#13 : Dinas Seumur Hidup

1284 Words
Suara cekikikan ceria yang datang dari seorang anak kecil, membuat Lily serta merta terbangun dari tidurnya yang terasa sangat nyenyak. Saking nyenyaknya, si cewek absurd ini sampai kaget ketika menyadari bahwa sekarang dirinya sedang berada di... pinggir kolam renang?? Ya ampuun... jadi tadi itu dia tertidur di dalam mobil sampai tiba di Penthouse Pak Trevor, lalu dibawa turun dan ditaruh ke kursi panjang kolam renang? Lily segera beranjak untuk duduk di pinggiran kursi, sambil merutuki cara tidurnya yang susah bangun kalau sudah terlelap terlalu nyenyak. Lily mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tampak Pak Trevor dan Ethan yang asyik bermain di kolam sambil menciprat-cipratkan air, dan Ethan pun menjerit sambil tertawa ketika Daddy-nya membuat cipratan tinggi dengan volume air yang cukup banyak. "Lagi, Daddy! Buat air mancur yang lebih tinggi lagi!" Teriak Ethan girang. Bibir Lily pun spontan tersenyum mendengar suara renyah Ethan yang penuh kegembiraan itu. Cuaca yang masih pagi menjelang siang ini cukup terik, tapi entah kenapa melihat interaksi antara ayah dan anak ini membuat hatinya terasa teduh. Ah, benar juga. Ini kan weekend, waktunya quality time untuk keluarga! Ingatan Lily pun sontak mundur ke belakang, ketika Ethan yang merajuk saat Pak Trevor mau meninggalkan putranya untuk pergi ke pesta. Anak itu pasti merindukan Daddy-nya karena Pak Trevor yang selalu sibuk bekerja. Bagi seorang anak sekecil Ethan, orang tua adalah dunianya, segala-galanya. Apalagi Ethan hanya memiliki seorang ayah yang membesarkannya, tanpa ibu yang memberikan kasih sayang di sampingnya. 'Ish, kenapa malah jadi mellow begini sih?!' Lily menyusut ujung matanya yang mulai menitikkan air mata. Kalau lagi sensitif begini, biasanya waktu datang bulannya hampir dekat nih. Baguslah. Berarti apa yang ia khawatirkan tentang sesuatu yang bisa membuahkan hasil dari hubungan semalamnya dengan Pak Trevor itu tidak akan pernah terjadi. Huuft. "Tante Lily, sini!! Ayo berenang sama-sama!" Suara teriakan Ethan yang memanggilnya membuat Lily mengangkat wajahnya yang semula menunduk untuk menghapus air mata. Ethan melambaikan tangannya dengan penuh semangat kepada Lily, mengajak gadis itu untuk ikut turun ke dalam air dan bermain bersama-sama dengannya. "Bi Marsi sudah menyiapkan baju renang buat kamu, Lily. Ada di meja sebelah kamu." Trevor berucap sembari menunjuk meja di dekat kursi kolam renang dimana Lily sedang duduk. Ada secarik baju renang two piece lengan pendek dengan celana pendek yang terlipat dengan rapi di sana. Tapi ternyata bukan itu saja, ada juga tiga gelas tinggi minuman segar seperti lemonade dengan potongan jeruk nipis di bagian mulut gelasnya. Juga ada beberapa potong canapè yang terlihat lezat tersedia di atas piring dan beberapa potong kecil coklat di dalam kotak. Dilihat dari penampakannya yang aesthetic, pasti harganya juga mahal. Duh, gini ya rasanya hidup jadi Sultan. Padahal kalau berenang di kolam umum, paling-paling Lily hanya makan popmie yang entah kenapa airnya pasti rasanya jadi mirip klorin. Apa jangan-jangan si penjual popmie masak airnya pakai air kolam?? Entahlah. Itu sebuah misteri bagi Lily. Lily segera mengganti kaus longgar dan celana pendek selutut yang ia gunakan untuk olahraga tadi pagi dengan baju renang warna hitam bergradasi biru. Saat ia keluar dari ruang ganti, Lily tercengang ketika tiba-tiba melihat sesuatu yang besar sedang mengambang di atas kolam. "Pak Trevor punya floaties?!" Tidak aneh juga sih kalau bosnya punya benda itu. Hanya saja yang membuat Lily bengong adalah warna dan bentuknya itu loh. Warna pink, dan berbentuk flamingo! Kayaknya nggak pas banget kalau floaties yang girly begitu di sandingin dengan sosok bosnya. "Ethan yang minta dibelikan buat kamu, sebelum tadi kita pulang ke Penthouse," tutur Trevor sambil tersenyum. "Eh? Beneran Ethan minta belikan ini buat Tante?" Lily pun menatap anak kecil yang sedang menatap Lily sambil nyengir. "Tante Lily molor terus, sih! Jadi terpaksa aku deh yang pilihin modelnya buat Tante," dengus anak itu dengan wajah pura-pura cemberut. "Ayo masuk ke kolam, Tan. Cobain floaties-nya." Lily mengangguk bersemangat. Ia memilih duduk di pinggiran kolam dan menggerak-gerakkan kakinya dulu yang setengah terbenam di dalam air sebagai pemanasan. "Makasih ya, Ethan. Kamu sweet banget sih, bisa-bisanya beliin floaties buat Tante," cetus Lily tersenyum kepada Ethan yang langsung berenang mendekatinya. "Iya dong... namanya juga Ethan. Tapi Tante, kayaknya lap dulu deh ilernya. Tuh, di dekat bibir sampai ke pipi," ucap Ethan tiba-tiba dengan nada kalem. "Eh?!" Dengan wajah memerah karena malu, Lily pun menggunakan punggung tangannya untuk mengelap bibir serta pipinya kuat-kuat, berusaha untuk menghapus jejak-jejak pulasnya yang memalukan. Duh, kenapa pula Pak Trevor terus menatapnya dari tadi, sih?! Harus ya, ngeliatin anak perawan sampai sebegitunya?? Eh iya, Lily sampai lupa kalau dia sudah tidak perawan lagi. Dan itu terjadi karena... BLUSH. 'Heeeii!! Ini kenapa wajahku malah semakin blushing?!' Tanpa sadar, entah kenapa ingatan akan malam itu tiba-tiba saja membuat Lily merasa sangat malu, padahal kemarin-kemarin ia tidak terlalu memikirkannya. "Tapi bohong!! Hahahaaah!! Ngga ada iler kok, Tan!" Teriak Ethan tiba-tiba, yang lalu segera kabur berenang menjauh dengan gesit, saat mendapatkan pelototan penuh kekesalan serta dendam kesumat dari Lily. 'Dasar tuyull reseeee!!' *** "Aaah, akhirnya sampai juga di surgaaa!!" Lily segera menghempaskan tubuhnya yang luar biasa lelah ke atas kasur tempat tidurnya. Setelah jogging keliling Stadion olah raga lalu dilanjut dengan berenang di Penthouse Pak Trevor, tubuh Lily rasanya remuk karena kelelahan. Begitulah kalau tubuh yang jarang diajak olahraga. Baru keluar keringat sedikit, bawaannya sudah kayak sudah disuruh ngepel rumah pakai cotton buds. Setelah berenang dan makan siang, akhirnya Lily pun pamit kepada bosnya untuk pulang, terutama melihat Ethan yang sepertinya juga sudah mengantuk. Lily memilih untuk pulang dengan transportasi online alih-alih menerima tawaran Pak Trevor untuk mengantarnya ke apartemen. Gadis itu beralasan ingin mampir ke suatu tempat lebih dulu, dan tidak ingin merepotkan bosnya itu karena lokasi tempat yang hendak ia singgahi lumayan jauh. Iya, Lily juga sadar kalau dia cemen karena berbohong. Tapi masalahnya, ia hanya ingin menghindari agar tidak berduaan lagi dengan bosnya itu. Setelah kejadian semalam yang masih menimbulkan kebingungan di dalam hatinya. Dia hanya tidak ingin ciuman semalam itu terulang kembali, dan sejujurnya... ia juga takut akan terulang kembali. Fix. Dia harus segera resign kalau tidak ingin rencana pernikahannya dengan Rama terancam. Lily mulai menguap karena mengantuk. Maniknya yang bening mulai menutup dengan perlahan, seiring dengan lelap yang mulai menyergap. "Rama, maaf..." tanpa sadar, Lily mengigaukan tunangannya. Mengekspresikan rasa bersalah yang meresahkan serta memberatkan dadaanya, meskipun gadis itu terlalu pintar menutupinya dengan sikap ceria. Namun baru beberapa detik saja rasanya ia pulas, tiba-tiba terdengar suara denting pelan yang membuatnya langsung terjaga. "Mmh... kayaknya Rama deh..." Lily segera meraih ponsel di sampingnya, mengira bahwa tunangannyalah yang akhirnya memberi kabar setelah beberapa jam ini Lily menunggunya. "Eh? Kenapa Pak Trevor lagi sih??" Gerutu Lily yang melihat nama bosnya mengirimkan chat untuknya. [Saya cuma mau mengingatkan, kalau bisa jangan lama-lama berada di mal. Kamu harus istirahat karena besok pagi kita harus terbang ke Surabaya] Hah??! Mata Lily yang semula sipit karena mengantuk, sekarang malah melotot karena terkejut. Ke Surabayaa? Tunggu-tunggu. Rasanya Lily tidak ingat sama sekali kalau ada acara meeting atau pembukaan cabang hotel, atau apa pun di sana deh! Ck. Pak Trevor pasti ngelindur nih. Baru saja Lily mau membalas chat dari Trevor, tiba-tiba pesan baru pun masuk ke ponselnya dari lelaki itu. [Ini meeting dadakan, kalau-kalau kamu bertanya. Tolong siapkan semuanya ya. Mungkin sekitar tiga hari di sana. Dan ya, sekali lagi saya tegaskan : kamu ikut] Lily pun mendesah. Ck. Padahal kan dia bermaksud untuk resign Senin besok! Terus bagaimana ceritanya kalau begini? Apa iya harus diundur?? Tapi Lily berpikir tak ada salahnya juga sih ia ikut dinas ke Surabaya. Hitung-hitung refreshing sebelum jadi pengangguran. [Noted, Pak] Baru saja Lily mau melanjutkan tidurnya lagi setelah menuliskan dua kata singkat itu, lagi-lagi suara denting pesan masuk kembali terdengar. [Kenapa cuma "noted, pak"? Kamu seperti keberatan gitu dinas tiga hari bersama saya ya? Atau jangan-jangan... kamu maunya 'dinas' seumur hidup?]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD