CHAPTER 5

2188 Words
Suara kicau burung menjadi alunan musik yang mengiringi pagi yang terang dan cerah ini. Renee keluar dari tendanya. Dia merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal setelah semalam tidur di dalam tenda yang sempit. Dirinya memicingkan mata saat menatap langit, sinar matahari menyilaukan pandangannya.  “Waah, sudah siang ternyata. Tidak terasa,” gumamnya sambil tersenyum lebar saat mengingat kenangan indah semalam bersama teman-temannya. Liburan mereka memang singkat karena esok hari mereka harus kembali bekerja. Tapi bagi Renee liburan mereka ini sudah cukup membuatnya puas. Yang penting mereka bisa kembali berkumpul setelah sekian lama. Terlebih Dustin yang sudah dua tahun menghilang akhirnya kembali menampakan batang hidungnya.  “Mana yang lain?”  Renee yang sedang melamun itu terkesiap saat tiba-tiba mendengar suara dari arah belakang, itu Freya yang baru saja menyusul keluar dari tenda. Gadis itu juga baru saja bangun tidur.  “Sepertinya mereka belum bangun,” jawab Renee sembari menoleh ke arah tenda yang berisi para pria. “Kalau begitu, tolong bangunkan mereka. Aku akan menyiapkan makanan untuk sarapan.” Renee mengangkat jempolnya tinggi sambil menyengir lebar, siap menjalankan perintah dari Freya.  Gadis periang itu pun berjalan mendekati tenda yang dihuni para pria. Tanpa ragu dia membuka resleting pada pintu tenda, menggelengkan kepala saat melihat pose tidur para pria di dalam. Charlos yang tubuhnya paling besar di antara mereka, tidur dengan satu kakinya yang menindih paha Dustin. Yang membuat Renee heran, bagaimana bisa Dustin masih tertidur pulas padahal ditindih kaki Charlos yang berukuran besar itu.  Yang lucu hingga sukses membuat Renee cekikikan adalah Andre dan Thomas yang tidur sambil berpelukan. Andai saja Renee membawa ponselnya, sudah dia potret pose-pose lucu itu. Sayang ponselnya dia tinggal di tenda. “Ree, cepat bangunkan mereka!!”  Awalnya, Renee sempat berpikir untuk mengambil ponselnya, tapi mendengar teriakan Freya yang melengking itu, dia urung melakukannya. Renee menghela napas panjang, bersiap-siap untuk berteriak sekencang mungkin.  "Bangun, teman-teman!” Setelah mendengar teriakan Renee, satu per satu dari mereka akhirnya membuka mata. “Cepat bangun. Kita harus sarapan, setelah itu siap-siap untuk pulang!” Renee kembali berteriak, tak mempedulikan decakan sebal dari Andre yang terlihat masih mengantuk. Mereka pun keluar dari tenda secara bergantian. Yang pertama kali keluar adalah Dustin, lalu Andre di belakangnya. Tak lama kemudian Charlos yang keluar, Sedangkan yang terakhir keluar dari tenda adalah Thomas. "Kau ini pagi-pagi sudah teriak-teriak," ucap Charlos sembari menjewer pipi kanan Renee. Renee kesal tentu saja, dia menepis kasar tangan pria bertubuh besar itu. "Kalau tidak teriak-teriak kalian pasti susah dibangunkan." “Ya, tapi kan bisa pelan-pelan membangunkannya.” “Mana bisa? Sudah kubilang, kalian pasti susah dibangunkan. Harusnya kalian bersyukur aku hanya berteriak, tadinya malah aku berencana menyiram kalian dengan air.” Charlos mendengus sembari menggelengkan kepala, tak percaya. "Sudah, sudah. Charlos, Renee, kalian tidak perlu bertengkar. Ayo, kita sarapan. Aku sudah menyiapkan makanan," ucap Freya, mencoba melerai Renee dan Charlos yang tengah adu urat. Dustin tersenyum tipis sambil menatap ke arah Freya. Inilah salah satu daya tarik dari Freya, dia sangat pandai memasak. Dulu hampir setiap hari dia memakan masakan Freya karena gadis itu dengan sengaja selalu membawakan makanan untuknya. Tapi kini sudah lama dia tidak mencicipi masakan Freya, dia sangat merindukan rasanya. "Dimana Edmund? Apa dia masih tidur?" Tanya Freya, begitu menyadari sosok Edmund tak terlihat. "Ya, mungkin dia masih tidur. Coba aku bangunkan." Dustin berdiri dari posisi duduknya dan berjalan menuju tenda. Setibanya di depan tenda, Dustin membuka pintu tenda dan masuk ke dalam. Namun, dia sama sekali tidak melihat Edmund sehingga dia kembali berjalan mendekati teman-temannya yang sedang asyik menikmati makanan mereka. "Bagaimana? Apa Edmund sudah bangun?" tanya Freya, heran karena Dustin hanya datang seorang diri. Sedangkan Edmund tak ikut bersamanya. "Dia tidak ada di dalam tenda. Mungkin sudah bangun," jawab Dustin. Semua orang kini saling berpandangan. "Tapi tidak ada yang melihatnya." Andre ikut menimpali. "Mungkin dia sedang ke sungai, sudahlah nanti juga dia akan datang. Lebih baik kita makan dan sisakan makanan untuknya." Semua orang menuruti perkataan Thomas dan kembali melahap makanan yang telah terhidang di depan mereka. Ada roti yang sudah diolesi selai berbagai rasa serta s**u kemasan yang memang sudah mereka persiapkan.  “Oh iya, jam berapa rencananya kita akan pulang?” Tanya Charlos, dia orang pertama yang menyelesaikan makannya. Dustin mengambil ponselnya dari dalam saku celana lalu melihat layarnya untuk memastikan jam. “Hm, jam 2 siang saja ya? Aku masih ingin berkumpul bersama kalian. Ada yang keberatan?” Semua orang merespon dengan menggelengkan kepala.  “Sudah lama ya kita tidak memancing bersama. Ayo, memancing di sungai,” ajak Thomas penuh semangat. Charlos menanggapinya dengan antusias, kepalanya mengangguk beberapa kali. “Boleh juga. Tapi memangnya ada yang membawa peralatan memancing?” Dustin yang bertanya karena dia tak membawa peralatan memancing. “Aku membawanya. Ada di mobil. Sebentar ya, aku ambil dulu.” Thomas bangkit berdiri, lalu dia berjalan menuju mobilnya terparkir, tak jauh dari tempat perkemahan.  “Edmund lama sekali ya?” Renee menggulirkan mata, menatap sekeliling, berharap melihat sosok Edmund yang berjalan mendekat. “Mungkin dia sedang mandi di sungai. Biarkan saja, nanti juga dia kembali,” sahut Andre. “Kita kan sebentar lagi akan pergi ke sungai untuk memancing, nanti sekalian kita cari Edmund juga di sana.” Charlos berujar dengan penuh semangat. Untuk masalah memancing, pria ini memang kegemarannya.  “Aku dan Freya tidak ikut, kami akan beres-beres saja di sini. Iya kan, Frey?” Freya mengangguk menyetujui, bagi mereka memang lebih baik beres-beres di perkemahan daripada ikut memancing yang bagi mereka sangat membosankan. “Aku juga tidak ikut memancing. Aku di sini saja menemani para gadis,” ucap Andre sambil menyengir lebar.  Tak lama kemudian, Thomas kembali dengan membawa beberapa alat memancing. Dia, Charlos dan Dustin pun berjalan menuju sungai.  “Kita cari yang arus airnya tenang, di tempat itu ikan pasti berkumpul.” Charlos memberikan saran, dirinya yang sudah sering memancing tentu tahu betul area yang strategis untuk memancing.  Ketiga pria itu pun mulai mencari area yang sesuai dengan yang disebutkan Charlos. Hingga akhirnya mereka menemukannya, mereka pun serempak duduk di daerah yang arus air tampak tenang mengalir.  Mereka memakai makanan ikan sebagai umpan pada kail pancing. Lama mereka menunggu, tapi belum ada tanda-tanda ikan menyangkut di kail pancing mereka.  “Dust.”  Dustin yang tengah fokus menatap alat pancingnya seketika menoleh pada Thomas yang tiba-tiba memanggil namanya.  “Hm, kenapa, Thom?” Tanyanya. “Kau tidak memiliki seseorang yang kau cintai? Maksudku seorang gadis?”  Dustin terenyak mendengar Thomas tiba-tiba bertanya demikian. Kedua matanya pun sempat melebar pertanda dirinya cukup terkejut.  “Kenapa tiba-tiba bertanya kisah asmara Dustin? Tidak biasanya, Thom?” Charlos yang merespon karena Dustin hanya melongo di tempat seolah lupa cara berbicara. “Hanya penasaran. Coba perhatikan, Dustin itu kan memiliki wajah yang tampan, keren dan cerdas. Aneh kan sampai sekarang tidak memiliki kekasih?” “Sejak dulu Dustin kan ingin fokus pada karirnya, mungkin dia belum siap untuk menjalin hubungan dengan seseorang. Iya kan, Dust?”  Merasa Charlos terus membela dirinya, Dustin tersenyum sembari mengangguk, “Iya, benar. Aku memang ingin fokus pada karirku dulu.” “Tapi ada tidak gadis yang kau sukai?”  Namun Thomas tampaknya belum ingin berhenti mengorek informasi tentang kisah asmara Dustin. Dustin kembali salah tingkah. Tak mungkin juga dia mengatakan yang sejujurnya bahwa Freyalah gadis yang dicintainya, mengingat Thomas tidak lain merupakan kekasih Freya.  “Tidak ada,” jawab Dustin, akhirnya memilih berbohong. “Untuk saat ini tidak ada,” tambahnya.  Thomas mengangguk-anggukan kepala. Dia kembali membuka mulut mungkin hendak kembali bersuara namun diurungkannya karena suara teriakan heboh Charlos yang girang pancingannya bergerak-gerak.  “Aku dapat. Aku dapat ikan!” Teriaknya heboh. “Pelan-pelan, Char. Hati-hati talinya putus.” Dustin mengingatkan. Dia juga tak hentinya menyemangati Charlos. Hingga akhirnya Charlos berhasil mengeluarkan ikan yang terjebak kail pancingnya, keluar dari sungai. Ikan itu cukup besar, kini tak hentinya melompat-lompat di tanah.  “Ember, mana ember?!” seru Charlos, masih seheboh tadi. Thomas mengulurkan ember yang sudah diisi air. “Mantap, ikannya besar sekali. Bisa dimakan ramai-ramai ini.” Dustin tak kalah girangnya. “Kalian berdua jangan menyerah. Siapa tahu kalian juga dapat ikan.”  Menyetujui ucapan Charlos, Dustin dan Thomas pun kembali duduk di tempat semula. Memperhatikan dalam diam, alat pancing mereka yang tak memperlihatkan tanda-tanda ada ikan yang menyangkut.  Hampir satu jam mereka menunggu, dan hasilnya baik Dustin maupun Thomas, tak ada yang mendapatkan ikan. Alhasil, hanya satu ikan yang ditangkap Charloslah yang bisa mereka bawa ke tenda.  “Ternyata sejak dulu hanya Charlos yang jago memancing.” Puji Renee pada Charlos yang kini tengah membusungkan dadanya ke depan, merasa bangga. Dustin yang terkekeh. Sedangkan Thomas hanya mendengus pelan.  Waktu terus berjalan dengan cepat, namun Edmund belum juga kembali. Orang yang pertama kali menunjukan kekhawatirannya adalah Freya. “Kalian tidak melihat Edmund di sungai?” tanyanya.  Charlos, Dustin dan Thomas saling berpandangan, sebelum dengan serempak mereka menggelengkan kepala.  “Benar juga, kami melupakan Edmund, tadi terlalu asyik memancing sampai lupa mencari dia.” Charlos yang menyahut sembari menepuk keningnya sendiri karena baru teringat pada sahabatnya yang menghilang sejak tadi pagi. "Sudahlah, sayang. Edmund bukan anak kecil lagi. Mungkin dia sedang jalan-jalan." Jika dipikir-pikir, perkataan Thomas ada benarnya, membuat Freya yang sejak tadi terus mengkhawatirkan Edmund akhirnya terdiam. Memang benar, Edmund bukanlah anak kecil, dia pasti bisa melindungi dirinya sendiri. "Thomas dan Freya, lebih baik kalian bakar ikannya. Sedangkan yang lain mulai berkemas-kemas sambil menunggu Edmund kembali." Mereka semua menuruti saran Dustin. Thomas menyiapkan perapian, dan Freya membelah perut si ikan untuk mengeluarkan kotorannya. Sedangkan yang lainnya mulai berkemas-kemas di dalam tenda.  Begitu ikan bakar itu matang, mereka memakannya bersama-sama. Setelahnya kembali berkemas-kemas karena sudah saatnya mereka berangkat untuk pulang ke rumah masing-masing.  Waktu berlalu dengan begitu cepat, tepatnya sudah 3 jam mereka menunggu kedatangan Edmund namun pria itu belum juga menampakkan dirinya.  "Hai, aku mulai cemas pada Edmund. Dia belum juga kembali." Kali ini Charlos yang memecah keheningan karena suasana sempat sunyi, semua orang sibuk dengan pemikiran masing-masing. "Aku juga mulai cemas padanya. Bagaimana kalau kita mencarinya?" Andre menyarankan. "Maksudnya kita semua?" tanya Renee. "Tidak. Biar aku dan Charlos yang mencarinya. Kalian tunggulah di sini. Hubungi kami jika dia kembali." Yang mengatakan ini adalah Dustin, dia merasa sudah cukup hanya dirinya dan Charlos yang mencari Edmund. "Oke!!" Setelah mendengar persetujuan dari teman-temannya. Dustin dan Charlos mulai mencari Edmund. Mereka mencarinya dengan berpencar. Dustin mencari dengan mengambil jalur ke arah kanan. Sebelah kanan dari tempat mereka berkemah merupakan sebuah hutan yang cukup sepi. Sebenarnya Dustin tidak yakin Edmund memasuki hutan itu. Namun, demi bisa menemukan keberadaan sahabatnya yang menghilang itu, Dustin memberanikan diri melangkahkan kaki memasuki hutan.  Hutan itu sangat gelap, hanya terlihat cahaya remang-remang dari sinar matahari yang terhalang pohon-pohon yang menjulang tinggi dengan daun-daunnya yang rimbun dan lebat.  "Edmund!!” Teriak Dustin. “Ed, kau dimana? Jawab aku!" Dustin berjalan semakin dalam memasuki hutan. Meskipun dia terus berteriak tapi tidak mendengar sahutan apa pun yang menandakan bahwa Edmund berada di hutan itu. "Ed! Jika kau ada di sini, jawab aku! Kami mencemaskanmu. Kita akan segera pulang, jadi cepatlah kembali ke perkemahan!" Akan tetapi, hanya keheningan dan kesunyian yang dirasakan oleh Dustin. Bahkan meskipun dirinya sudah cukup dalam memasuki hutan, sosok Edmund masih tetap tidak menampakan diri. Setelah merasa yakin bahwa Edmund tidak berada di sana, Dustin pun melangkahkan kaki meninggalkan hutan itu.  Di pihak lain, Charlos mencari ke arah kiri dari tempat perkemahan mereka. Di sana terdapat sebuah desa yang belum terlalu ramai. Namun, terlihat beberapa warga desa yang berlalu-lalang. Charlos berjalan memasuki gapura desa dan menelusuri jalanan di desa sambil kedua matanya menatap ke sekeliling. Dia sangat berharap bisa menemukan Edmund di desa ini. Charlos sudah bertekad di dalam hati, jika dia menemukan Edmund di sini, dia akan memukul Edmund sekuat tenaga. Menurutnya, Edmund harus mendapatkan hukuman karena membuat teman-temannya begitu mengkhawatirkannya. Selain itu, Edmund harus diberi pelajaran karena telah menyusahkan dirinya dan Dustin yang harus mencarinya seperti ini.  Charlos mulai lelah berjalan karena dia masih tidak melihat sosok dari sahabatnya itu. Kemudian, dia memutuskan untuk bertanya pada salah seorang warga di desa itu. Charlos menghampiri seorang wanita paruh baya yang sedang menjaga warungnya.  "Permisi, Bu. Saya mau bertanya, apa ibu melihat seorang pemuda seumuran dengan saya berjalan-jalan di sekitar sini?" Wanita itu terdiam, dia memandangi wajah Charlos dengan tatapan tajam membuat pemuda itu tanpa sadar meneguk ludahnya. "Tidak," jawab sang wanita dengan suara tegas dan dingin. "Ooh, begitu. Baiklah. Terima kasih, Bu." Charlos merasa kecewa mendengar jawaban ibu itu, dia berpikir mungkin Edmund tidak mendatangi tempat ini. Lalu dia berencana untuk kembali ke perkemahan, Charlos pun berbalik badan dan siap melangkah pergi. "Tunggu dulu, anak muda." Namun urung karena wanita itu tiba-tiba memanggil dirinya. Charlos kembali menghadap pada si wanita. "Iya, Bu, ada apa?" tanyanya, berusaha bersikap ramah. "Sepertinya kau bukan warga di desa ini. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya," ucap wanita itu sembari menelisik penampilan Charlos, mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Benar. Saya memang bukan warga desa ini. Saya dan teman-teman saya sedang berkemah di sana.” Charlos menunjuk ke arah perkemahan. “Di area pegunungan itu," tambahnya. Wanita itu terlihat terkejut setelah mendengar jawaban Charlos hingga kedua matanya membulat sempurna. Tentu saja ekspresinya itu membuat Charlos heran bukan main. "Ada apa, Bu? Ibu terlihat sangat terkejut," tanyanya. "Lebih baik kalian segera tinggalkan pegunungan itu." Charlos tersentak begitu mendengar jawaban sang wanita, "Memangnya kenapa?" "Tempat itu sangat berbahaya. Pernah ditemukan seorang pemuda yang tewas di sana dengan keadaan yang sangat mengenaskan. Wajahnya hancur hingga tidak bisa dikenali lagi. Selain itu, beberapa warga desa ini pun pernah ditemukan tewas di sana." Charlos kini terbelalak, dirinya mulai panik, "A-Apa?" "Ada pembunuh yang sangat sadis berkeliaran di sana bahkan warga desa ini tidak ada yang berani pergi ke sana. Tempat itu sangat berbahaya. Kau dan teman-temanmu harus segera meninggalkan tempat itu." Raut wajah sang wanita begitu serius. Hanya dengan menatap kedua matanya yang tajam, Charlos menyadari bahwa wanita itu mengatakan yang sebenarnya dan dia bersungguh-sungguh. "Ba-Baiklah, Bu. Terima kasih atas informasinya. Saya dan teman-teman saya akan segera pergi dari tempat itu." "Ya, ya, baguslah. Lebih baik sekarang kau beritahukan hal ini pada teman-temanmu dan pergi sekarang juga. Jangan menunggu lagi." "I-Iya, baiklah, Bu. Kalau begitu, saya permisi."  Charlos berjalan cepat menuju ke tempat teman-temannya. Sepertinya yang dikatakan ibu itu memang benar. Charlos merasa harus segera menceritakan hal ini kepada teman-temannya dan segera pergi dari tempat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD