Bagian 4

1597 Words
BAGIAN 4 Keyla menatap nanar ke depan, matanya memanas dan tidak lama air matanya turun dengan deras. Keyla tidak percaya akan apa yang dia lihat saat ini, darah segar mengalir dari lengan kakaknya, tepat di nadi, penyambung kehidupan manusia. Kaki Keyla lemas, dengan mata yang buram karena air mata, Keyla mendekati kakaknya yang tergeletak lemas di lantai rumah. Kakinya tidak bisa lagi menopang tubuhnya yang lemas, dia terduduk di samping kepala Kakaknya, dia mengambil kain yang ada di dekatnya dan langsung membalut luka sayatan yang ada di pergelangan tangan kakaknya. “Kakak," lirihnya. Setelah selesai membalut luka sayatan yang membuat hatinya ikut terluka, Keyla langsung mencari letak nadi yang ada di leher Kakaknya, tangisan kepiluan semakin terdengar kala dia tidak merasakan tanda-tanda nyawa dari dalam tubuh sang Kakak. Hatinya menjerit pilu, menolak kenyataan yang ada. Dia menggeleng tegas, tidak, tidak mungkin Kakak nya pergi, dia tidak siap dan dia tidak rela. Keyla langsung memeluk Kakaknya, berharap kakaknya akan bangun dan membalas pelukannya. Namun sayang, nyawa kakaknya sudah hilang, wajah pucat dan tubuh yang dingin, membuat tangisannya semakin menjadi-jadi. “Kakak, bangun. Jangan..... Keyla.... Enggak Sanggup.... Hiks.... Hiks...” Keyla semakin mengeratkan pelukannya mengelus kepala Kakaknya dan sesekali mencium wajah kakaknya. “Bangun Kak.... Jangan tinggal in Keyla. Kakak sudah janji untuk tidak meninggalkan Keyla. Kakak jangan jahat sama Keyla, Keyla sayang Kakak, Keyla enggak bisa hidup tanpa Kakak Hiks... Hiks...” Fahira dan Farhan diam diambang pintu, tidak percaya akan apa yang dia lihat. Keyla menangis memeluk kakaknya yang sudah tidak bernyawa. Farhan menghapus setitik air mata yang keluar karena tidak tega melihat gadis yang dia sukai menangis seperti itu. Dia segera keluar untuk memberi tahu para tetangga. Sedangkan Fahira, dia mendekati Keyla dengan air mata yang ikut keluar dari matanya yang sipit. “Keyla?” Sayang, panggilannya tidak dihiraukan oleh Keyla. Telinga Keyla seakan tuli, pikirannya sekarang hanya terfokus pada satu sisi, yaitu Kakaknya. Dia tidak henti-hentinya meminta Kakaknya untuk bangun, “kakak bangun.... Hiks... Hiks... jangan tinggal in Keyla, Keyla sendiri Kak, Keyla enggak punya siapa-siapa. Bangun Kak... Bangun...” Keyla Semakin mengeratkan pelukannya, dia menangis di bahu Kakaknya yang sudah tidak hangat seperti dulu. Tak lama kemudian rumah kecil Keyla menjadi ramai, diisi tetangga. Para tetangga menatap nanar Keyla yang memeluk kakaknya yang sudah tidak bernyawa. Para tetangga mengenal Keyla dan Adam, baik dalam tutur kata dan perilakunya membuat mereka menyayangi Keyla dan Adam. “Nak Keyla?” Budhe s9ari, pemilik kontrakan yang sudah menganggap Keyla sebagai anak menyentuh bahu gadis itu dengan pelan. Keyla menatap Budhe Sari dengan mata yang tidak bisa berhenti memproduksi air mata. “Hiks... Hiks... Budhe.... Kak Adam jahat, Kak Adam enggak Sayang sama Keyla. Kak Adam bunuh diri karena Keyla.” Budhe Sari menatap nanar Keyla, dia menangkup wajah Keyla dengan penuh kasih sayang. “Kamu enggak boleh ngomong seperti itu, Nak.” Keyla menggeleng. “Kalau kakak sayang sama Keyla, Kakak enggak mungkin meninggalkan Keyla.” “Jangan berbicara seperti itu Key, enggak baik.” Keyla tetap menggeleng, dia memeluk kakaknya lagi, terisak-isak di bahu kakaknya, berharap Adam bangun saat mendengar Isak tangisnya. Budhe Sari menyeka air matanya, dia meminta para tetangga untuk memisahkan Keyla dengan sang Kakak. Keyla meronta saat tubuhnya dijauhkan dari sang Kakak. Sebaik, sesabar dan se-tabah apa pun Keyla saat jatuh miskin pada usia sepuluh tahun dia tetap gadis biasa, dia tidak apa-apa hartanya hilang, namun jika harus ditinggalkan ke-tiga kalinya dia tidak sanggup, dia tidak rela. ***** Gundukan tanah yang masih basah dan harum semerbak bunga membuat d**a Keyla sesak. Air matanya tidak kunjung berhenti, matanya sudah bengkak, wajahnya memerah karena terlalu lama menangis. Farhan dan Fahira menatap nanar Keyla, mereka tahu apa yang dirasakan Keyla. d**a mereka sama-sama sesak saat melihat Keyla yang memiliki sifat baik hati dan selalu tersenyum itu menyimpan segala luka yang baru di ketahui oleh Farhan dan Fahira. Mereka baru tahu ternyata Keyla adalah anak yatim dan piatu dan mereka juga baru tahu jika Keyla dulu sebenarnya memiliki kehidupan yang cukup namun sayang ayahnya mengalami kebangkrutan. “Keyla?” panggil Fahira, namun tidak mendapatkan jawaban dari Keyla. Fahira menghela nafas, dia menatap Farhan namun, Farhan menggeleng tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Fahira merangkul pundak Keyla dan membuat Keyla tersentak dan menatap kesamping, “ kita pulang yuk Key, sudah hampir malam dan sepertinya akan turun hujan.” Keyla tersenyum tipis, senyum sarat akan luka. pandangannya beralih pada nisan yang tertuliskan nama sang Kakak. Bolehkah dia marah, namun kepada siapa dia harus marah? Dia ingin marah, berteriak mengungkapkan rasa sakit yang ada, tetapi dia bingung kepada siapa dia harus marah, kepada siapa dia berteriak? Rasanya percuma. “Keyla enggak menyangka kakak tega berbuat seperti itu. Keyla merasa menjadi orang yang paling jahat Kak, Keyla yang selalu merepotkan kakak hingga membuat kakak mengakhiri hidup Kakak sendiri. Kakak tahu, hati Keyla sakit Kak. Keyla enggak tahu alasan Kakak yang sebenarnya seperti apa, tapi yang ada di pikiran Keyla Kakak sudah lelah mengurus Keyla, Maaf in Keyla Kak,” ucapnya dalam hati, diiringi tangisan pilu. Keyla menatap Fahira yang saat ini juga menatapnya nanar, dia tersenyum kecil dan langsung berdiri, tubuhnya yang lemas membuat dirinya hampir limbung, untungnya ada Fahira yang dengan segera merangkul pundak Keyla. “Kamu bisa jalan sendiri?” tanya Fahira khawatir, Keyla mengangguk lemas, dia segera berjalan dengan Fahira yang yang senantiasa menjaga dirinya. Sedangkan Farhan, dia berjalan di belakang Keyla, berjaga-jaga jika gadis itu akan pingsan. Tidak berapa lama mereka sampai dirumah Keyla, keadaan rumah Keyla masih ramai. Masih banyak para tetangga yang membersihkan rumahnya, Keyla bersyukur karena para tetangganya sangat peduli dengan dirinya. “Key, kamu makan dulu ya, habis itu baru istirahat.” Keyla menggeleng atas perintah Budhe Sari. “Keyla enggak lapar Budhe.” Budhe sari menghela nafas. “Ya sudah kamu istirahat saja, kalau kamu lapar, segera makan.” Keyla hanya mengangguk mendengar penuturan Budhe Sari. Saat ingin masuk ke dalam kamar, Keyla menghentikan langkahnya, Kemudian menatap Farhan yang tadi memanggilnya, “Key, aku pamit dulu ya, kamu yang sabar. Tetap semangat.” Keyla tersenyum dan mengangguk. “Ra, Lo pulang atau menginap di sini?” tanyanya pada Fahira. “Gue menginap di sini, nanti Lo suruh orang rumah buat antar baju Gue.” Farhan mengangguk kemudian segera pamit kepada para tetangga Keyla. *** Keyla duduk selonjoran diranjang. Matanya lagi-lagi memanas saat mengingat kakaknya telah pergi menyusul Ibu dan Ayahnya yang telah terlebih dahulu meninggalkan dirinya. Mereka, orang-orang yang dia sayang telah berkumpul di alam sana, meninggalkan Keyla didunia yang kejam ini sendiri. Keyla meraih pigura yang berisi foto Ayah, ibu dan Kakaknya, di foto tersebut belum ada dirinya, kata Ayahnya foto itu di ambil saat ibunya mengandung dirinya dua bulan. Ibunya terlihat sangat cantik dengan jilbab besar yang menutupi hingga pinggang, tidak dia pungkiri wajahnya dan wajah sang Ibu sangat mirip, tatapannya beralih pada sang Ayah, laki-laki yang sangat dia cintai, laki-laki yang menjadi sosok Ayah dan sosok Ibu sekaligus. Ayahnya tidak pernah mengeluh kala Keyla selalu meminta ini itu saat Ayahnya pulang bekerja, maka dari itu Keyla sangat kehilangan sosok ayah yang sangat menyayangi dirinya. Sosok itu tergantikan oleh sang Kakak, saat ayahnya meninggal sepuluh tahun yang lalu, namun sang Kakak yang amat dia sayangi itu juga meninggalkan dirinya. Mengapa Tuhan jahat? Mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa dan mengapa. Itu yang ada dibenak Keyla. Hari-harinya akan suram, tidak ada lagi yang akan mengelus kepalanya, tidak ada lagi yang akan memeluknya dengan hangat dan penuh kasih sayang, tidak ada lagi yang akan mencium keningnya dengan lembut, tidak ada lagi, semua itu hanya akan menjadi kenangan, kenangan indah namun membuat hatinya sakit tak terkira. Keyla mendekap foto itu, Keyla memejamkan matanya berharap dia merasakan pelukan dari ketiga orang yang amat dia sayangi, “Keyla ingin ikut kalian.... Hiks... Hiks.... Keyla di sini sendiri, Keyla kesepian.” Fahira yang melihat sahabatnya yang benar-benar berada pada titik terendah dalam kehidupannya ikut meneteskan air mata. Begitu berat apa yang sedang dialami sahabatnya saat ini, rasanya jika dirinya yang berada diposisi Keyla, dia mungkin dengan segera mengakhiri hidupnya. Fahira segera menghampiri sahabatnya dengan makanan dan minuman untuk Keyla, dia memanggil Keyla Pelan, “Key?” Fahira duduk di samping Keyla, di ranjang yang begitu keras, sangat berbeda dengan ranjangnya yang ada di rumah. Keyla menatap Fahira, dia tidak menyangka sahabatnya itu rela menunggu dirinya dirumah sempit seperti ini. Dia pun juga merasa bahagia karena memiliki sahabat yang sangat menyayangi dirinya dan yang selalu ada untuk dirinya. Fahira menaruh makanan dan minuman itu di meja. Kemudian tangannya terulur untuk menghapus air matanya yang ada di wajah Keyla, “kamu enggak sendiri, Key. Ada aku yang akan ada untuk kamu. Aku enggak akan melarang kamu menangis, karena aku pun tahu bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang yang kita sayang, jika menangis membuat kamu lega menangis lah.” Mendengar penuturan Fahira membuat Keyla menangis lagi. Dengan cepat Fahira langsung memeluk Keyla erat. Mengelus punggung lemah itu dengan lembut, mencoba menyalurkan kekuatan untuk sahabatnya. "Kakak enggak sayang sama Keyla, Kakak jahat meninggalkan Keyla dengan cara seperti itu Hiks... Hiks...” Fahira mengelus kepala Keyla lembut. “Kamu enggak boleh bilang seperti itu Key, kita enggak tahu alasan Kakak kamu seperti apa, tetap berpikir positif Key, seperti kamu yang selalu menyuruh aku untuk selalu berpikir positif,” jelas Fahira lembut. Keyla semakin terisak dalam dekapan sahabatnya. Malam itu Fahira dengan sabar menemani Keyla menangis dengan sesekali dia juga ikut terisak, dia mengelus punggung Keyla hingga Keyla tertidur karena lelah menangis. Fahira melepaskan pelukannya dan membaringkan Keyla dengan pelan, dia menatap nanar Keyla, dalam tidurnya pun masih terdengar isakan yang menurutnya sangat memilukan. Fahira menghela nafas kemudian ikut berbaring di sebelah Keyla.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD