Emang gue siapa lo sampai bisa cemburu?
-Kiara Anandita
*yuk kasih vote sama commentnya :*
Kalau ditanya, apa Kiara bosan sekolah, jawabannya untuk saat ini adalah iya. Sudah hampir tiga hari Asya mengabaikannya juga Madeline, membuatnya hanya bisa duduk diam di kursinya dan menunggu seseorang untuk mengajaknya ke kantin. Tetapi sepertinya, sesuatu semakin ditunggu semakin tidak akan datang. Jadilah, Kiara masih duduk manis di kursinya walau bel istirahat sudah berbunyi lima menit lalu.
"Gak ke kantin, Ra?"
Kiara mendongak, menatap pada Sami yang baru saja meminum airnya dan sedang menatapnya juga. Mata Kiara berbinar seketika, "lo mau nemenin gue?" tembaknya langsung.
Sami menggeleng. "Orang gue nanya," balasnya santai.
Kiara mencebik. Untuk apa Sami bertanya kalau begitu. Padahal, ia sudah berharap cowok itu ingin menemaninya.
"Sam?"
Panggilan yang hanya dituju untuk Sami itu membawa pengaruh juga pada Kiara, sehingga cewek itu ikut menoleh dan menatap pada sumber suara. Sekali lagi, memang hanya Sami yang dipanggil, tetapi Kiara ikut mengerutkan dahinya bingung sebagai reaksinya.
Ia jelas melihat Asya sedang berdiri dan menatap pada Sami. Kilat mata cewek itu menyiratkan tanda yang tidak bisa Kiara jelaskan, tetapi yang pasti ada siratan ketakutan di matanya. Sejujurnya, ingin Kiara bertanya ada apa, tetapi kenyataan kalau Asya pun mengabaikannya membuatnya memilih bungkam.
"Kenapa?" Sami bersuara tenang. Ia menaruh botol minumnya, kemudian kembali menatap pada Asya.
Asya menggigit bibirnya. "Boleh bicara sebentar?"
Tidak hanya Sami yang merasa aneh. Kiara pun merasa hal yang sama. Menurutnya, penuturan Asya barusan terdengar asing di telinga mereka berdua, terdengar begitu formal.
Sami sempat terdiam beberapa waktu, sebelum mengangguk dan membiarkan Asya berjalan keluar kelas lebih dulu, kemudian kembali menatap aneh pada Kiara.
"Dia kenapa?" tanya Sami bingung.
Kiara mengangkata bahunya. "Udah tiga hari begitu."
Sami hanya mengangguk samar, kemudian memilih untuk mengikuti langkah Asya. Meski selama ini tidak pernah peduli dengan kehadiran cewek itu, tetapi melihat bagaimana ia meminta Sami untuk berbicara saja sudah mampu membuat Sami merasa gelisah.
Langkah kaki Asya membawanya ke ujung koridor, tepat di mana gudang kelas sebelas berada. Sami tidak berkata-kata, ia lebih memilih memperhatikan Asya yang menundukan kepalanya itu. Cewek itu berdiri dengan gelisah dengan kedua tangannya yang bertautan. Bahkan, Sami bisa melihat jelas cewek itu meremas tangannya itu.
"Kenapa?" tanya Sami pada akhirnya, setelah yakin Asya tidak akan memulai pembicaraan.
"Gu—gue kena, Sam."
Pelan, bergetar, dan penuh ketakutan, itu yang Sami dapat dari suara Asya. Suara yang membuat Sami jadi bingung sendiri apa maksudnya.
"Kena apaan?" tanya Sami heran.
Perlahan Asya mendongakkan wajahnya, menampilkan air matanya yang tiba-tiba mengalir di wajahnya dan membuat Sami semakin panik. Kenapa rasanya Sami baru saja berbuat kesalahan pada Asya?
"Anak Panca, —"
"Gak usah diterusin." Sami memotong cepat. Ia menarik Asya untuk memasuki gudang kelas sebelas dan menutup pintu itu. Terserah jika ada yang menemuinya dengan keadaan ini, tetapi privasi Asya jauh lebih penting baginya saat ini.
Sami menelan salivanya. "Kapan?"
"Sabtu ke—kemarin." Asya kembali menajwab dengan suara bergetar dan yang Sami yakini, ia berusaha kuat menahan tangisnya.
Mendengarnya, Sami mengusap wajahnya gusar. Ia pikir, masalah ini tidak akan kembali lagi. Karena ia sudah berusaha mati-matian untuk menjaga peraturan Angkasa yang satu itu.
"Siapa?"
Dan di saat pertanyaan itu keluar yang terjadi selanjutnya adalah tubuh Asya merosot begitu saja. Cewek itu menangis pada akhirnya.
Sami mendesah, sebelum ia memilih untuk berjongkok di hadapan cewek itu dan menepuk pelan bahunya, berusaha menenangkan cewek itu. "Gue udah bilang berkali-kali jangan main sama anak Panca, Sya."
Asya sesenggukan, ia memberanikan dirinya untuk kembali melihat Sami di sela tangisnya yang semakin menderas. "Gue dijebak, Sam!" belanya. "Gue gak tau apa-apa malam itu!"
Lagi, Sami mendesah pelan. Ia tidak mungkin menyalahkan Asya di saat kondisi cewek itu sedang jatuh. Sami tidak sejahat itu.
"Siapa?" Sami mengulang pertanyaannya.
"Lo janji gak ngasih tau siapa-siapa 'kan, Sam?" Asya memastikan dengan sara bergetarnya.
Sami mengangguk. "Seengaknya gue harus bicarain sama Gilang dan yang lain. Lo bisa percaya gue, Sya," balasnya berusaha terdengar lembut.
Mendengarnya Asya menggigit bibirnya, kemudian menahan tangisnya yang kembali ingin jatuh itu.
"Cuma Ariel dan Daffa yang gue kenal."
"Yang lo kenal!?" Sami bereaksi dengan nada membentaknya. Dadanya seketika naik turun menahan amarah yang tiba-tiba ingin ia luapkan saat itu juga.
Asya kembali menundukkan kepalanya, takut melihat Sami yang sudah berdiri dan berjalan dengan gusar itu. Tubuhnya semakin bergetar karena saat ini ketakutan benar-benar menghantuinya. Ia yakin, siapa pun pasti takut melihat Sami marah, ditambah lagi ia hanya berdua di tempat ini.
Seakan sadar yang baru saja ia lakukan, Sami menarik napasnya kemudian kembali berjongkok di depan cewek itu. "Lo percaya sama gue 'kan, Sya?" tanyanya dengan nada memelan.
Asya mengangguk tanpa mendongakkan kepalanya. Meski Sami sudah kembali bersuara lembut, tetap saja ketakutannya tidak kunjung berhenti.
"Kalian ngapain?"
Suara asing yang tiba-tiba masuk ke dalam telinga Sami, membuatnya menoleh cepat. Suara yang bernada datar, tetapi menyiratkan rasa penasaran juga kekecewaan bersamaan.
Berbeda dengan Madeline yang langsung menghampiri Asya, Kiara yang baru saja mengeluarkan suara itu masih memperhatikan Sami yang sudah bangkit dari posisinya. Tidak ada ekspresi di wajahnya. Cewek itu hanya menjatuhkan tatapannya pada Sami setelah melihat Asya sekilas.
Kiara cemburu? Anggap saja begitu. Lagi pula, mana ada cewek yang mudah menerima bila ada cowok yang disukainya sedang berduaan dengan sahabatnya sendiri. Ditambah lagi Kiara memergoki dua temannya itu dengan posisi yang bisa dibilang sangat dekat dan dalam ruangan yang bisa dibilang cukup mencurigakan. Asya menangis, dan Sami berada persis di depan cewek itu, otak Kiara jelas menyimpulkan banyak hal.
Jangan mengatakan Kiara tidak ada hak untuk cemburu. Karena, ia sedang tidak peduli dengan itu. Ia lebih peduli akan desiran aneh yang tiba-tiba bergemuruh di hatinya juga di otaknya. Apa Kiara sudah benar-benar jatuh pada Sami? Kalau iya, berarti misinya untuk tidak jatuh lebih dalam gagal, dan ia merutuki hal itu.
Tidak ada penjelasan, tidak ada kata-kata yang Sami keluarkan juga, membuat Kiara semakin merasakan gemuruh aneh itu. Otaknya terus bekerja untuk berusaha mencari kemungkinan lain tentang apa yang dilakukan kedua temannya barusan.
Melihat Sami yang tidak mengeluarkan tanda-tanda untuk mengucapkan apa-apa juga, Kiara tersenyum tipis pada cowok itu. Apa tatapan kecewa Kiara kurang menjelaskan permintaan Kiara saat ini?
Ah tetapi bila diingat, Kiara siapa juga sampai meminta sebuah penjelasan. Itu hak Sami mau menceritakan atau tidak. Yang pasti, ia hanya merasa kejadian barusan tidak bisa diterima olehnya.
Tanpa kata, Kiara beranjak pergi dari sana. Membiarkan Sami kembali mengusap wajahnya gusar, karena cowok itu baru saja berhasil membuat kesalahpahaman di antaranya dan Kiara.
...
Suasana kelas yang bisa dibilang cukup ramai karena adanya freeclass membuat Kiara memilih untuk memainkan gawainya. Setelah kejadian siang tadi, ia memilih untuk menjauh dari Sami. Bahkan ia tidak segan untuk meminta Riana bertukar tempat duduk dengannya hanya karena moodnya dengan Sami sedang jelek.
"Ra?"
Kiara mengalihkan fokusnya, menatap pada Charles yang menghampirinya dengan tangan cowok itu yang masuk ke dalam saku sweaternya. Tatapan cowok itu mengarah pada pintu kelas, yang membuat Kiara ikut menatap ke sana.
"Dicariin Alex."
Kiara berdecak. Kenapa lagi sih dengan Alex? Apa cowok itu belum bosan bertemu dengannya? Ia saja sudah bosan.
Tetapi pada akhirnya Kiara mengalah. Ia tidak mau kalau cowok itu membuat keributan si kelasnya hanya karena dendam cowok itu padanya.
Dengan pasti, ia bangkit dari duduknya, menaruh kembali gawainya ke dalam saku dan berjalan dengan tenang.
Ia jelas menyadari, sebenarnya Charles berat hati mengatakan hal barusan. Tetapi sepertinya Charles juga tidak bisa menolak permintaan Alex yang notebene-nya sebagai kakak kelas itu.
Kedua mata Kiara lebih dulu menatap pada Alex yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan tersenyum sinis. Kemudian ia beralih, menatap pada dua cowok lain yang berada tepat di belakangnya. Ia mengerutkan dahinya, apa Alex membawa pasukan hanya untuk bertemu dengannya?
"Ikut gue!"
Tidak menunggu jawaban, Alex sudah lebih dulu menarik Kiara. Tarikan yang mampu membuat Charles dan Arya jadi panik sendiri. Tidak ada Sami di kelasnya, cowok itu menghilang terus hari ini. Jadi sepertinya, Charles dan Arya akan memilih maju kalau sampai Alex berbuat lebih pada Kiara.
Mungkin menurut Alex, membawa Kiara adalah hal yang mudah. Tetapi kenyataannya, tangan Kiara yang lebih kuat darinya itu bisa lepas dengan mudahnya dari cekalannya. Tatapan tajam cewek itu benar-benar tertuju padanya. Bisa dibilang cukup menyeramkan untuk seorang Alex yang sudah dipermalukan kemarin.
"Mau ngapain?" Kiara bersuara tenang namun tajam.
"Ikut!"
Alex kembali berusaha meraih tangan Kiara.
"Apaan sih!?" Kiara sewot.
Bahkan cowok itu tidak segan-segan menyuruh temannya untuk membantu Kiara mengikuti kemauannya.
"Lepas, Lex!"
Suara dingin yang tiba-tiba menggema di koridor itu mampu membuat pergerakan Alex dan dua temannya itu berhenti. Bahkan Charles dan Arya yang sudah bersiap maju pun jadi mengurungkan niatnya.
"Lepas, kalau lo gak mau berurusan sama ketua angkatan lo sendiri!"
Sami, cowok itu kembali mengeluarkan suara dinginnya. Tatapan tajamnya seolah menusuk Alex sehingga mampu membuat cowok itu melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Kiara.
Bagi Kiara, melihat Sami saat ini adalah hal yang menyebalkan. Ia sedang malas untuk menatap cowok itu, dan jika diperkenankan, Kiara akan meminta Sami untuk pergi saja dibanding ikut campur dengan urusannya.
Sami menarik tangan Kiara, membawa cewek itu untuk berdiri di belakangnya, sehingga ia bisa berhadapan langsung dengan Alex, dan menghalangi tatapan Alex pada Kiara.
"Ngapain!?" tanyanya tajam.
Alex berdesis. "Minggir!" titahnya. "Gue gak ada urusan sama lo ya!" lanjutnya yang menunjuk tepat pada d**a Sami, seolah tunjukkan itu bisa menjatuhkan keberanian Sami di hadapannya
Sami menampilkan smirk-nya. "Dia angkatan gue."
"Gue gak lagi ngebahas angkatan!" Alex membalas. "Gue punya sama masalah sama dia! Jadi lo minggir!"
"Eits, ada apa nih?"
Suara yang tiba-tiba muncul dari bibir cowok berkacamata itu membuat Kiara menoleh pada sumber suara. Ada Aldy. Lebih tepatnya bukan hanya Aldy.
Yah, sepertinya kehidupannya saat ini benar-benar seperti drama. Kenapa harus seperti ini sih jalan kehidupannya?
"Angkatan lo macem-macem sama angkatan gue." Sami membalas tenang.
Balasan yang membuat Alex berdecih sebelum kembali menatap pada Alex. "Gue cuma minta lo minggir! Sesusah itu?"
"Balik, Lex!"
Suara tajam Gilang akhirnya terdengar jelas ditelinga Kiara, membuat cewek itu mendesah. Sudah Sami, ada Gilang pula. Ia yakin, pasti sudah banyak pasang mata yang memperhatikan kejadiaan ini.
"Gue nyelesaiin masalah dul—"
"Balik sekarang!"
Alex m******t bibirnya. s**l, bahkan ketua angkatannya pun tidak peduli dengannya.
"Jangan cari masalah atau gue gak segan-segan buat ngeluarin lo dari Angkasa!"
Kiara membulatkan kedua matanya, ancaman macam apa itu? Kenapa mudah sekali keluar dari bibir Gilang? Tau gitu, Kiara juga ingin mengancam cowok itu begitu juga!
Alex berdesis. Ia menatap tajam Kiara sekali lagi sebelum meninggalkan kerumunan yang ia buat barusan itu.
"Ra—"
Ucapan Sami terhenti, ketika Kiara tiba-tiba mengacuhkannya. Cewek itu berlalu begitu saja, seolah tidak terjadi apa-apa barusan.
Apa Kiara marah?
Bahkan cewek itu tidak mau mengucapkan sekedar kata terima kasih atas bantuannya barusan.