bc

Menikah tak selamanya indah

book_age16+
16
FOLLOW
1K
READ
HE
love after marriage
drama
city
childhood crush
like
intro-logo
Blurb

~ Menikah memang tak melulu tentang hal yang indah indah.

Tapi, dibanding harus memulai kembali bersama yang baru, aku lebih memilih untuk memperbaikinya bersamamu ~

*Mikhayla Ananta.

chap-preview
Free preview
Hari istimewa yang tak pernah jadi hari istimewa
Siang itu terik matahari bersinar. Meski begitu, tak membuat orang-orang berhenti berlalu lalang memenuhi jalan. Jalanan yang padat oleh kendaraan. Beradu suara bising hingga asap polusi yang seolah saling bersahutan. Beberapa yang tak tahan dengan cuaca panas, memilih untuk menepi sejenak. Sekedar duduk sambil menikmati minuman dingin bukan pilihan yang buruk, daripada harus ikut menyumbang satu manusia lagi untuk saling berdesakan berebut jalan. "Adam itu mate-goals banget nggak, sih?" "Bener banget, tuh! Aku jadi sering ngebayangin gimana rasanya punya pasangan seumur hidup yang perfect kayak Adam. Udahlah ganteng, cool, sedikit ngomong tapi sekalinya itu mulut kebuka, bisa langsung bikin hati deg deg serrr!" "Aduh! Jadi pengen nikah besok! Sama Adam tapi." Mikha memajukan bibirnya, mendadak perutnya terasa mual mendengar celotehan para remaja berseragam putih abu-abu yang berjarak dua meja dari tempatnya duduk. Ia lalu menyesap es jeruk yang hanya tinggal separuh itu cukup kuat, hingga menimbulkan bunyi 'sssrrrttt' yang cukup keras dan panjang saat air telah tandas, dan hanya menyisakan butir butir es batu di dalam gelas. Beberapa pengunjung menoleh ke arahnya. Tak terkecuali para remaja yang tengah dilanda asmara itu melirik dengan tatapan sinis, merasa terganggu dengan suara berisik itu. Mikha mana peduli. Sudah menjadi tabiatnya semenjak menjadi seorang ibu, tak memedulikan tentang persepsi orang lain terhadapnya. Dan ternyata itu cukup ampuh untuk membuatnya tetap 'waras'. "Udah satu jam lebih, loh. Tetep nggak ada kabar!" Ketus Mikha pada seseorang di sebrang telepon. "Iya, pokoknya Lo cepetan ke sini. Udah lumutan nih!" lanjutnya lagi. Kali ini ia sedikit menaikkan suara, sampai membuat bocah kecil di pangkuannya yang tengah tertidur pulas itu menggeliat. "Aduh, Bunda bikin Jasmine kaget, ya? Maafin bunda ya, sayang... bobok lagi, yaa..." Sambil mengelus rambut sang putri yang masih terlelap, Mikha menatap Jasmine dengan penuh sayang. Dari sekian banyak hal di dunia, hanya dengan menatap wajah polos anaknya maka hati Mikha akan jadi lebih tenang. Tidak selama seperti saat ia menunggu seseorang yang belum pasti akan datang, Mikha tersenyum lega ketika orang yang bari saja ia hubungi, telah sampai bahkan lebih cepat dari dugaannya. "Kenapa lagi, sih?" Masih dengan wajah kusut dan mulut yang beberapa kali menguap, Riana duduk kemudian menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan tas selempang sebagai bantalan. "Kesel banget, sih sama ayahnya anak-anak! Sebenarnya dia tuh niat apa enggak gitu lho ngajak gue makan siang bareng? Dia tuh sebenernya inget nggak sih sama hari anniversary kita?!" "Ya mana gue tahu, Kha. Kalo Lo pengen tau jawabannya, harusnya Lo tuh telepon si Andra, bukannya gue." "Ya udah kali, Ri. Udah berkali-kali malah. Tapi hapenya tuh nggak aktif." "Lowbat mungkin," sahut Riana malas. "Ck! Ri, bisa nggak sih kalo gue ajak ngomong tuh, Lo liat gue? Jangan malah asik ngiler di meja orang!" "Astagaaah, Mikha!" Riana mengangkat kepala. Dan yang ditampilkan adalah wajah kusut dengan rambut semrawut. "Gue bingung deh sama kalian. Jangan karena kalian sahabat gue, dan gue juga yang nyomblangin kalian dulu, terus sekarang gue harus jadi orang ketiga di antar kalian! Tiap kalian ada problem apapun gitu, kalian laporannya ke gue. Emang di mata kalian, gue ini kayak dokter cinta gitu, ya? Heh!" "Ya, gue mesti cerita sama siapa lagi kalo bukan ke Lo, Ri. Kan cuma Lo yang mengenal mas Andra sebaik gue kenal dia." "Ya, ya... Terserah kalian, deh mau gimana." Riana sedikit menurunkan nada bicara sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Percuma juga berdebat dengan Mikha. "Lagian, kenapa sih kok Lo kelihatannya lesu gitu? Ada masalah?" "Beginilah nasib calon selebgram sukses yang masih on proses. Harus update sama kabar terkini, terus langsung bikin video semenarik mungkin biar followers nambah terus." Riana mengangkat tangan. Isyarat agar pramusaji menghampiri meja mereka. Dia butuh sesuatu yang menyegarkan agar dapat mengusir rasa kantuknya. Mikha mengangguk paham. "Ada projek apalagi, Ri?" "Biasalah, kemarin ada endors gaun gitu dari brand yang cukup ternama. Emang sih, salah gue juga karena gue nggak begitu nyaman sama model gaun yang agak terbuka di bagian d**a, jadilah gua pakein manset. Eh, setelah dipost ternyata pihak sana nggak suka dong sama hasil videonya. Yah, alhasil semaleman gue ngelembur rekam ulang  video terus edit edit sendiri. Tau kan Lo, gue belum punya cukup dana buat rekrut orang buat kerja sama gue. Jadi ya, apa-apa dikerjain sendiri." "Kalo Lo nggak nyaman, kenapa nggak ditolak aja sih? Kenapa harus memaksa Lo buat ngelakuin yang Lo nggak suka?" "Nggak ada pilihan lain, Kha. Gue ini masih pemula banget, kalo gue pilah pilih endors-an, ntar yang ada mereka pada kabur. Terus ngecap gue sombong atau segala macem yang jelek. Nggak bisa dong gue rusak reputasi gue disaat gue baru aja bangun imej." Riana mengembuskan napas kasar. Kentara sekali ia begitu frustasi saat ini. Mikha tertegun sejenak. Merasa tidak adil pada Riana. Riana selalu jadi tempat sampah baginya. Tempatnya mengeluarkan segala uneg-uneg setiap kali memiliki masalah dalam rumah tangga. Tapi Mikha selalu lupa, bahwa kehidupan Riana tak pernah lebih baik darinya. "Ri, Lo yakin sama keputusan yang Lo buat ini? Menjadi seorang seleb artinya Lo harus siap menjadi sorotan publik. Segala gerak gerik Lo nantinya akan ada banyak pasang mata yang mengawasi. Lo siap?" "Ya, mau nggak mau, Kha. Cuma ini jalan termudah buat gue ngumpulin banyak duit dalam waktu singkat." "Iya, sih. Demi ibu." "Makasih, mbak." Segera Riana menyesap lemon tea yang baru saja mendarat di hadapannya. "Ri, titip Jasmine sebentar, ya. Gue kebelet, nih," ucap Mikha seraya menyerahkan Jasmine pada Riana. "Sini, sini... Sama anty dulu ya, anak manis." Riana mengusap pipi Jasmine penuh keibuan. Suasana di kafe kala itu penuh dengan pengunjung. Hampir tak ada meja yang kosong di sejauh mata memandang. Cukup ramai sehingga membuat Riana tak menyadari ada yang mengambil gambarnya secara diam-diam. *** "Maaf, Dek. Mas agak terlambat." Andra tertunduk, merasa bersalah. "Kenapa?" "Ng, anu... Tadi mendadak atasan minta mas buat ngeliput acara pesta ulangtahun artis yang lagi naik daun itu." "Kenapa nggak usah pulang aja sekalian?" Mikha memainkan jemarinya pada permukaan meja. Ia berbicara dengan nada datar, namun terdengar penuh penekanan. "Jangan gitu, dong, dek. Mas tahu mas salah nggak ngabarin kamu dulu. Tapi tadi siang hape mas ilang nggak tau kemana. Ini juga bukan kehendak mas kok. Lagipula, aku ini kerja banting tulang pergi pagi pulang malam juga buat kamu. Buat anak-anak." "Udah seharusnya, dong! Mas kan kepala keluarga. Siap menikahi ku artinya siap juga memberi nafkah ku. Kenapa sekarang malah ngeluh?" "Aku nggak ngeluh, dek. Aku cuma mau kamu tuh pengertian sedikit aja. Masa cuma gara gara hal sepele gini kamu marah?" "Sepele, ya? Kamu tahu aku nungguin kamu sejam lebih loh! Sambil mangku Jasmine, sampe kesemutan. Terus kamu bilang itu sepele? Kamu inget nggak hari ini hari apa?" "Inget. Anniversary kita, kan? Tapi udahlah, kita itu bukan lagi abege labil yang harus selalu merayakan anniversary. Dikit dikit dirayain, bentar bentar dirayain. Kita udah jadi orang tua, Kha. Prioritas kita tuh udah beda sekarang. Kurangilah sedikit aja sifat kekanak-kanakan kamu itu." "Kekanak-kanakan, ya? Oke. Kapan sih terakhir kita ngerayain momen kita bareng? Bahkan dua kali Jasmine ulang tahun pun kamu nggak pernah ada di foto, satu frame sama kita. Kamu terlalu sibuk sama duniamu yang katanya itu demi kita!" "Ah, udahlah aku capek! Males ngeladenin kamu!" "Kamu pikir aku nggak capek, disuruh ngertiin kamu terus?" Mikha berdiri dengan tergesa. Emosinya sedang berada di puncak sekarang. Dan seperti biasa, saat emosi mulai menguasai, ia memilih untuk meninggalkan Andra.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook