My Perfect Stranger 1

1124 Words
Suara pengunjung warung ayam goreng milik seorang wanita paruh baya usia 30an sedang ramai-ramainya, lebih dominan diisi oleh para karyawan kantor yang baru saja pulang kerja dan tak sedikit pula kaum muda-mudi yang nongkrong santai di salah satu meja seraya menikmati ayam goreng mereka. Warung ayam goreng itu tidaklah besar hanya sepatok ruko kecil dan juga tidak terlalu terkenal namun sangat populer dikalangan kompleks perumahan setempat. Letaknya yang berada di belakang sebuah perusahaan besar memungkinkan ramainya pengunjung di warung itu. Bukan hanya itu, ayam goreng buatan wanita paruh baya itu memang sangat nikmat apalagi dibumbui oleh tepung yang dimasukkan beberapa bumbu rahasia dibalik kenikmatan ayam goreng itu menjadi primadona untuk perut para karyawan kantor, juga harganya yang relatif terjangkau namun banyak mengais keuntungan walau tidak seberapa. "Becca ambilkan beberapa soda di dapur, antarkan ke meja nomor 5!" seru sang pemilik toko yang tengah kerepotan menggoreng ayamnya. Seorang gadis muda yang tengah asik meliuk-liukkan badannya di depan wastafel cuci piring tak menggubris suara jeritan sang ibu karena kerasnya suara musik hiphop kesukaannya di earphone yang tengah menyumpal kedua telinganya. Sambil sesekali ia mencuci piring dan gelas ia mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum bahagia, merasa dirinya bebas, namun hal itu tidak berlangsung lama karena sang ibu geram dan langsung menarik telinga gadis itu, kesal melihat putri semata wayangnya yang asik berjoget ditengah kerepotannya. "Aw! Sakit Bu! Iya, iya ini mau di ambil sodanya, lepaskan Bu!" ringisnya seraya mengatupkan kedua tangan, memohon ampun. Ratih, pemilik warung ayam goreng sekaligus ibu dari Becca menghela nafas berat seraya melepaskan tangannya dari telinga Becca lalu berkacak pinggang galak. "Cepat ambilkan, pelanggan Ibu bisa-bisa pergi karena tidak diambilkan Sodanya dari tadi!" omel Ratih lagi. Becca dengan secepat kilat mengambil tiga botol soda dan membawanya ke meja nomor lima. Sebelum ia meletakkan botol Sodanya, Becca membersihkan meja itu dengan kain lap yang berada di kantung jas dapurnya. "Wah, lihatlah dirinya, begitu menarik apalagi tatapannya yang sangat indah itu. Jika disorot kamera pasti akan banyak perusahaan yang akan menariknya untuk mengajukan kontrak," ucap salah satu pria yang duduk di sana seraya menatapnya sambil berdecak kagum. "Hey kau! Bergabunglah dengan kami!" ucap salah satu diantaranya sambil melempar kerlingan mata yang membuat Becca ingin sekali melempar kain lap nya ke wajah pria itu, namun ia tahan karena melihat ibunya yang memberi aba-aba agar dirinya segera pergi dari sana. Becca tidak menggubris karena sudah bosan mendengar ucapan seperti itu, ia kemudian meletakkan botol Sodanya dan membawa piring kotor ke dapur sebelum ibunya akan memarahinya lagi. Mulai dari warung di buka hingga warung akan tutup dalam waktu kurang dari lima belas menit lagi, bisa di hitung sudah sepuluh kali Ibunya memarahinya karena sangat lamban memberikan pesanan pelanggan yang datang karena ia asik bermain ponsel sedari tadi. Tapi tak apa, melihat Ibunya tengah memarahinya adalah kesenangan tersendiri untuk Becca karena jika di rumah Ratih tak pernah memarahinya sekali pun, sangat jauh berbeda jika berada di warung. Seperti saat ini, lagi-lagi Becca mendapat semburan omelan dari ibunya karena tidak sengaja ia menjatuhkan gelas kecil saat mencuci piring. "KAU MAU IBU BUNUH?!" "Janganlah Bu, nanti anak ibu nggak ada kalo Becca mati, hehe." Becca masih sempat-sempatnya tertawa walau ia sudah melihat tatapan berapi-api di mata Ratih, ia tidak peduli ia hanya mengucapkan kata maaf seraya tersenyum imut ke arah ibunya yang membuat Ratih pening sendiri melihat kelakuan anak semata wayangnya itu. Tidak terasa waktu berjalan cepat, warung ayam goreng Ratih telah sepi karena pemiliknya sudah menempel tulisan close di dinding luar warung. Becca membersihkan meja sambil menahan kantuknya, sesekali ia meringis ketika wajahnya terbentur meja membuat Ratih yang tengah siap-siap untuk pulang menggeleng kecil melihatnya. "Becca, bangun, ayo kita pulang," ucap Ratih seraya mengambil tas tangannya dan membantu Becca berdiri. Sejenak Becca terdiam dan menatap ekspresi Ratih yang tiba-tiba tegang, Becca bisa merasakannya ketika melihat wajah Ibunya itu. Becca dan Ratih pulang dengan berjalan kaki karena jarak warung dari rumahnya tidak terlalu jauh, di bawah lampu jalan yang remang-remang Becca memperhatikan Ratih yang mendadak gelisah dan gemetaran. Tak tega, ia menggenggam tangan Ratih erat dan bersandar di lengan Ratih seraya berbisik pelan, "Aku sangat lapar, Bu. Belum sempat makan tadi, nanti ibu masakin nasi goreng pedas untukku ya?" Ratih dengan susah payah mengangguk sambil tersenyum walau di paksa, tidak mau memperlihatkan sisi lemahnya kepada Becca. Becca menatap nanar luka memar di leher sang ibu yang belum sembuh, ia mengambil syal dari dalam tasnya dan memasangkannya di leher Ratih. Ketika Sampai di rumah, Becca membuka pintu rumahnya yang tak di kunci karena sang Ayah sudah berada di rumah. Ketika Becca memasuki rumah, ia terkejut melihat sang Ayah sedang berdiri di hadapannya seraya memasang wajah datar nya yang langsung membuat Becca keringat dingin melihatnya belum lagi ikat pinggang berbahan kulit itu berada di tangan Ayahnya membuat Becca sudah payah menelan Saliva tidak jauh berbeda dengan apa yang sedang dilakukan ibunya, mereka sangat ketakutan. Robert, sang Ayah tersenyum miring menatap Becca yang berlagak menjadi pahlawan di hadpaannyanya. "Ja... Jangan sakiti Ibu lagi! Becca nggak bakal tinggal diam kalo Ayah sakiti ibu lagi!" teriak Becca seraya berdiri di depan Ibunya dan merentangkan tangannya, siap menjadi benteng Ibunya yang sudah gemetaran sejak tadi. Robert tertawa pelan sambil berjalan mendekati Becca membuat tubuh Becca lantas menegang. Dengan sekali hentakan Robert  mendorong Becca dengan keras ke lemari buku hingga membuat keningnya terbentur dan mengeluarkan darah. Ratih menjerit melihat Becca dan hendak berlari ke arahnya namun langsung ditahan oleh Robert, Ratih meludahi wajah Robert lalu bersuara, "terkutuklah kau manusia penuh dosa!" Robert memerah karena merasa harga dirinya sudah dijatuhkan oleh sang Istri, tak tahan lagi Robert melempar tubuh Ratih ke sofa dan langsung mencambuki tubuh Ratih dengan ikat pinggangnya dengan sangat keras hingga Ratih menjerit kesakitan. Becca yang melihat Ibunya menjerit kesakitan menangis terisak-isak sambil menutup telinganya dengan tangan dan menutup matanya. Robert sengaja mematika lampu agar Becca tidak mengganggu aktivitasnya mencabuki sang istri yang sudah sangat kurang ajar terhadapnya. "JANGAN SAKITI IBUKU!" jerit Becca keras seraya berjalan meraba-raba hendak mencari keberadaan Ibunya yang masih berteriak kesakitan. "Becca pergi nak, pergi!" Becca menggeleng pelan, ia menangis kencang sambil berusaha meraba tangan sang Ibu. "Nggak! Becca mau ngelindungi Ibu!" Robert langsung mendorong tubuh Becca dengan keras ke di dinding hingga membuatnya kepalanya pening dan mendengar samar-samar suara ikat pinggang yang terkena kulit serta suara ibunya yang menjerit minta ampun, dan dalam beberapa detik Becca pingsan di tempat dan tidak mendengar apapun lagi. Tidak lama akhirnya Robert pergi dengan sendirinya, Ratih dengan tubuh lemahnya langsung saja berlari mendekati Rebecca dan memeluk tubuh anak semata wayangnya itu dengan erat sambil terisak pelan. Ia mengangkat tubuh Rebecca menuju tempat tidur dan membaringkannya di sana, Ratih duduk di sebelah Rebecca sambil mengusap kepala Rebecca dengan sayang. "Maafkan Ibu Becca, maafkan Ibu," lirihnya pelan sambil terisak pelan. *** Hai ini cerita baruku. Tap love yuk! 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD