#2

1059 Words
CHAPTER 2 Hana sudah mengganti pakaiannya dengan baju olahraga yang untung saja tersimpan di lokernya. Dengan pandangan kosong, Hana memandang papan tulis putih yang ada di hadapannya. Tak mempedulikan curahan hati seorang gadis keturunan China di sampingnya. Hujan. Satu kata yang merubah semuanya. 2 tahun sudah ia menunggu. 2 tahun sudah ia memberi kode. 2 tahun sudah ia mengakui. Tapi baru saat hujan Abra menanggapinya. Abra. Cowok tak tersentuh yang memasuki hati Hana tanpa permisi. Cool. Pinter. Berwibawa. Sederhana. Sempurna. Sedangkan Hana, ia hanyalah cewek rese, cerewet, b**o, manja, dan gengsi-an. Ga ada cocok-cocoknya sama Abra. Seperti yang tadi telah tertuliskan, 2 tahun sudah ia menunggu. 2 tahun sudah ia memberi kode. 2 tahun sudah ia mengakui. Namun Abra tak ada respon apa-apa. Abra hanya diam. Hanya menganggap semuanya angin lalu. Tak ada kode balesan. Tak ada respon apa pun. Eittss, tapi tunggu. Bukannya itu kode. Ya itu kode kalau Abra tak ingin dekat dengannya. Abra tak ingin menjalin hubungan dengan Hana. Abra tak ingin membuat Hana baper. Intinya, Abra tidak suka Hana. "Han...." ucap Amoy. Gadis keturunan China yang merupakan teman dekat Hana dari MOS memanggil Hana sedari tadi. Hana masih diam dengan pandangan kosong ke arah papan tulis. "Hana.." ulang Amoy. Tak ada balasan. Hmmm, mungkin ini cara terakhir. Ya. Maafkan sobat mu Hana. "HANA, ADA ABRA LEWAT NOH!" teriak Amoy sangat keras hingga seluruh siswa memandang kursi pojok paling belakang. Yap semuanya, termasuk segerombolan anak laki-laki dengan seragam olahraga yang kebetulan lewat. "Mana Abra?" tanya Hana refleks sambil berdiri dan memandang sekitar. Mata hitamnya bertemu dengan iris hitam tajam yang terlalu dalam untuk diselami. Ia hapal betul milik siapa tatapan itu. Hana memaku di tempat seakan terkunci hanya dengan tatapan. Hingga dalam sekejap, Abra memutuskan kontak mata mereka dan menyusul teman-temannya di depan. Sedangkan Hana, ia hanya terdiam menatap punggung Abra yang semakin menjauh. Dia deket. Tapi terlalu jauh buat digapai. "Et dah si Hana. Baru sadar udah diem lagi! Ada apaan sih?!" ucap Amoy kesal dan berdiri mensejajari Hana. Mata sipit Amoy menbelalak kaget, "itu ab-b*a bukan?" gagapnya. Hana hanya membalas dengan anggukan dan kembali duduk. "Gue gak tau kalo doi sama anak kelasannya lewat sini. Tumben amat ya.." ucap Amoy kepada Hana. "Apa jangan-jangan dia mau mastiin keadaan lo! YA BENER. ABRA PASTI KHAWATIR SAMA LO!" ucap Amoy berseri-seri dengan suara keras. Serasa dunia milik sendiri aja. "Apaan deh lo!" ucap Hana gusar di tempatnya. "Dia khawatir sama lo Hana.." ulang Amoy. "Huh! Mimpi." Hana terlihat frustasi. *** "Asik Abra, pagi-pagi udah dicariin bidadari." ucap Rey seraya meledek. Sementara yang diledek hanya diam tak menanggapi. "Yoi Abra, bikin iri aja. Hahahha." Fahmi menimpali. "Berisik lu ah.." ucap Abra akhirnya yang dibalas dengan tawa dari mereka. Saat ini, Abra bersama kawan-kawannya sedang berada di kantin. Maklum, kelakuan anak cowok abis pelajaran olahraga. Apalagi pelajaran selanjutnya tidak ada guru. Dan hebatnya, ternyata pelajaran selanjutnya adalah pelajaran matematika. Abis olahraga, matematika free class. Sorga bleehhh. "Eh b*a, itu si Hana udah nge-kode juga! Lu kok ga ada respon gitu?" tanya Rey kepo. "Ga niat." singkat. "2 tahun loh b*a, lu anggurin aje si Hana." kali ini Endang yang angkat suara. "Mager." jelas. "Homo kali lu ya! Cewek cakep gitu ngejar-ngejar malah didiemin." Rizal ikut-ikutan. "Biasa aja." padat. "Anjir si Abra. Kalo gue jadi lu ya, Hana mah udeh gue sikat dari dulu. Gila lo, dia udah ngekode dari dua tahun lebih. s***s bat dah ah.." ucap Fahmi berapi-api. "Oh." SPJ. Makin lama, kantin makin penuh. Memang karna sudah mendekati jam istirahat sepertinya. Dan suara-suara gaduh terdengar. Meja tempat Abra pun semakin penuh dengan adanya cowok-cowok famous yang merapat. "Tuh kan gue bilang apa! Jam segini tuh kantin lagi penuh-penuhnya." ucap Hana memastikan keadaan. "Yaelah, padahal gue laper banget. Tapi yaudah deh kita balik aj--" ucapan Amoy terpotong. "Gak usah. Udah ayok cepet jajan. Gue cari tempat. Ayok cepet..." ucap Hana tiba-tiba semangat menarik tangan Amoy. Amoy yang gampang penasaran pun menandang sekitar, sekiranya mencari tau penyebab perubahan sikap Hana. Oalaaahhh, itu toh sebabnya. Ga heran deh. Bagaimana tidak semangat jika ada gebetan?! Hana yang sudah mendapat tempat pun duduk berpangku tangan. Ia memang ke kantin hanya untuk menemani Amoy tanpa niat membeli apapun. Sedangkan Amoy, ia sedang mengadu nasib untuk mendapatkan semangkuk bakso. Mata Hana terkunci pada satu titik. Memandangi ciptaan tuhan dengan begitu takjub yang saat itu sedang berbincang dengan Andien, salah seorang anggota OSIS. Tuh kan! Abra memang hanya menjaga jarak dengannya. Bahkan ia tak sadar jika Amoy sudah berada di belakangnya dan mengikuti arah pandangnya. Gila. Hana memang sudah gila. Hanya karna sesosok Abra saja ia seperti pemakai. Selalu tidak fokus. Padahal saat Dafa-sang primadona sekolah- menyatakan menyukai Hana pun, ia biasa saja. Arrrgghh! Hanya karna Abra, sekarang Hana mulai tuli dengan keadaan sekitar. Apa sih bagusnya Abra?! Terlintas ide jahil di kepala Amoy. Tipe cewek seenaknya dan sebodo amat. "ABRA, HANA SUKA KATANYA!" Abra menoleh dan mendapati Hana sedang memandangnya sambil gelagapan. Antara kesal dan malu mungkin. "APAAN SIH LO! BACOT BANGET!" balas Hana teriak juga salah tingkah. "TAPI LO EMANG SUKA SAMA ABRA KAN DARI KELAS 10!" tegas Amoy masih berteriak. Semua perhatian orang yang di kantin tercurah kepada dua cewek yang bisa dibilang fams yang saat ini sedang beradu argumentasi di pusat kantin. Bahkan Abra sekali pun. "YAIYA EMANG! TAPI---" ucapan Hana terpotong dengan teriakan cie dari siswa-siswa lain. Sementara Amoy memandang Hana berbinar saat gadis itu tengah tersipu. Saat itu juga Hana melirik ke arah Abra. Dan WOW! Abra tengah memandangnya. Datar. Saat itu juga Hana merasakan dadanya kosong, seperti tiba-tiba tubuhnya mengempis hanya berisi angin yang perlahan lahan menghilang. "IHHH! SORRY b*a, YANG TADI CUMA TYPO!" teriak Hana sambil menarik Amoy keluar dari kantin diiringi dengan gelak tawa. Setelah Hana pergi, orang-orang di kantin kembali pada kesibukannya masing-masing. Terlihat Andien pun sudah pergi dari hadapan Abra. "Tuh b*a, masa cewe duluan yang nyatain.." ucap Endang terdengar geli. "Ahahahha, anjir tadi mukanya Hana kocak banget. Ampe merah gitu." tawa Rizal keras. "t*i! Amoy parah bat!" Fahmi menimpali. Hanya Rey yang terlihat biasa saja. Bahkan serius. "Jadi, kapan lo mau menjalin hubungan sama Hana?" tanya Rey. "Ntar, kalo udah mapan." ucap Abra sekenanya. "Lo suka ga sih sama Hana?" tanya Fahmi tepat sasaran. Namun dengan santainya Abra menjawab, "biasa aja." "Tembak Hana gih! Biar masa SMA lo sedikit berwarna. Tahun terakhir nih" ucap Endang yang tanpa disadari menjadi pikiran Abra. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD