air di dalam boiler sekitar sembilan puluh tiga derajat celcius. Dia harus perhatikan suhu ini kalau tidak mau gagal lagi. Setelah menunggu proses pemanasan air, Kana mulai memasukkan biji kopi ke dalam mesin penggiling. Selama proses penggilingan kopi itu, sudah tercium harum kopi memenuhi apartemen Ana. Sementara sang pemilik unit apartemen itu sedang mandi. Kana memindahkan bubuk kopi ke portafilter, ini alat penyaring kopi seperti keranjang logam bertangkai, kopi dipadatkan lalu dikunci ke dalam grup head di mesin itu. Pompa pun diaktifkan agar air panas bisa dialirkan dan menyentuh bubuk kopi yang berada di dalam portafilter tadi. Kalau saat penggilingan tadi wanginya sudah menyebar keseluruh ruangan, begitu kopi dalam proses seduh, muncul lagi aroma yang lebih kuat dari Espresso yang sedang diekstraksi dan mulai tampak menetes ke cangkir mini dibawahnya. Dan tadaaaa ... Barista Arkana Mahendra sudah berhasil mendapatkan Espresso yang diinginkannya. "Wangi banget, berhasil dapat espresso-nya?" tanya Ana yang baru keluar dari kamarnya memakai baju kaos putih dan celana tiga perempat di bawah dengkul, terlihat fresh khas orang habis mandi. Kalau sudah lepas dari baju kerja, Ariana itu seperti mahasiswi yang baru lulus kuliah, tidak tampak seperti wanita yang sudah berusia diatas tiga puluh. Kana memamerkan kopi dalam cangkir kecil tadi, "Sudah doong, kali ini perfect! Kamu mau coba?" "Boleh." "Americano atau Latte?" Tuh kan, gaya Kana sudah kayak Barista profesional saja sampai menawarkan jenis minuman ke Ana "Hmm ... Latte would be great kayaknya, setidaknya aku nggak harus baca buku yang banyak supaya bisa tidur nanti malam," jawab Ana lalu tersenyum. "Wait a second." Celemek milik Ana yang berwarna Peach bergambar semangka dan jeruk sudah dipakai Kana dari tadi, kemeja lengan panjangnya sudah digulung hingga siku, biarpun celemeknya sangatlah feminin, tapi Kana tetap terlihat mempesona saat mempersiapkan pesanan Ana. Ana mendekat, dia duduk di kursi tinggi di meja kitchen set-nya di mana mesin kopi itu diletakkan Kana ... Ana ingin melihat proses pembuatan Latte untuknya. "Kayak di cafe - cafe itu bisa?" "Maksudnya?" tanya Kana yang sedang menuang s**u UHT ke dalam wadah stainless yang memang disiapkan untuk menghangatkan s**u. "Itu lho yang pake - pake gambar - gambar." "Latte art?" "Itu ya namanya? Bisa?" Kana tertawa," Don't expect too much ya ... tapi nanti aku coba." "Nggak sabar," jawab Ana lalu menopang dagunya dengan kedua telapak tangannya dan sikunya ada di atas meja.. Kana memutar knop yang ada untuk menyalakan menyalakan mesin, ada semacam selang kecil berbahan logam yang menyatu dengan mesin, suara nya mendesis ketika mengeluarkan angin, lalu dimatikan lagi. Kemudian dia celupkan selang logam tadi ke dalam wadah s**u dan setelah dinyalakan terdengar bunyi seperti air mendidih, padahal bukan. Itu proses foaming s**u dan menghangatkannya sekaligus. Ana sampai melongokkan kepalanya untuk melihat s**u yang ada di dalam wadah itu, ternyata benar mulai berbusa. Sesekali Kana menyentuh badan wadah itu seperti sedang mengecek suhu yang diinginkan. "Kenapa di pegang gitu?" "Biar berasa, sudah hangat atau belum." "Owh." Prosesnya menarik, Ana mulai penasaran. Selesai dengan proses itu, Kana mulai menuangkan s**u tadi pelan - pelan ke dalam cangkir berisi one shot Espresso. So far aman, hanya membuat s**u itu tercampur sempurna bersama Espresso di dalam cangkir putih, lalu dia jeda dua detik, sepertinya sedang berpikir. Kana mencoba mengingat cara membuat Latte art versi paling sederhana. Tidak muluk - muluk bermotif unicorn apalagi siluet orang, hanya seperti buah cemara saja, konon itu paling basic, dan hasilnyaaa ... seperti buah cemara obesitas .. bulat - bulat melebar tidak jelas. "Yaaah ... nggak jadi," raut wajah kecewa Kana menatap hasil Latte art-nya yang jauh dari ramalan BMKG. Ternyata tidak semudah video - video tutorial itu, fix abis co-ass nanti dia mau les Barista. "Nggak apa - apa, cuma perlu berlatih kok. Kalo kamu langsung bisa bikin itu jadi bagus, nanti kamu malah milih jadi barista dari pada jadi dokter yang prosesnya lama pake banget. Mana sini aku minum, kayaknya menggoda sekali," Ana meminta kopi yang masih di depan Kana itu. "Aku memang pria penggoda, jadi wajar kalo kamu tergoda," jawab Kana. "Apa daaah ..." Ana malah tertawa mendengar ucapan canda receh Kana Ana membaui dulu kopi yang sedang diangkat cangkirnya dengan kedua tangannya, mungkin dia pikir sedang minum Wine kali ya sampai dibaui seperti itu. "Wangi, nge-blend banget antara kopi sama s**u," puji Ana dan itu menerbitkan senyum tipis di bibir Kana, bangga lah dia. "Manis nggak ini?" "Nggak, aku nggak pakein gula, mau di tambahin?" tawar Kana. "Nggak usah, aku malah suka nggak pake gula, tadi lupa bilang." Ana mencoba menyesap pelan latte-nya, dia khawatir panas, ternyata hanya hangat. "Hmm ... pas banget, enak," lagi - lagi pujian yang datang. Kana mengambil tisu lalu membersihkan jejak foam s**u di atas bibir Ana. "Eh cemong ya?" Ana baru sadar. "Dikit." Kana mengambil s**u lagi untuk dipanaskan, dia juga mau untuk dirinya sendiri, tapi ditambah sedikit gula cair. "Ada yang perlu ditambahkan nggak?" "Nggak, udah perfect ini buatku, nanti ajarin ya buatnya." "Nggak usah belajar, untuk urusan kopi, biar aku yang buat, ini secret recipe by Arkana Mahendra." Ana mencebikkan bibir bawahnya, membuat Espresso-nya saja baru berhasil tadi, latte art juga belum bisa, tapi sudah sok pakai bilang secret recipe, diulang lagi juga belum tentu sama rasanya. Tapi percaya diri Kana yang berlebihan ini lah yang membuat mereka akrab. Selama ini mana mau Ariana berdekat - dekatan dengan lawan jenis, cuma sama calon dokter ini dia membuka diri. Selain pintar, Kana orangnya asyik diajak ngobrol, dia juga sopan tidak terlihat seperti pria yang punya niat tidak baik kepadanya, hobby mereka juga sama ... kuliner, nonton konser, nonton film di bioskop, ngegym, jogging dan akhir - akhir ini sering mereka lakukan bersama. Hanya hobby travelling yang belum pernah mereka lakukan. Ana juga belum pernah membicarakan soal hobby-nya yang satu ini ke Kana, jadi Ana tidak tahu apakah Kana hobby jalan - jalan juga atau tidak. Dalam wishlist Ana padahal ada satu keinginannya, yaitu mengelilingi Negara - Negara tertentu ala backpacker, dia ingin berbaur dengan warga lokal, menginap di rumah penduduk, menaiki transportasi massal seperti kereta, Bus atau kapal laut dan itu tentu saja perlu cuti panjang. Ana juga sudah mulai menyisihkan gajinya dari tahun lalu untuk mewujudkan cita - citanya itu, dia benar - benar ingin pergi agak lama, mungkin dua atau tiga bulan lamanya tanpa memikirkan uang dan pekerjaan.Tapi entah kapan terealisasi, belum ada tanda - tanda segera mengingat kesibukannya. Sambil menikmati minumannya, Ana terus memberi perhatian pada proses pembuatan Latte yang sedang dikerjakan Kana. "Jangan terlalu manis dan terlalu banyak s**u, supaya rasa kopinya tetap dominan," Kana menjelaskan sambil menuang foam s**u pelan - pelan, dia bertekad latte art-nya bisa sukses di percobaan kedua ini. "Tuh lumayan," puji Ana lagi setelah melihat hasil akhir Latte art di cangkir Kana. Kana menelengkan kepalanya ke kanan ... lalu ke kiri dengan pandangan tertuju ke cangkirnya. Walau belum seperti yang dia inginkan dan dia bayangkan, setidaknya Ana sudah memuji dengan kata 'lumayan', at least hasilnya tidaklah buruk. Mereka duduk di ruang TV dengan pintu balkon yang dibiarkan terbuka, langit sore mulai terlihat meninggalkan semburat merah tanda pergantian siang dan malam. "Aku mau masak ah, kamu mau makan di sini?" tanya Ana sambil berdiri membawa cangkir kosong sisa Latte-nya tadi. "Makan keluar aja yuk An ..." "Duh males banget ganti baju lagi," ucap Ana yang mirip sebuah penolakan. "Yaudah pake baju itu aja." "Owh terus orang - orang bilang, tumben pak Kana bawa pembantunya makan, ibu lagi kerja pak?" Kana tertawa, Ana memang kalo ngomong tidak pakai basa basi. "Aku ganti baju kaos aja, baju ku yang hitam kemarin sudah di laundry?" "Udah, ada di kamar," jawab Ana. Dua minggu lalu, Kana pernah numpang ganti baju waktu mereka abis pulang dari Bogor. Baju kaosnya disuruh Ana untuk dimasukkan saja ke keranjang cucian karena dia juga sudah waktunya laundry cucian. Ana masuk ke kamar dan membawakan baju Kana yang sudah rapi dan wangi, tentu saja pewangi laundry. Setelah Maghrib, mereka menuju lobby dan ke tempat parkir, Ana akhirnya tetap ganti baju juga. "Kayaknya aku mau cari apartemen lain deh nanti, di sini minim jajanan, kalo perlu apa - apa harus keluar jauh," ucap Ana sambil memasang seatbelt. "Mau pindah kemana?" "Belum tahu, nanti cari referensi dulu." "Trus ini mau diapain?" "Ya dijual lah, memangnya aku sekaya apa bisa beli apartemen lain tanpa jual ini?" jawab Ana. Dia realistis, uangnya tidak sebanyak itu. Cicilan apartemen ini saja baru selesai awal tahun kemarin setelah dicicilnya selama tiga tahun. "Jadi maksudnya jual ini dulu, trus kamu baru cari yang lain?" "Iya." "Terus kalo sudah laku, kamu mau tinggal di mana dulu? Kan nyari apartemen itu nggak secepat nyari kos - kosan." "Nah itu kamu langsung kasih ide, aku kos aja dulu satu dua bulan sambil nyari unit yang cocok dan sesuai budget." "Hmm ... barang - barang kamu mau dikemanain?" "Aku bawa baju aja, yang lain di tinggalin." "Eh mesin kopi aku?" "Ya kamu bawa pulang lah." "Nggak mau, tapi jangan termasuk yang di jual ya, aku baru bestian sama mesin itu." "Bestiiee..." Ana tertawa mendengar kata bestie sama mesin kopi. Kana sambil menyetir jadi ikut tersenyum. Mereka mau cari makan di daerah Fatmawati, tidak terlalu jauh dari Hamptons , Apartemen Ana di area Terogong jakarta Selatan. "Kalo memang mau cari apartemen yang banyak fasilitas tempat makan atau belanja, mendingan cari yang nempel dengan Mal. Kan ada Gandaria, Pondok Indah," saran Kana. "Iya sih, nanti kapan - kapan mau nggak nemenin lihat - lihat ke sana, aku belum pernah masuk ke apartemen yang kamu sebut tadi." "Ya boleh, kamu cari tahu aja agent property yang jual unit Hamptons supaya kamu tahu juga harga pasaran apartemen kamu itu, nah sekalian minta dia carikan harga yang mirip atau kamu tambah berapa gitu untuk up grade unitnya, sepertinya dua apartemen tadi sedikit lebih mahal." Ana diam, sepertinya sedang berpikir. "Aku harus nanya orang tuaku dulu kalo gitu, soalnya DP beli apartemen yang sekarang tuh uang mereka, sisanya aku yang nyicil ke Bank. Apa mereka akan minta uangnya dikembalikan sekarang atau masih bisa aku pinjam dulu buat beli unit baru." "Cicilan sudah selesai?" "Udah." "Kamu bisa pake bank yang itu juga kalau mau nyicil, track record kamu sudah ada di sana, pasti dengan senang hati mereka mengeluarkan kredit baru." "Iya sih, tapi kalo nambahnya nggak terlalu banyak, aku masih ada simpanan sedikit." "Ya udah, cari agent-nya dulu, bikin janji sama dia ... weekend kapan kek gitu." "Iya, nanti aku cari jadwal kosong dulu deh." Setelah selesai makan malam, Ana menawarkan Kana untuk diantarkan ke rumah Dean, teman co-ass yang membawa mobil Kana pulang tadi, tinggalnya di blok A, bisa sekalian jalan sebenarnya. Memang Ana harus memutar balik sedikit untuk kembali ke Terogong, tapi itu tidak jauh, lagian masih jam delapan malam, ini belum terlalu larut kalau pulang sendiri. Menyetir ke rumah sakit tengah malam kalau ada yang mau melahirkan saja dia jabanin sendiri selama ini, tapi Kana menolak ... dia tetap akan mengantar Ana pulang, katanya kemeja yang dia pakai tadi masih ketinggalan di unit apartemen Ana. Benar - benar cari alasan! Mereka tiba lagi di tower D apartemen Hamptons, tempat Ana tinggal. "Kamu langsung naik ke atas deh, itu ada taksi kosong, aku pulang naik itu aja," ucap Kana ketika mereka sudah sampai di lobby apartemen. Memang tadi ada dua taksi biru yang standby di dekat lobby, jadi Kana tidak perlu mencari kendaraan pulang lagi. Kana menyerahkan kunci mobil Ana yang tadi sudah diparkirkan di tempat parkir khusus milik unit Ana di basement. "Sampe besok ya," Kana meninggalkan Ana di lobby, bahkan Ana tidak sempat menjawab ucapan Kana, Ana mau memberitahu kalau kemejanya ada di atas, bukankah karena kemeja itu tadi dia balik lagi ke Apartemen?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD