SAMI TIDAK PEDULI

1128 Words
Yang dibutuhkan adalah dukungan, bukan 'angkat tangan' Setelah seminggu penuh murid-murid Angkasa mendapat freeclass, hari ini mereka harus disadarkan kembali, bahwa kenyataan kembali memanggil mereka. Masuk jam tujuh lewat lima belas, pulang jam setengah tiga, ditambah tidak adanya jam pelajaran kosong lagi. Sejak pertengkaran di lapangan minggu lalu, Kiara jelas bisa melihat, kalau Araya sudah mulai bergerak. Tetapi entah kenapa, Kiara jadi malas melawan anak manja itu. Karena kembali lagi, Kiara melawan laki-laki pun akan sama kuatnya, bagaimana bila melawan Araya yang manja itu? Sebenarnya, Kiara juga ingin tahu banyak tentang Araya. Tetapi kalau bertanya pada Asya, cewek itu tidak spesifik memberi tahu, katanya ia suka lupa, jadi ia hanya memberi tahu garis besarnya saja. Malah Asya memberinya solusi untuk bertanya pada Sami, jika Kiara ingin yang lebih spesifik. Padahal jika diingat, Asya adalah orang yang paling perhatian dengan sekitar. Seharusnya menjawab pertanyaan Kiara mudah baginya. Dan syukurlah, entah kejedot dimana, Sami, laki-laki itu selalu duduk di sampingnya mulai minggu lalu. Tetapi selama itu juga, Kiara belum bisa bertanya banyak, karena Saminya hilang-hilangan. Pelajaran Matematika Minat sudah membuat Kiara muak. Sudah hampir 45 menit Kiara berkutat dengan pelajaran ajaib itu, dan otaknya rasanya ingin meledak. Berbeda dengan Sami yang terlihat santai saja. Lelaki itu masih mencatat dengan sabar, dan memperhatikan Bu Ajeng dengan seksama. "Sam?" Kiara memanggil. Sami hanya mendongakkan kepalanya sebentar, seolah bertanya apa, kemudian kembali mencatat lagi. "Araya nyebelin gak?" Kiara bertanya dengan menatap pada lelaki yang masih sibuk mencatat itu. Ia memainkan pulpennya di tangannya, menunggu Sami menjawab. "Jangan cari masalah," balas cowok itu tanpa menoleh sedikit pun pada Kiara. Kemudian, ia menaruh pulpennya, dan menatap pada Kiara. "Gue gak mau berantem sama Gilang cuma karena ulah lo," lanjutnya tenang, tidak menekan, tapi sedikit mengancam. Kiara menangguk-anggukkan kepalanya. Sepertinya tanpa perlu kesepakatan antara dirinya dan Gilang, Kiara memang harus berjuang sendiri. Bahkan Sami yang bersalah padanya pun tidak mau membantunya. "Tapi, kalau dia yang cari masalah..." Kiara menunggu ucapan Sami selanjutnya. "Gue juga gak mau bantuin sih!" "Anjir, ngeselin parah!" Kiara mendengus. Sami tersenyum tipis. Ia kembali mengambil bukunya dan mulai mencatat lagi. "Yang pasti jangan cari masalah," ujarnya kemudian. Mendengarnya Kiara hanya mengangguk. "Padahal udah cari masalah," gumamnya. Kiara yakin, Sami mendengarnya. Tetapi cowok itu memilih untuk cuek saja dengan ucapannya. Mungkin benar, Kiara memang harus memulai dan mengakhirinya sendiri. ... Madeline menatap gemas pada teman sekelompoknya. Sudah hampir satu jam mata pelajaran terpakai, tetapi kelompok mereka belum juga mendapatkan apa-apa di kertas mereka. Sepertinya, Madeline sedang s**l hari ini. Sudah di perbudak, ia pun mau-mau saja diajak mengerjakan di kantin, yang berakhir dengan dirinya yang semakin diperbudak. Sami dan Kiara, temen sekelompoknya yang santai saja dari tadi itu malah memainkan ponsel mereka, dan tidak memedulikan Madeline sedikit pun. Bersyukurnya, masih ada Asya yang sedikit-sedikit membantunya. Sedikit pun sebenarnya tidak membantu. Astaga sedihnya. Madeline meletakkan pulpennya, dan mulai memakai kedua matanya untuk menyapu sekitarnya. Matanya menangkap pada gadis yang sedang berjalan bersama beberapa gadis lain di belakangnya. "Ra, ada Araya." Madeline lebih dulu melapor. Posisi Kiara yang membelakangi Araya, pasti membuatnya tidak akan melihat keberadaan Araya. Kiara mengikuti arah pandang Madeline, dan mendapati Araya sedang menatapnya tajam. Bahkan disaat sedang berjalan pun, Araya masih sempat-sempatnya menatap tajam dirinya. "Buset, tajam amat itu mata," komentar Kiara. Kemudian memilih untuk mengabaikannua dan kembali pada gawainya itu. "Ra, kesini Ra!" Asha berujar histeris. Byur. Yah telat amat ngasih taunya, batin Kiara memaki. Sudah dapat ia rasakan, seragamnya basah, bahkan dari ujung kepala sampai ujung kaki dalam sekali guyuran pun basah. Sami yang berada tepat di samping Kiara, langsung menggeser posisinya. Meski terik matahari cukup panas siang ini, Sami tetap tidak berniat untuk basah-basahan. "Ups, sengaja!" Araya berseru histeris. Tidak ada nada penyesalan dalam bicaranya, malah nada kesenangan iya. Kiara sempat mendesah pelan, sebelum akhirnya memutuskan untuk bangkit berdiri. Beruntunglah dirinya, karena kantin dalam keadaan yang sepi, dan sialnya dia, karena Araya bisa-bisanya menemukan ia disini. Kedua mata Kiara belum ia sempatkan untuk melihat Araya. Ia lebih memilih untuk memperhatikan gelas teh miliknya dan menimang dalam hati. Ah, ya udah lah ya, batinnya memutuskan. Ia mengambil gelas teh tersebut, dan melakukan hal yang sama seperti yang Araya lakukan pada dirinya. Bahkan lebih parah, karena yang Kiara berikan adalah air teh, yang pastinya akan lengket. Sami yang memperhatikan, seketika melotot. Wah, baru pertama kali ia menemukan seseorang cewek yang berani melawan Araya. "Ups, sengaja juga." Kiara berujar kemudian. Tanpa pikir panjang dan kembali berbasa-basi, Kiara melewati Araya dan teman-temannya itu. Tetapi belum jauh langkahnya melangkah, badannya kembali tertarik. Bagus, sekarang rambutnya yang jadi sasaran. "Gimana? Otak gue udah pinter kan pakai rumus fisika?" Araya bersuara sinis. Ia kembali memperdalam tarikannya pada rambut Kiara yang membuat Kiara mau tidak mau harus menahan sakitnya. "Eh, Kak jangan aduh!" Madeline bersuara histeris. Ia berusaha melepaskan tangan Araya yang masih setia berdiam diri di rambut Kiara. Kiara lagi-lagi mendesah. "Lo yang minta ya..." Mendengar ucapan Kiara, Araya sempat terlihat bingung. Tetapi di detik kemudian, ia mengerti apa maksud Kiara. Karena dengan cepat, Kiara mengambil tangan Araya, dan meremasnya kencang, membuat sang empunya kesakitan, dan mau tidak mau melepaskan tangannya dari rambut Kiara. "Gila ya lo!" omel Araya tidak terima. Kiara tersenyum sinis, kemudian membalikkan badannya menatap Araya. "Udah tau gila, ngapain masih cari masalah sama gue!?" "Lo yang nyari masalah duluan sama gue!" Araya tidak terima. Wah, Sami rasa, ini pertunjukan hebat. Karena selama ia di sini, baru kali ini ia melihat ada yang berani melawam seorang Araya. "Sami! Temen lo 'kan ini!?" Araya melirik kesal pada Sami yang hanya diam saja. Bahkan saat dilempari pertanyaan itu, Sami memilih untuk diam. Araya kembali memperhatikan Kiara yang sudah bersedekap d**a, seolah menantang dirinya. Untuk pertama kalinya, Araya harus mengeluarkan banyak tenaga untuk melawan juniornya. Di saat junior lainnya akan terima saja setiap perlakuannya, maka Kiara harus menjadi pengecualian. "Kiara, lo yakin mau berhadapan dengan gue?" Kiara tersenyum tipis. "Lo fans gue?" sahutnya lebih duku. "Kok udah tau nama gue, padahal gue belum memperkenalkan diri! lanjutnya masih dengan smirk-nya. Asya dan Madeline bersamaan menggelengkan kepalanya, astaga Kiara itu benar-benar suka sekali menguji kesabaran orang. Bahkan, Asya dan Madeline pun sadar, Araya seperti sudah kehilangan sabar pada gadis itu. Araya menghela napasnya. "Oke. Gue rasa emang lo pengen berhadapan dengan angkatan 35," ucapnya final. Kemudian kedua mata Araya beralih menatap pada Sami yang malah duduk tenang di posisinya. "Dan lo," gantung Araya. "Kalau gak mau berantem sama Gilang, lebih baik lo gak usah ikut campur!" Kiara tertawa tipis. "Lo pikir gue takut, ngehadepin orang manja kayak lo, yang cuman butuh backingan tanpa berani maju sendiri!?" Wah, bagus. Kiara sangat menguji kesabaran Araya. "Gak usah sok nan—" "Gue sama lo, Ra." Ucapan Araya terpotong dengan berdirinya Asya tepat di belakang Kiara. Ia memegang bahu Kiara, dan meyakinkan gadis itu, kalau dia tidak sendiri. Kalau begini, Kiara merasa seperti akan perang besar. Padahal ini hanya pertarungan biasa antara senior dan junior. "Gue juga." Madeline mengikuti langkah Asya, dan menatap sinis Araya. "Gue gak ikutan ya." Suara itu adalah suara yang ditunggu dari tadi oleh Kiara. Suara yang ia harapkan akan memiliki pola yang sama dengan ucapan Asya dan Madeline. Tetapi kenyataannya, suara itu menunjukkan Sami tidak mendukung Kiara. Ah pupus harapan Kiara! Padahal ia sudah berharap sekali Sami akan membelanya!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD