#3

1039 Words
CHAPTER 3   Amoy b**o! Parah banget dia mempermalukan temannya sendiri di depan orang banyak. "Ihh, lo tuh rese banget si Moy! Kenapa pake teriak-teriak gitu sih! Kan malu!" ucap Hana saat itu di dalam perpustakaan yang sepi. "Yaelah Han, biasa aja kali. Lagian biar si Abra tau." ucap Amoy dengan santainya sambil membolak-balik halaman komik Naruto di tangannya. "Dia udah tau!" ucap Hana penuh penekanan. Segerombol siswa masuk. Namun Hana tak mengubrisnya. Tatapannya masih fokus ke Amoy. "Yaudah. Clear kan. Dia juga udah tau." ucap Amoy tak acuh. Amoy benar-benar tak mengerti perihal wanita yang pantang bilang suka. Ya, memang sudah menjadi rahasia umum sih jika Hana suka dengan Abra, tapi bukan berarti kata suka itu harus terlontar dengan bebasnya dari bibir seorang manusia berjenis kelamin perempuan yang memiliki gengsi segudang. Tambahan,  Amoy adalah teman kurang aja. Begitu sikapnya jika udah disuguhin komik apa lagi komik Naruto, blesss. Lupa sama segala hal. "Cuma karna Naruto lo nyuekin gue? Apa sih bagusnya Naruto?!" tanya Hana kesal. "Cuma karna Abra lo nyuekin gue? Apa sih bagusnya Abra?!" ucap Amoy mengikuti gaya bahasa Hana. "Heh, jangan sembarangan lu! Abra tuh ganteng, tegas, berwibawa, kece, pinter, ketos lagi!" jawab Hana sambil senyum-senyum sendiri. Hah! Cinta semenggelikan itu. "Lo juga jangan salah! Sasuke tuh ganteng, kece, jago, pinter, cool lagi." Amoy masih setia mengikuti ucapan Hana. "Sasuke sama Abra tuh beda jauh ya! Ga usah lo sama-samain gitu deh!" ucap Hana kesal. "Siapa yang nyama-nyamain sih?!" ucap Amoy. Eh,tapi tunggu dulu. Hana dan Abra. Sasuke dan Sakura. Persis. Sakura suka sama Sasuke. Tapi Sasuke diem gak ngerespon. Sakura gak nyerah. Sama banget nih sama kisah Hana. Dan Amoy pun menceritakan kisah fiksi itu kepada Hana. "Tuh kan! Gue tuh harus tetep nunggu Abra. Sabar aja! Gue tebak, abis itu Sasuke sadar kan kalo ada orang yang bener-bener tulus sama dia dan akhirnya mereka hidup bahagia! Itu kan isi komiknya. Gak salah deh tuh komik!" ucap Hana berseri-seri. "Pala lo peyang mereka hidup bahagia! Orang endingnya Sasuke pergi ninggalin Konoha." ucap Amoy histeris dengan ending yang dibuat sendiri oleh Hana. "Ya bener, Sasuke ninggalin si Konoha buat Sakura kan!" Hana menggebu-gebu. Hana b**o! "Konoha itu nama desa tempat mereka tinggal b**o! Jadi akhirnya Sasuke pergi ninggalin Sakura!!!" jelas Amoy geregetan. "Laaahh kok gitu! Gembel tuh penulisnya! Cacad! Bakar aja udah tuh komik!" Hana murka. "Bapak lo gembel! Judulnya aja udah Naruto! Jadi isinya cerita si Naruto. Bukan cerita si Sasuke sama Sakura, g****k!" kali ini Amoy benar-benar emosi. Pantesan Hana masuk IPS, otaknya gak akan mampu nampung pelajaran anak IPA. Tanpa mereka sadari, karna ucapan mereka, orang-orang di perpus harus mati-matian menahan tawa. Terutama orang- orang yang ada di belakang mereka. Hanya tertutup rak. "Ah bodo lah! Intinya gue cinta sama Abra." ucap Hana tak peduli. "Sok-sok-an lo bilang cinta. Liat yang cakep dikit juga lupa sama Abra!" ucap Amoy masih setia dengan si Sasuke itu. "Enak aja. Gue mah setia ya! Buktinya selama 2 tahun, hati gue buat dia!" ucap Hana terdengar serius. Hana memang sudah stuck di satu orang. "Jangan stuck di satu orang aja Han. Kalo dia pergi, lo yang bakal sakit." ucap Amoy mulai serius. "Tapi gue beneran cinta sama dia. Ini bukan sekedar cinta monyet yang biasa orang bilang." ucap Hana menatap Amoy. "Kalo cinta tuh buktiin!" balas Amoy. "Udah kok. Buktinya gue nolak Dafa. Secara siapa sih yang gak mau sama Dafa! Dan demi Abra, gue nolak dia, Moy. Gue jatuh buat Abra." ucap Hana kekeuh. "Tapi ini udah 2 tahun Han. Masa SMA tuh harusnya punya kenangan indah. Ga bosen apa lo nungguin si Abra mulu! Kalo gue sih bosen nunggu orang yang ga pasti!" Memang sudah lama Hana menunggu Abra. Tanpa kepastian. Lalu, ia harus menyerah?! Nonono! Tak semudah itu kawan! "Gue bakal nunggu sampe gue jadi sarjana sekalipun!" Ucapan Hana tak bisa dibantah, membuat seseorang diantaranya mulai bertanya kepada hatinya sendiri. "Dan gue ga yakin lo bakal jadi sarjana dalam waktu dekat." ujar Amoy kelewat santai membuat Hana membelalakkan matanya. "Menurut info yang gue denger, Abra ngincer Andien." "HAH?!" teriak Hana. Langsung saja Amoy membekap mulut Hana. t***l. Di perpus malah teriak-teriak.. "Jangan teriak-teriak." "Iya, maap." "Jadi?" "Jadi apa?" "Abra sama Andien?" "Oh, soal itu. Gue juga ga tau. Itu hak Abra buat suka sama siapa aja." "Terus kalo akhirnya Abra sama Andien gimana?" tanya Amoy memperhatikam gerak gerik Hana. "Ya ga gimana-gimana." "Lo ga cemburu gitu?" tanya Amoy menggebu. "Cemburu lah.." "Terus kenapa keliatannya lo pasrah?" "Ya emang gue bisa apa.." Seketika mereka diam. Hening. Hingga suara Amoy memecahkan dinding tebal diantara mereka. "Han, lo tuh ga bisa gini terus! Ngapain sih lo nungguin orang yang lo tau ga bakal mampir ke hidup lo. Percuma tau gak!" ujar Amoy dengan nada yang mulai tinggi. "Ga ada yang percuma Moy." "Kenapa ga ke Dafa aja sih! Dia itu lebih dari Abra." ucap Amoy mulai kesal. "Gue juga ga bisa bohong kalo Dafa punya segalanya yang bisa bikin gue jatuh cinta. Tapi jatuh cinta tanpa alasan itu terlihat lebih nyata." jawab Hana. Amoy menghela napas dalam, "Han, suka sama orang itu wajar. Tapi jangan terlalu terobsesi lah. Jatohnya lu keliatan murah." Jleb. Kalimat itu menghantam Hana telak. Tapi entah mengapa, kalimat itu justru membuat emosinya memuncak. "Iya, gue tau kok gue murah! Murah banget malah sampe ngemis-ngemis cinta dari orang yang ga bakal ngelirik gue!" ujar Hana dengan keras. Untung penjaga perpus sedang keluar. "Ya emang bener! Lo b**o!" ujar Amoy ikut emosi. "Enak lo ngomong gitu Moy. Karna lo belum pernah ngalamin." ucap Hana dengan suara bergetar. "Gue tau rasanya.." ucap Amoy membela diri. "Gak, lo ga akan pernah tau rasanya sampe lo bener-bener ada di posisi itu." Amoy hanya menatap Hana nanar. "Gue suka Abra, Moy. Gue suka sama dia." ujar Hana pelan. "Kenapa harus Abra?" tanya Amoy. "Gue kan udah bilang. Gue ga punya alasan untuk itu." *** "Jujur, lo bakal jadi orang paling nyesel kalo nyia-nyiain dia!" ucap Rey "Ga akan ada lagi yang kaya dia." ucap Endang. "Dia bener-bener tulus bro!" ucap Fahmi. "Gerak cepat b*a!" ucap Rizal. Sembari meyakinkan hati, mereka berlima meninggalkan perpus. Tatapan Hana membulat. What the f**k! Mereka di perpus! Jangan bilang mereka denger! Itu Abra! ITU ABRA COYYY! Hancur sudah reputasi Hana. "Turun deh harga pasaran gue!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD