Prolog 1.2

1294 Words
Seorang laki-laki lengkap dengan setelan jasnya berwarna Slate Grey sedang menikmati vodka yang bertengger ditangan kanannya. Bola mata hitam pekatnya sangat pas dipadupadankan dengan wajah diamondnya. Dia juga selalu merapikan rambut hitam under cutnya agar selalu terlihat formal saat menghadiri setiap acara, seperti acara saat ini. Setelah kembalinya dari New York minggu lalu, lelaki yang dikenal dengan nama lengkap Alvino Mashech itu tak pernah luput dari pandangan setiap wanita yang ada disekitarnya. Bibir merah kehitamannya menikmati setiap tetes vodka yang membasahinya dan masuk kedalam kerongkongannya. "Vino?!" Bola mata hitam pekat itu mengikuti asal suara seorang gadis yang memanggilnya. Gadis yang sangat dekat dengannya, bahkan karena terlalu dekatnya tak jarang ada awak media yang mengatakan bahwa mereka mempunyai hubungan khusus. Gadis itu berjalan menghampiri Vino. Gaun hitam panjang dan sepatu heelsnya tak menyulitkan langkah gadis itu. Saat berada didepan Vino, ia langsung memeluknya. "Aku merindukanmu." Ujarnya lalu melepaskan pelukannya. "Kau tidak bosan mendapatkan gosip?" Tanya Vino sambil menatap gadis itu. Gadis itu terkekeh pelan lalu menggeleng layaknya anak kecil. "Tidak. Biarkan mereka bilang apa. Aku tidak peduli selagi kau masih ada disampingku." "Kalau kau merayuku terus tidak ada pria lain yang akan mendekatimu." "Oh Ya Tuhan...Alvin.." Tiba-tiba gadis itu menutup bibirnya dengan telapak tangannya dan melirik kearah pria yang sedang menatapnya tajam, "Ups. Aku lupa." Ujarnya dan disusul cengiran kuda khasnya. Vino hanya memutar bola matanya menanggapi ucapan gadis itu. Iya. Nama Alvin memang sudah lama tak menjadi nama panggilannya semenjak 23 tahun yang lalu. Semenjak teman masa kecilnya itu pergi dan Vino selalu datang kerumah bekas tempat tinggal gadis itu selama beberapa tahun dan berharap agar bisa melihatnya kembali. Tapi sosok gadis itu tak pernah nampak setelah 23 tahun yang lalu saat usia Vino menginjak 6 tahun. Saat gadis yang ada disampingnya yang dikenal dengan nama Amy Campbel itu merangkul lengannya, Vino kembali menatapnya dan mengerutkan kening. "Bantu aku. Aku ingin membuat Chris sakit hati." Lirih Amy dan menggandeng Vino menuju kekerumunan para tamu yang digandrungi banyak wartawan. Vino memang tak punya banyak popularitas jika dibandingkan dengan Amy, gadis yang menggandengnya itu adalah seorang selebritis sedangkan Vino hanya seorang pria pemegang perusahaan yang bergerak dibidang minyak bumi. Meskipun dia termasuk pengusaha muda yang sukses di negeri kicir angin tersebut, dia merasa belum memiliki apa yang diinginkannya yaitu bertemu dengan teman kecilnya. Dan hal yang paling dibencinya adalah saat Amy selalu mengatakan bahwa mereka mempunyai hubungan khusus pada media. Vino menghela nafas mengingat tingkah laku Amy beberapa detik yang lalu didepan mantan kekasihnya, Chris Cowel. Gadis itu selalu memeluknya erat dan menciumnya beberapa kali didepan Chris. Pandangan Vino kembali tenang saat dia sudah berdiri menyendiri menghindar dari keramaian yang bahkan dirinya tak tahu maksud dan tujuan dari pesta perayaan yang dihadirinya. Vino menutup matanya sejenak dan memasukkan kedua tangannya pada saku celananya. Bayangan gadis kecil itu kembali muncul. Gadis itu juga sudah dewasa namun sayangnya Vino tak pernah melihat wajah gadis itu dalam mimpinya. Hanya bayangan samar saja. Ditempat lain ada seorang gadis dengan gaun lavender selututnya berjalan dengan rasa kesal yang menggerogoti pikirannya. Gadis itu beberapa kali menendang keudara dan tidak mempedulikan pandangan orang-orang disekitarnya. "Gynta!" Seru seorang pria dan diikuti sepasang manusia paruh baya. Gadis itu menoleh dan saat mengetahui siapa yang memanggilnya, ia langsung berlari menjauh dari pria itu. Gadis itu-Gynta Seraphine-selalu menganggap pria yang mengejarnya itu adalah pria gila. Sudah beberapa kali ia melihat pria itu tidur dengan wanita lain dan kedua orang tua angkatnya masih saja menyuruhnya untuk menikahinya karena diusianya yang ke-27 tahun belum sama sekali mendapatkan pasangan. Gynta masih saja berlari menghindar. Seharusnya ia tak datang ketempat ini karena Gynta yakin pasti orang tua angkatnya itu akan melakukan ini. Tapi bagaimana lagi, ia tak ingin mendapatkan pengasuh baru lagi untuk yang kesekian kalinya. Bahkan dirinya sendiri sudah lupa berapa kali ia mendapatkan pengasuh baru. Langkah panjang Gynta semakin muda saat ia memasuki bagian belakang dari gedung yang dikerumuni banyak orang tersebut. Manik hazelnya selalu menatap kebelakang untuk melihat jaraknya dengan tiga orang yang mengejarnya hingga ia tak tahu ada seorang pria yang berdiri didepannya dan tanpa sengaja ditabrak olehnya. "Aaauuu." Pekik Gynta dan langsung mencengkeram lengan kokoh itu saat dirinya sadar setengah dari telapak kakinya ada diantara kolam dan sisi kolam. Vino tak kalah terkejutnya saat menyadari ada yang menabraknya dan reflek ia menahan tubuh gadis itu agar tak terjatuh kedalam kolam yang ada didepannya. Mereka saling menatap satu sama lain. Bibir Gynta juga masih membulat akibat rasa terkejutnya karena akan terjatuh kedalam kolam. "Gynta!" Reflek Gynta menoleh kearah samping dan sudah melihat tiga orang yang mengejarnya berdiri tak jauh darinya. Gynta berniat ingin berlari lagi namun sayangnya ia terpeleset dan cengkeramannya pada lengan Vino semakin menguat. Vino yang belum menyiapkan kuda-kuda untuk menahan tubuh Gynta pun ikut terpeleset dan... Byyuurrr Didalam kolam Vino mencoba melepaskan cengkeraman gadis itu dan selalu menapikkan lengannya saat gadis itu mencoba meraih lengannya. Vino menepi dan langsung keluar dari kolam tersebut. Dia berdiri sejenak untuk membenarkan pakaiannya yang sudah basah sedangkan tiga orang yang ada didepannya hanya bisa menatapnya melongo. Gadis itu semakin gelagapan didalam air dan kedua tangannya mencoba meraih sesuatu. "Tol...emmm..Tol...long...eummbb.." Vino melirik kearah gadis itu sejenak sebelum menatap ketiga orang yang ada didepannya. "Kalian mengenalnya?" Tanya Vino pada ketiga orang tersebut dan mereka mengangguk untuk menjawabnya. "Apa dia tidak bisa berenang?" Tanya Vino lagi dan masih mendapat anggukan dari ketiga orang tersebut. Vino menghela nafas. "Dan kalian tidak mau menolongnya?!" "To..eeunmmmmmmm.." Gynta masih saja mencoba meraih sesuatu hingga akhirnya tubuhnya tenggelam seutuhnya. "Sial!" Desis Vino lalu menjeburkan kembali tubuhnya untuk menolong gadis itu. Vino berhasil meraih tubuh Gynta dan menariknya lalu mengeluarkannya dari dalam kolam. Gynta sudah tidak sadarkan diri dan Vino mencoba membangunkannya dengan menampar lirih kedua pipi pualam Gynta. Layaknya menonton televisi, ketiga orang tersebut hanya bisa melongo saja dan tidak berkutik sama sekali. Mereka bertiga takut. Iya takut jika terjadi sesuatu pada Gynta karena mereka. Beberapa orang lainnya yang menghadiri acara tersebut berlari ke arah belakang untuk melihat seseorang yang terjatuh kekolam tersebut. Tanpa pikir panjang Vino langsung saja memberikan nafas buatan pada gadis tersebut. "Hei! Kau mencium anakku!" Seru pria yang berpawakan tinggi besar yang ada diantara ketiga orang tersebut. Vino tidak mempedulikan ocehan pria tua itu. Dia hanya ingin menolong gadis malang tersebut karena bahkan mereka yang mengenalnya tak mau menolongnya. Beberapa kali Vino memberikan nafas buatan akhirnya gadis itu terbatuk dan memuntahkan air yang hampir membunuhnya. "Ada apa ini? Vino apa yang terjadi?" Sela seorang wanita yang seumuran dengan pria yang baru saja menyentaknya. Vino berdiri dan membantu gadis itu ikut berdiri. "Menolong orang." Jawab Vino singkat. "Tidak! Dia telah mencium anakku. Kau harus bertanggung jawab! Karena kau sudah menciumnya didepan calon suaminya dan kau sudah menghina anakku." Seru pria itu tak mau kalah. Wanita paruh baya itu mengamati pria tersebut dan istrinya, matanya menyipit. "Arnold?" Tanya wanita yang dikenal sebagai ibu Alvino Mashech dengan ragu. Pria itu ikut menatapnya. Mencoba mengenali wanita yang memanggil namanya, "Maria?" Setelah tahu saling mengenal, mereka berpelukan sejenak lalu kembali menatap kearah Vino dan Gynta. "Apa bocah itu anakmu?" Tanya Arnold Smith pada Maria Mashech. "Iya. Dia putraku." Pria yang mengejar Gynta itu mendekati Gynta dan mencoba ingin membantunya berjalan. "Sayang, kau tidak apa-apa?" Gynta menghindar dari rengkuhan lengannya, "Aku tidak apa-apa. Lepaskan!" Sentaknya dan pergi menghindari kerumunan tersebut. Vino yang awalnya mematungpun ikut pergi meninggalkan tempat itu tanpa mengatakan apapun dan tidak mempedulikan apa yang dibicarakan ibunya dengan lelaki tinggi besar tua itu. "Vin, apa yang terjadi?" Tanya Amy dan mengejar Vino. Amy langsung menggandeng lengan Vino yang sudah basah saat langkah mereka sejajar. "Ada gadis bodoh yang dikejar oleh tiga orang aneh dan hampir tenggelam kedalam kolam." Jawab Vino acuh. "Dan kau menolongnya? Apa kau mengenali gadis itu?" "Tidak." Jawabnya lalu masuk kedalam bugatty hitam miliknya. Amy memutar bola matanya sebelum ikut masuk kedalam mobil. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD