2. Rasa Sakit

1053 Words
Sabian terdiam seketika saat gadis cantik itu mengatakan hal itu. Kenanga sudah tahu? Siapa yang membocorkannya? Tidak mungkin mantan kekasihnya itu menyewa orang untuk memata-matainya, karena Kenanga dari keluarga biasa saja. Sabian tidak menjelaskan apa pun dan memilih pergi meninggalkan Kenanga. Tidak tanggung jawab dan sangat kejam, dua kata yang menggambarkan sosok laki-laki yang kini mengendarai mobil mewah itu. Kenanga hancur seorang diri tanpa tahu bagaimana cara mengobati hatinya kala itu. Dipaksa berpisah tanpa ada kejelasan tentu sangat menyakitkan bagi siapa pun. Ingatan perpisahaan itu akan membuat Kenanga selalu mengigau. Hal yang biasa terdengar oleh Padmi--pengasuh Kenanga sejak kecil. Ia dan sang suami sangat sedih kerena kehilangan Kenanga yang sangat periang. Kini hanya ada sosok Kenanga yang depresi. "Mbak, bangun, Mbak Anggi," kata Padmi sambil mengguncang bahu Kenanga dengan lembut. Padmi yang sudah sejak delapan tahun lalu dipercaya untuk tinggal bersama Kenanga oleh Seno--papa Kenanga. Anak kedua Seno itu memilih tinggal dan bersekolah hingga kuliah di Jogjakarta. Sayang, Kota Pelajar ini justru menorehkan luka yang mendalam untuk Kenanga. Ya, gadis baik hati yang kemarin baru saja berusia dua puluh tiga tahun itu harus patah hati. Ditinggal menikah oleh mantan kekasihnya tanpa kata putus. Kenanga akan terbangun lalu kembali menangis. Kenangan itu sangat menyakitkan. Kenanga bahkan harus konsultasi rutin pada seorang Psikolog. Entah berapa banyak obat penenang yang diminumnya hanya demi bisa memejamkan mata dan tidak lagi menangis. "Mbak Kenanga, kita jalan-jalan, yuk, habis Subuh ini. Udara masih segar, nanti kita makan Gudeg di dekat pasar," ajak Padmi tidak mau putus asa. Kenanga hanya menggeleng sebagai jawaban. Sudah dua tahun ini, Kenanga harus mengalami hal seperti ini. Apa salahnya pada mantan kekasihnya itu? Tidak ada, hubungan mereka bahkan baik-baik saja sebelum Sabiantama mengucapkan ijab kabul untuk gadis lain. "Ya, sudah kalo tidak mau. Mbak Kenanga, pengen saya masakkan apa? Nanti, Papa akan datang. Mbak Kenangan kangen 'kan sama Papa dan Mas Prabu?" tanya Padmi dengan lembut. "Kangen? Aku bahkan lupa bagaimana cara merindukan orang lain." Kenanga selalu saja menjawab dengan hal yang sebaliknya. Sementara itu, Sabiantama kali ini tengah berbahagia bersama sang istri yang telah dinikahinya dua tahun yang lalu. Mereka sedang merayakan anniversary,dua tahun pernikahan mereka. Seharusnya kemarin, tetapi sengaja ditunda, Sabian ada perjalanan bisnis keluar negeri. Pasangan suami istri itu tampak sangat bahagia saat ini. "Selamat, ya, Bian dan Siska. Papa dan Mama, pengen segera punya momongan," kata Bayu Megantara--papa dari Siska yang tak lain adalah pemilik dari perusahaan makanan--Megantara Grup itu. "Iya, Pa. Kami akan usahakan. Sementara ini, Siska sibuk kuliah. Mungkin setelah dia ujian kita akan program hamil. Siska belum mau hamil dulu sebelum lulus kuliah. Ini sedang mengerjakan skripsinya," kata Sabian memberikan alasan pada papa mertuanya. "Yah, padahal, Mama, itu hamil pas masih kuliah semester empat. Tapi, bisa aja lulus. Memang sih nggak tepat waktu, tapi, tetap usaha." Lamia--mama mertua Sabian sedikit kecewa dengan jawaban sang menantu. Mereka mengharapkan cucu lahir di antara mereka. Susi merasa kesepian di rumah terlebih adik Siska sudah beranjak remaja. Sandi--adik Siska lebih sibuk di sekolah dibandingkan di rumah saat ini. Sandi duduk di kelas sebelas salah satu SMA elit swasta di Jakarta. "Beda orang beda pemikiran, Ma, aku hanya ingin lulus dulu. Setelahnya barulah menjadi ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga juga harus berpendidikan, Ma. Biar nanti anakku nggak bodo-bodo amat," kata Siska tanpa basa-basi. "Sudah, tidak perlu berdebat lagi. Anak, rezeki, maut, itu sudah ada yang mengatur. Tidak usah menjadi perdebatan lagi." Bayu merasa risih dengan perdebatan kecil itu. Acara pesta pun semakin meriah saat hari sudah tengah malam. Banyak teman-teman Siska yang datang sebagai undangan. Layaknya kaum sosialita, mereka berpesta ria tanpa menghiraukan jika sudah tengah malam. Kehidupan hedon Siska tidak lepas dari kehidupan malam. Dulu, sebelum menikah, ia sangat gemar clubbing hingga pagi. "Sis, kita pulang, yuk." Sabian mengajak sang istri untuk pulang ke rumah. "Mas, ya, ampun, aku masih mau di sini loh. Jarang-jarang aku bisa ketemu temen-temen setelah menikah. Sekalinya ketemu juga karena aku undang mereka," tolak Siska yang memang masih ingin menikmati suasana layaknya club malam. "Ck! Papa dan Mama bahkan udah pulang sejak tadi. Kamu emang nggak pengen istirahat? Besok kamu ada kuliah, loh." Sabian tetap memaksa sang istri agar pulang. Siska menatap tajam ke arah sang suami. Kuliah itu bisa minggu depan, tetapi untuk bertemu dengan teman-temannya tidak mudah. Mereka sibuk dengan pekerjaan dan rutinitas masing-masing. Siska justru berjalan menjauh dari sang suami. Sabian hanya bisa diam saat melihat sang istri meliuk-liukan tubuhnya saat di lantai dansa. Siska memang mahir berjoget mengikuti irama musik. Sabian hanya bisa diam dan pasrah saat ini. Mereka berdua butuh penyesuaian dalam menjalani hubungan meski sudah hampir satu tahun lebih menikah. Sementara itu, pagi datang dengan cepat, Kenanga masih sama, meski kedua orang tuanya juga sang kakak datang berkunjung. Tatapan gadis berusia dua puluh tiga tahun itu kosong. Kenanga menunjukkan seolah tidak ada harapan untuk hidup. Ia putus asa karena patah hati. Prabu sangat mengecam apa yang telah dilakukan Sabian. Hanya saja, ia belum bisa mendekat. Bayu Megantara bukanlah orang sembarangan. Ia salah satu pengusaha yang punya nama di negara ini. Jangan sampai bermasalah dengan keluarga Megantara jika tidak ingin karirnya hancur seketika. "Anggi, kamu nggak pengen ketemu dengan Syafira? Dia kangen sama kamu. Sayang, dia sibuk sama kuliah dan pekerjaannya. Makanya nggak bisa ikut ke Jogjakarta. Tapi, lusa dia akan datang sendiri ke sini," kata Prabu sengaja menghibur sang adik. "Lusa? Bukankah lusa itu hari Kamis? Memang Mbak Syafira nggak kerja?" Bukan sebuah jawaban, tetapi sebuah penyangkalan yang keluar dari mulut Kenangga. Anggi, nama panggilan keluarga untuk Kenanga. Nama panggilan yang diberikan oleh mendiang sang mama. Kenanga lebih suka menggunakan nama itu. Nama itu lebih familiar terdengar di telinga setiap orang. "Maksud kakakmu itu, Mbak Syafira akan ambil cuti sampai hari Senin, Nggi," kata Ayudia--mama sambung Kenanga dengan lembut. Kenanga tidak suka ketika Ayudia ikut dalam obrolan itu. Rasa kecewa pada wanita yang menggantikan posisi mama kandungnya itu masih tampak di mata Kenanga. Padahal, Ayudia adalah ibu tiri yang baik hati. Ia menyayangi kedua anak sambungnya layaknya anak kandung. "Tahu apa Tante tentang dunia kerja?" Pertanyaan ketus itu keluar dari mulut Kenanga dan membuat semua orang menahan napas. Jika sudah seperti itu, Kenanga pasti akan masuk ke dalam kamar. Ia akan mengunci diri hingga hari berganti pagi. Tubuh Kenanga kini tidak terawat, kulitnya kusam dan juga sangat kurus. Beberapa kali, Kenanga harus dirawat di rumah sakit karena mendadak pingsan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD