Meninggalkan kediaman Wibowo

1606 Words
Kembali ke Jakarta membuat Adiva harus menghadapi kenyataan jika ia hanya sendiri dan tidak ada yang akan berpihak kepadanya, apalagi membelanya. Adiva kembali ke kediaman Wahyu Wibowo dan ia tahu, Papinya itu pasti akan memarahinya bahkan membela saudari tirinya. Adiva menggeret kopernya dan masuk kedalam ke kediaman Wahyu Wibowo dengan santai, ia berusaha menutupi kemarahan dan kegelisahan hatinya. Ia ingin terlihat jika saat ini, ia sudah tidak apa-apa dan berusaha telihat bahagia walau sebenarnya hatinya masih terasa sakit, akibat perlakuan orang-orang yang berada di sekitarnya yang mengatasnamakan diri mereka sebagai keluarga. Adiva melangkahkan kakinya masuk kedalam ruangan tengah, ia melihat perempuan paru baya yang saat ini sedang duduk santai disofa dan perempuan parubaya itu terkejut melihat kedatangannya. Perempuan parubaya itu bernama Yeni, ia merupakan ibu tiri Adiva dan ia sangat membenci Adiva. Adiva menahan diri agar tidak terpancing untuk mendekatinya, apalagi jika ia ingin menyapanya. Melihat Adiva bersikap acuh padanya, membuat Yeni murka. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya mendekati Adiva dan tanpa Adiva duga, Yeni menarik rambut Adiva dengan kasar. "Dasar anak tidak tahu diuntung, beraninya kamu pulang ke rumah ini!" Teriak Yeni. Adiva menarik tangan Yeni dengan kasar agar tangan Yeni terlepas dari rambutnya " Lepaskan!" Teriak Adiva dengan berani, ia bukanlah anak perempuan kecil yang akan menangis seperti dulu ketika ibu tirinya menyiksanya. Sudah cukup selama ini ia menahan diri untuk tidak melawan Yeni. Berusaha mengalah agar dirinya tidak terusir dari rumah ini dan akhirnya menjadi gelandangan. Saat ini ia sudah cukup kuat dan mampu hidup tanpa keluarga ini, ia berani menentang bahkan melawan Yeni. Tak ada lagi yang ia takutkan saat ini, rasa kecewa, marah dan terluka membuatnya tidak takut menghadapi sosok Yeni. "Kau berani melawan hah? Kalau bukan karena kebaikanku kau sudah lama berakhir di Panti asuhan," ucap Yeni. "Ibu kandungmu saja tidak peduli padamu dan melawanku hanya akan membuatmu menjadi gelandangan tidak berguna," ucap Yeni menatap Adiva dengan tajam. "Papi tidak akan mudah menyetujuimu membuangku ke Panti, walau bagaimanapun aku adalah putrinya dan kau juga perlu tahu Nyonya, aku kemari hanya ingin mengambil barang-barangku!" ucap Adiva dingin. Ia tidak ingin terlihat lemah, menangis didepan Yeni hanya akan membuatnya terlihat begitu menyedihkan. Setidaknya ia masih bisa mengangkat wajahnya dan bersikap sombong untuk menunjukkan kekuatan yang tersisa dirinya saat ini. Adiva melangkahkan kakinya dengan cepat menaikki lantai dua, ia sengaja mengacuhkan Yeni yang saat ini berteriak kencang. Yeni memakinya dan itu membuat beberapa maid hanya bisa menghembuskan napasnya mendengar teriakan Yeni yang sedang memaki Adiva. Sejak dulu Adiva sangat menderita dan tidak ada satupun dari mereka yang berani menolong Adiva ketika Yeni mengurung Adiva atau memukul Adiva Adiva mengambil kopernya dan juga beberapa tasnya. Ia memasukkan baju dan barang-barang penting miliknya lalu dengan cepat membawanya keluar. Ia tidak ingin bertemu Papinya, karena ia tidak ingin mendengar kata-kata yang lebih kasar lagi keluar dari mulut sang papi, hingga membuatnya harus menerima pukulan telak dan menyadari jika Papinya benar-benar tidak pernah menyayanginya. Adiva menuruni tangga dengan cepat dan tiba-tiba sebuah tangan mendorongnya dengan kasar hingga membuatnya terjatuh. "Pergi sana dan jangan pernah kembali!" ucap Atika tersenyum penuh kemenangan. Adiva menghembuskan napasnya dan dengan tenang ia berdiri agar ia tidak terlihat menyedihkan. Paling tidak saat ini ia terlihat kuat dan berani melawan saudari tirinya ini. Atika Wibowo merupakan anak dari Wahyu Wibowo dan Yeni, yah...Papinya ternyata telah lama memiliki hubungan dengan sekretarisnya hingga melahirkan Atika. Adiva kecewa dengan sikap Papinya yang memiliki wanita lain, ketika Papinya masih bersama Maminya. Semuanya berubah ketika Maminya memilih pergi tanpa membawanya, Papinya kemudian membawa Atika dan Yeni masuk ke dalam rumah ini dan merenggut kebahagiaannya. Sejak saat itu tidak ada lagi hari bahagia didalam hidup Adiva, ditinggalkan dan diacuhkan oleh orang yang sangat ia sayangi yaitu Papi dan Maminya membuatnya merasa menjadi anak yang terbuang. Adiva mendekati Atika dan ia mengayunkan telapak tangannya dengan kencang hingga membuat pipi Atika terasa perih. Tamparan itu adalah hal pantas untuk Atika karena telah berselingkuh dengan calon suaminya hingga membuat pesta pernikahannya batal. Eric memang pantas bersama Atika karena laki-laki b******k seperti Eric hanya bisa menyakiti hatinya. "Kau...gila..." teriak Atika membuat Adiva menatap sinis Atika. "Kau yang gila harusnya kau ingat apa statusmu di rumah ini. Ibumu adalah selingkuhan Papi dan kau tahu apa yang akan terjadi padamu kelak? Pasti hal sama akan berbalik kepadamu. Kau boleh merasa menang sekarang, tapi tunggu saja pada akhirnya aku yang akan tertawa karena mendengar rumah tanggamu hancur karena perselingkuhan. Buah jatuh tak jauh dari pohonya," ucap Adiva dingin. Adiva melangkahkan kakinya dengan cepat, ia seolah menutup telinganya mendengar makian dan cacian dari Atika dan juga Yeni yang saat ini memeluk Atika yang menangis kesal karena mendengar ucapan Adiva. Adiva pergi meninggalkan rumah ini dan ia menteskan air matanya lalu menguatkan dirinya agar tetap tegar. Ia segera menghapus air matanya dengan cepat dan ia segera melanjutkan langkah kakinya. Ia memutuskan menghubungi salah sahabatnya Astrid, karena saat ini hanya Astrid yang ia harapkan dapat membantunya. Adiva duduk dibangku taman komplek perumahan yang berada diujung jalan tidak jauh dari kediaman Wibowo. Adiva mengehela napasnya, ia memandangi langit dan ia kembali sibuk dengan pemikirannya. Beberapa menit kemudian sebuah mobil mendekatinya dan sosok perempuan cantik turun dari mobil lalu perempuan itu segera mendekati Adiva. Adiva menyadari kehadiran perempuan cantik itu dan ia menunjukkan seulas senyum penuh luka yang membuat perempuan itu tiba-tiba menghamburkan pelukannya kepada Adiva. Perempuan cantik itu Astrid, sahabatnya yang selama ini selalu ada untuknya. "Ada gue Adiva sayang," ucap Astrid dan air matanya menetes dengan isakan yang membuat Adiva kembali meneteskan air matanya. Keduanya menangis sambil berpelukan. "Kita lewati semua ini sama-sama hiks...hiks...lo cantik baik dan pasti nanti bakal dapatin cowok yang lebih baik dari si breenngssek itu. Lagian enak gini Div, lo bisa bebas melakukan apa saja tanpa harus terkekang oleh Papi lo," ucap Astrid membuat Adiva menganggukkan kepalanya. "Aku masih nggak menyangka bakal gini Strid, semua keputusan yang aku ambil berakhir buruk. Termasuk saat aku pergi ke Bali, Div...hiks...hiks..." ucap Adiva. Adiva mencerita semua yang terjadi padanya saat di Bali membuat Astrid emosi dan ia ingin sekali menghajar laki-laki yang telah membuat sahabatnya ini menderita. "Suatu saat kalau lo ketemu sama cowok gila yang memperrkkosa lo Div, lo bilang ke gue....biar gue beri dia pelajaran," ucap Astrid membuat Adiva menangguhkan kepalanya dan entah mengapa ucapan Astrid membuatnya terkekeh dan kesedihannya sedikit berkurang. Bagaimana tidak, selama ini ia yang selalu melindungi Astrid karena Astrid yang polos dan juga cengeng sering kali menangis lalu mengadu kepadanya seperti anak kecil. "Aku capek nangis Strid, yuk temanin aku cari kontrakan atau kosan!" Ucap Adiva. "No, lo tinggal sama gue bestie, alhamdulilah Abang gue ngehibahin apartemen istrinya buat gue," jelas Astrid membuat Adiva tersenyum dan ia menganggukkan kepalanya. Tentu saja tinggal bersama dengan Astrid dapat membuatnya sedikit berhemat dan ia tidak perlu membayar kontrakan. Astrid mengajak Adiva masuk kedalam mobilnya dan keduanya segera menuju apartemen Astrid. Dalam perjalanan menuju Apartemen, Astrid menceritakan tentang perusahaan tempat ia bekerja. Kebetulan Adiva juga akan bekerja disana karena Adiva diterima tanpa wawancara seperti penerimaan karyawan pada umumnya dan Adiva juga telah menyetujui untuk bekerja di perusahan itu. Besok ia akan menandatangani kontrak di perusahaan baru tempat ia dan Astrid bekerja. Beberapa menit kemudian mereka sampai di Apartemen dan keduanya tidak menyadari jika saat ini ada beberapa orang yang sedang mengikuti keduanya. *** Tinggal di Apartemen sahabatnya membuat Adiva sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Astrid. Ia bisa menghemat pengeluaran yang seharusnya harus ia bayar untuk menyewa rumah atau apartemen. Astrid saat ini seperti penyelamat baginya dan Adiva akan berusaha menjadi sahabat yang baik untuk Astrid karena baginya Astrid adalah seorang yang sangat berarti dihidupnya. Pagi ini Adiva telah rapi dengan pakaian kantornya dan ia memang telah bangun sejak subuh membersihkan apartemen lalu membuat sarapan pagi. Astrid yang baru saja bangun terkejut melihat Adiva yang terlihat rapi dan cantik, apalagi di meja makan telah terhidang sarapan untuk mereka. "Astaga Div, lo bangun jam berapa? Wah kayaknya enak...'' ucap Astrid membuat Adiva tersenyum puas karena sepertinya Astrid menyukai masakannya. Ia kemudian menarik tangan Astrid dan mendorong Astrid agar kembali kedalam kamarnya. "Mandi Aastrid, udah jam berapa! Tenang aja sarapannya nggak akan aku habisinya!" Ucap Adiva membuat Astrid menyebikkan bibirnya dan ia kemudian bergegas masuk kedalam kamarnya dan segera mandi. Beberapa menit kemudian Astrid telah duduk dihadapkan Adiva dan keduanya menyantap sarapan dengan tenang. "Gue senang lo tinggal sama gue Div, apalagi masakan lo enak gini," ucap Astrid. "Bilang aja kalau senang aku jadi koki pribadi kamu Strid," ucap Adiva. "Senang banget hehehe," kekeh Astrid. "Hmmm Div nanti lo di Kantror pasti jadi pusat perhatian karena lo itu cantik dan baik. Lo selalu memukau dan terkenal sejak dulu," ucap Astrid. Adiva memang selalu menjadi pusat perhatian karena ia bukan hanya cantik, baik dan menarik tapi ia juga pintar "Div, di perusahaan kita banyak banget cowok tampan yang punya masa depan wah...pokoknya nanti aku tunjukkan cowok-cowok kece yang tipe baik, b******k dan cowok yang jangan sampai amit-amit lo jatuh cinta sama dia," ucap Astrid. "Aku fokus kerja Strid," ucap Adiva karena baginya saat ini ia lebih memilih untuk fokus bekerja dari pada memikirkan para lelaki yang hanya akan membuatnya terluka. "Mana bisa gitu, nanti si Atika senang banget kalau tahu lo belum move on sama Eric," ucap Astrid. "Aku sudah move on," ucap Adiva sambil membereskan piring-piring sarapan mereka dan membawanya ke dapur. "Pokoknya nanti kalau anak divisi lain ajak kita kumpul, kamu harus ikut ya Div! nanti kamu jangan sampai jatuh cinta sama Pak Ghavin, duda hot CEO kita, dia itu tampan dan berbahaya nanti lo hanya bakal sakit hati kalau suka sama Pak Bos. Pak Bos itu kayaknya anti banget sama perempuan apalagi perempuan yang suka sama dia, mulutnya pedas banget...Div," jelas Astrid. "Div dengar nggak sih?" Kesal Astrid.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD