Bab 2

554 Words
Bayangan lelaki itu masih jauh dari senapan DMR-ku. Dia adalah orang yang sudah kuburu selama sebulan ini, dengan berbagai upaya pembunuhan yang selalu saja gagal. Ini adalah cara terakhir yang bisa kugunakan di tengah rasa frustasiku mencari celah menghabisi tua bangka itu. Kalau bukan karena misi yang diberikan padaku oleh Dalton, aku tidak mungkin meninggalkan Runa sendirian. Entah apa yang sekarang dia pikirkan tentangku, mungkin aku sudah menjadi lelaki b******k yang tak jauh beda dengan mantan kekasihnya. Aku meninggalkannya begitu saja tanpa mengatakan kalimat perpisahan yang menenangkan. Di bawah langit Barcelona yang mendung, salju turun setelah tujuh tahun. Tubuhku rasanya menggigil dan mengharapkan kehangatan tubuh Runa bisa mencairkan raga dan hatiku yang beku. Aku tidak sabar bertemu lagi dengannya, aku harap dia belum melupakanku! Tidak, kurasa dia tidak akan melupakanku, karena aku adalah lelaki pertama yang dia izinkan menjamah tubuh indahnya yang selalu tertutup teramat rapat dari pandangan banyak lelaki. Aku ingat pertama kali bertemu dengannya, saat itu Hanz si sialan yang selalu menangani lukaku sedang tidak ada di Korea. Aku terpaksa mengobati luka tembakku seadanya asal darah berhenti mengalir. Tapi tak kuduga, malam ketika aku sedang menikmati pesta di sebuah klub malam untuk menghilangkan kepenatanku setelah misi di Busan, malah membuat lukaku terbuka. Yang lebih menjengkelkan jika tidak memuakkan, aku bertemu mantan perempuan yang kutiduri seminggu sebelumnya. Kami hanya bercinta sekali tanpa komitmen, tapi dia bicara seolah aku adalah kekasihnya, dasar t***l. Tapi apa yang menyenangkan dari semua kejadian memuakkan itu aku bertemu Runa. Dia melihatku jatuh dan segera berlari ke arahku. Aku tau sejak tadi dia sudah mengamati kami, matanya tampak sangat jeli tapi kesepian. Saat itu sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk mendekatinya, tapi dengan wajahnya yang tampak begitu cemas dia menawarkan bantuan untuk menolongku. Dia nyaris saja menelpon ambulans yang tidak kubutuhkan, malah akan jadi berbahaya kalau sampai polisi atau para dokter sialan itu menanyaiku apa penyebab luka tembakku, bisa-bisa identitasku bisa terkuak. Aku sudah berpindah dari lebih dari 20 negara hanya untuk bersembunyi dan tidak diburu interpol. Kurasa ini kesialan lain Runa harus menjalin cinta denganku. Awalnya aku cemas ketika dia menjahit lukaku hanya dengan bius lokal, aku kira akan dibuat menderita karena rasa sakit, tapi melihat wajahnya membuatku merasa tenang. Dia memiliki kelopak mata yang indah seperti bunga mawar, hidungnya ramping, bibirnya tipis tapi berisi. Warnanya merona seolah mengundangku untuk mengecupnya. Dia membuatku hanyut hanya dari pertemuan pertama kali. Aku mengatakan padanya untuk melupakan perjumpaan kami ini, tapi itu semua berbanding terbalik dengan tindakanku yang malah meminta nomor ponselnya. Aku begitu konyol, tapi syukurlah aku bisa mendapatkan nomor telponnya, setidaknya aku masih bisa berjumpa dengannya menggunakan alasan sederhana "balas budi". Setelah kembali ke apartemenku, aku meminta Dalton mencaritahu tentang Runa, siapa dia, atau dari mana asalnya. Aku begitu dibuat ingin tahu. Dan seperti yang selalu bisa kuandalka dari Dalton, hanya dalam waktu 24 jam aku sudah mendapatkan semua data dirinya, dari mana dia berasal, di mana dia bekerja, di mana dia tinggal, atau status hubungannya. Sial bagiku, dia sudah memiliki kekasih, tapi tak ada yang tak mungkin bisa kudapatkan di dunia ini, aku yakin bisa mencuri perhatiannya. Aku hanya perlu sedikit waktu. Seminggu setelah pertemuan pertama kami, dan lukaku sudah mendapat pengobatan memadai dari Hanz, aku akhirnya bisa bertemu lagi dengan Runa. Aku menelponnya dan mengatakan padanya kalau aku sudah menunggu di depan Rumah Sakit Hallym tempatnya bekerja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD