Bab 1

634 Words
Aku pertama kali bertemu dengannya tanpa sengaja di sebuah klub malam yang ada di Gangnam. Saat itu para sunbaenim-ku di rumah sakit mengadakan acara minum-minum untuk merayakan pernikahan dokter Jih Yo. Aku suka semua hal tentang Korea, kecuali tradisi minum, dan karaokenya, itulah alasanku memutuskan untuk bekerja di salah satu rumah sakit di Seoul dan bukan di Jepang seperti keinginan Ayahku. Saat itu aku keluar menghirup udara segar dari balkon yang sunyi, karena tak begitu cocok dengan keramaian klub malam dan bau alkohol. Disitulah aku melihat lelaki bermata bulat, berhidung tinggi nan ramping dengan bibir tipis itu mendapat sebuah tamparan keras dari seorang wanita cantik. Entah apa yang terjadi pada saat itu pada mereka berdua, tapi sebelum tamparan itu melayang ke mukanya aku melihat mereka bertengkar. Pria itu tidak mengatakan apa pun, dia hanya tersenyum tipis, tapi menyedihkan. Aku rasa pria itu baru saja dicampakkan, tapi dia tidak mengejar wanita itu. Mungkin dia tidak mencintainya pikirku saat itu dan memang dia lelaki yang seperti itu. b******k! Aku juga berharap bisa menghadiahinya sebuah tamparan saat dia kembali nanti, tapi aku tidak yakin kami akan bertemu lagi. Setelah dicampakkan lelaki itu jatuh tersungkur, awalnya kupikir dia hanya merasa terlalu patah hati hingga tak sadarkan diri, tapi ketika aku melihat darah merembes keluar dari kemeja putihnya, aku baru sadar ada hal tak biasa terjadi padanya. Aku berlari ke sisinya dan bertanya bagaimana keadaannya. Aku hampir menelpon ambulans, tapi dia melarangku sambil menahan rasa sakit. "Tidak perlu, aku baik-baik saja" katanya. "Tapi kau terluka" Dia berdiri dengan susah payah, "Aku lebih baik pulang" Melihat kondisinya yang lemah, sebagai dokter aku merasa tidak tega, karena itu aku berlari mengejarnya. "Kalau kau tidak mau dibawa ke rumah sakit, biarkan aku mengobati lukamu" Dia menatapku dengan heran, tapi kemudian mengiyakan ajakanku. Aku memapahnya sampai di mobilku, lalu memohon pamit pada para sunbaenim-ku. Aku bilang saja pada mereka aku sedang tidak enak badan. ** Aku mengambil alkohol, kain perban, dan obat merah, lalu membuka pakaiannya di atas sofaku. Untung saja Na Yeon sedang tidak di rumah, kalau tidak, dia pasti akan marah melihat sofanya kotor karena darah dari pria asing. Tapi tidak seburuk itu juga, pria itu memiliki tubuh yang sexi, Na Yeon pasti tidak akan keberatan jika dijodohkan dengannya. "Ini luka apa, jahitannya terbuka" Aku menatapnya, dia tampak begitu menderita karena rasa sakit, "Bisakah kau mengobatiku saja tanpa bertanya?" Aku mengatup mulutku, pria itu tampak tak ramah, tapi dari bekas lukanya ini lebih mirip bekas sebuah peluru yang diobati serampangan. Aku kembali menatapnya dengan bingung. "Kau sungguh tidak ingin dibawa ke rumah sakit, lukamu harus dijahit?" "Kau dokter?" "Dokter umum" "Kalau begitu jahit saja" katanya mengerang sambil menggigit bibirnya. "Tapi aku hanya punya obat bius lokal saja" "Gunakan saja obat penghilang rasa sakit biasa, aku bisa menahannya" Aku mengambil tambahan obat lainnya beserta kaos tangan, jarum dan benang monofilamen untuk menjahit lukanya-- untung saja aku selalu menyiapkan alat-alat ini diapartemenku. Setelah 10 menit, akhirnya semua berhasil diatasi dan dia berhasil menahan rasa sakit, sekalipun aku hanya menggunakan obat bius lokal. Karena lukanya yang lumayan parah, akhirnya aku tidak menyuruhnya pulang. Dengan baik hati kubiarkan dia bermalam di apartemenku semalaman, meski hanya berbaring di sofa. "Terima kasih" katanya ketika aku menyajikan sarapan padanya. "Sama-sama. Apa sekarang kau sudah tidak apa-apa?" "Ya, berkat bantuanmu" "Kau harus tetap checkup ke dokter untuk memastikan tak ada infeksi di lukamu" Ia kemudian mengulurkan tangannya padaku tanpa menjawab apa yang kukatakan padanya. "Aku Lee" "Aku Runa" "Bisa aku minta tolong padamu?" "Apa?" "Jangan katakan aku pernah bertemu denganmu" Seketika aku merasa heran, tapi kemudian mengiyakan. "Aku akan membalas kebaikanmu padaku. Aku tidak suka berhutang budi pada orang lain. Bisa aku meminta nomormu?" Aku mengangguk lalu memberikan nomorku pada Lee. Awalnya aku pikir dia hanya bercanda dan kami tidak akan pernah bertemu lagi, tapi sepertinya takdir berkata lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD