Hujan reda, dan aku pun bergegas berjalan menuju rumah, entah kenapa hari ini aku merasa sangat lelah sekali. Aku langsung me-charge handphoneku dan membiarkannya full sembari ku tinggal mandi.
Selesai mandi, aku mengecek handphone dan ternyata terdapat banyak panggilan tak terjawab dan pesan yang belum terbaca dari Aldy.
“By, apa kamu sudah dirumah?”
“By, mama bilang kamu belum pulang? Di luar hujan, kamu dimana?”
“By, kenapa susah sekali menghubungimu?”
Aku tersenyum saat membacanya, melihat Aldy yang masih begitu mengkhawatirkanku membuatku ingin sekali bertemu dan memeluknya.
“Aku baik-baik saja, Al.” Balasku.
Aku tahu, Al. Dalam keputusan ini, aku yang salah. Tapi, kenapa hingga detik ini inginku masih belum menjadi inginmu? Kenapa kau masih bersikeras dengan keputusanmu dan mengikhlskan keputusanku? Apa kau benar-benar masih peduli?
Ucapan Airin masih terdengar di telingaku, aku pun memutuskan untuk pergi ke toko buku, menghilangkan penatku disana. Ini pertama kalinya aku pergi ke toko buku di hari kerja. Saat hendak memakai sepatu, handphoneku berdering, ada panggilan masuk dari nomor yang tak ku kenal.
“Halo, Nyn?” Terdengar suara laki-laki yang tidak asing di telingaku.
“Andri?” Aku menebak.
“Ih gak asik! Kok tau sih?”
“Haha, aku udah kenal kamu lama, masa suaramu saja gak hapal.” Jawabku tertawa, “Tau nomorku dari mana?.” Lanjutku.
Andri pun ikut tertawa, “Ada deeeh. Nyn, apa kamu sibuk?” Tanyanya.
“Enggak sih, cuma ini aku lagi mau On The Way ke toko buku.”
“Eh? Apa aku boleh ikut?” Tanyanya lagi.
“Boleh dong.”
“Tunggu ya, aku jemput ke rumah.”
Beberapa saat kemudian sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan gerbang rumahku. Andri keluar dari mobil dan menghampiriku yang sedang duduk menunggunya.
“Yuk? Mau langsung?” Ajaknya, aku pun mengangguk.
Sekitar 15 menit perjalanan akhirnya kami sampai disana, aku dan Andri masing-masing hanya mengambil 1 buku untuk dibaca di rumah dan melanjutkan perjalanan menuju restoran yang Andri rekomendasikan untuk makan malam kali ini. Aku menghabiskan malamku bersamanya, menertawakan segala hal yang kami bicarakan, malam itu rasanya semua bebanku hari ini hilang begitu saja berkat Andri. Wajah Aldy, perkataan Airin, semua tidak menghantui pikiranku lagi untuk malam itu.
Sebagian orang pernah memandang heran mengapa aku pernah bertahan menunggu Andri sebegitu lamanya. Yang harus kalian tahu, Andri selalu memperlakukanku layaknya seorang Putri, di umur yang masih belia saat SMA dulu, Andri lah yang membuatku merasakan bahwa laki-laki yang seperti Andri itu benar-benar nyata. Bak Pangeran yang digandrungi banyak perempuan di sekolah, Andri tetap ramah ke semua orang yang ia temui, itu yang semakin membuat para perempuan mengidolakannya tak terkecuali aku.
Kedekatan aku dan Andri saat sekolah dulu membuat beberapa dari mereka yang menyukainya membenciku. Bagi mereka, aku beruntung bisa dekat dengan Andri karena aku cantik. Hanya poin itu yang mereka rasa kenapa aku bisa sedekat itu dengannya.
Andri sering sekali mengusap kepalaku di sela-sela kami bercanda, hal itu yang pertama kali membuat aku menyukainya, tangan hangatnya yang menyentuh kepalaku tak pernah ku rasakan di tangan yang lainnya. Lembut, hangat, nyaman, rasanya seperti aku tak ingin Andri melepaskan tangannya dari kepalaku. Andri pula yang memasangi dasinya ke kerahku ketika aku hampir terlambat masuk dan lupa memakai dasi, saat itu ia dihukum oleh wali kelasnya karena tidak memakai atribut lengkap saat jam pelajarannya, harusnya aku yang berdiri di tiang bendera saat itu, tapi karena Andri memberikan dasinya untukku, dengan relanya ia membiarkan dirinya terjemur di bawah teriknya sinar matahari kala itu.
Sewaktu ada pengumuman tentang Class Meeting, semua siswa diminta untuk berkumpul di lapangan, waktu menunjukan pukul 11:32, di mana matahari sedang panas-panasnya. Andri yang duduk disebelahku mengeluarkan buku paketnya dan memeganginya di atas kepalaku agar sinar matahari terhalang oleh buku paket yang dipegangnya, tidak ada percakapan yang terjadi saat itu, kami hanya saling pandang dan sama-sama tersenyum. Hal-hal kecil yang sederhana seperti itu yang membuat aku begitu menyukainya, benar-benar menyukainya, terlebih sebelumnya aku tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh laki-laki lain sebelum Andri, itu sebabnya kenapa Andri sebegitu istimewanya dimataku.
Aku tidak pernah bisa membayangkan bagaimana bosannya Airin mendengarkan curhatanku yang segala sesuatunya tentang Andri selama bertahun-tahun, di mana sekian banyaknya orang beranggapan bahwa aku bodoh karena masih masa menunggu Andri dengan sebegitu lamanya, Airin adalah satu-satunya orang yang tersenyum saat mendengar aku bercerita soal perkataan orang-orang itu, baginya, mereka hanya tidak tahu perihal rasa yang kupunya, “Lagi pula, cinta memang butuh perjuangan kan, Nyn?” Ucapnya kala itu.
Sibuk atau tidak, Airin selalu meluangkan waktunya untuk mendengarkan ceritaku, dan apapun keputusanku, ia selalu mendukungku. Ah, Rin, andai saja kau masih seperti orang yang sama saat aku bercerita tentang hubunganku dengan Aldy, ya, orang yang sama dalam soal “Selalu mendukungku.” Tapi, kenapa kali ini kamu seakan memihak Aldy? Apa kau sudah lelah dalam mendukungku? Rin, sebenarnya banyak yang ingin ku ceritakan, tentang bagaimana aku bertemu Andri kembali, tentang bagaimana Aldy tetap pada keputusannya hingga tentang bagaimana aku melewati hari-hariku yang kacau ini. Sungguh, semua terasa begitu berat, Rin. Jika Andri tidak kembali ke hidupku saat itu, apa jadinya aku sekarang?
Hari sudah semakin malam, kami memutuskan untuk pulang karena esok rutinitas masih berlanjut.
“Nyn? Besok boleh aku antar kamu berangkat kerja?” Tanyanya sebelum aku hendak keluar dari mobilnya.
“Boleh, apa tidak merepotkanmu?”
Ia tersenyum sambil mengusap kepalaku, “Enggak” balasnya.
Bertahun-tahun berlalu, usapan tangannya masih sehangat dulu. Aku terdiam sesaat memandanginya, masih belum sepenuhnya percaya bahwa sosok yang saat ini berada di depanku adalah sosok yang pernah aku nantikan dengan sebegitunya, yang menjadi alasanku menangis setiap malam, yang menjadi penyebab orang-orang menilaiku bodoh. Ndri? Penantianku selama bertahun-tahun tidak sia-sia kan? Kini kau disini, semesta membawamu kembali ke hidupku, apa suatu saat ia juga akan mengambilmu lagi?
“Nyn?” Ia melambaikan tangannya ke arah mataku, “Ada apa?” Lanjutnya saat melihatku yang hanya terdiam memandang ke arahnya.
“Eh, emm, gimana? Gimana?” Aku tersontak saat menyadari bahwa aku sudah terdiam cukup lama untuk memandanginya.
Andri pun tertawa melihat ekspresiku yang sedikit terkejut saat ia mencoba menyadarkanku dari lamunan. “Kamu gak kenapa-kenapa?” Tanyanya sekali lagi.
“Eh, eng.. enggak kok. Maaf ya, Ndri. Aduh aku kebanyakan ngelamun ya? hehe. Yaudah, sampai ketemu besok, ya?” Aku tertawa kecil sambil melangkahkan kaki keluar dari mobil. Andri pun membuka kaca mobilnya, tersenyum dan melambaikan tangan dari dalam mobil dan melaju perlahan.
Semesta sungguh punya cara yang unik dalam bekerja, di saat tidak ada Aldy di sisiku, ia mendatangkan Andri untuk menggantikannya, seakan semesta benar-benar tidak ingin melihatku berjalan seorang diri melalui hari-hariku yang sedang berat ini. Meskipun aku tidak tahu apa tujuan sebenarnya Andri kembali, tetapi, siapa yang peduli? Yang penting sekarang di hidupku, aku memiliki Andri.