Bagian 5

2076 Words
Pagi ini Tika harus mengecek beberapa email dari perusahaan yang menyediakan bahan-bahan dapur. Menunggu email tentang surat kerja sama baru. Stok bahan dapur sudah mulai menipis, maksimal Senin minggu depan para perusahaan harus sudah mengirimkan barang ke Hotel Kejora. Dari pagi tadi Tika sudah disibukkan dengan beberapa peralatan dapur yang baru datang. Jika biasanya para pemasok barang akan mengirimkan barang sore hari, tetapi khusus untuk hari ini divisi purchasing sudah disibukkan dengan banyaknya peralatan dapur yang berdatangan di pagi hari. Dalam minggu ini, banyak barang dan bahan yang masuk ke hotel karena sudah masuk tri wulan baru. Tika tentu saja harus menyiapkan tubuh dan pikirannya agar selalu sehat dan waras. Menghadapi situasi riweh dan genting seperti minggu ini, para pegawai divisi purchasing harus selalu berada dalam pikiran yang waras. Jika tidak, maka semua akan berantakan dan kemungkinan besar akan saling emosi satu sama lain. Tika sedang fokus membaca email dari PT. Sugar Sweet, perusahaan penyedia brown sugar dan white sugar yang sudah bekerja sama selama lima tahun terakhir ini. Tika membelalakkan matanya karena tidak percaya terhadap isi email yang dikirimkan oleh marketing PT. Sugar Sweet. “Apa-apaan ini?” desis Tika pelan. Dia berusaha menahan amarahnya. Bagaimana tidak marah dan kesal dalam waktu bersamaan, PT. Sugar Sweet adalah satu-satunya perusahaan yang divisinya ajak kerja sama sebagai pemasok gula. Namun jika seperti ini jadinya apa yang harus dia lakukan. Jika Tika melapor pada Pak Yanuar—kepala divisi purchasing, yang ada dia malah mendapatkan semprotan dan siraman rohani gratis. Tidak cukup lima menit atau 10 menit, bisa-bisa telinganya panas karena Pak Yanuar akan terus menyemprotnya dengan kata-kata panas dan pedas bahkan sampai 30 menit lamanya. Dia harus segera menyelesaikan permasalahan ini sebelum bagian dapur membuat keributan dan divisi purchasing mendapatkan masalah besar. Tika segera memanggil Anto, penanggung jawab yang berurusan dengan PT. Sugar Sweet. “Anto, waktu itu kita sudah mendapatkan kesepakatan dengan pihak marketing PT. Sugar Sweet kan?” Tika memastikan kembali hasil kesepakatan dengan PT. Sugar Sweet dua minggu yang lalu. “Iya, mbak. Kan waktu itu kita sudah tanda tangan kesepakatan juga,” jawab Anto. “Lalu kenapa tiba-tiba mereka mengirimkan surat pembatalan kerja sama. Kita gak mungkin cari produsen baru dalam waktu beberapa hari ini,” ujar Tika dengan geram. “Bagaimana bisa, mbak? Lalu kita harus bagaimana ini mbak?” tanya Anto dengan panik. Jika Anto saja sepanik itu, bagaimana dengan Tika yang memiliki tanggung jawab lebih besar ini bersikap. “Apa kita harus langsung ke sana saja, mbak?” tanya Anto. “Karena kita tidak mungkin membicarakan hal ini melalui sambungan telepon atau pun email. Untuk memastikan maksud email yang dikirimkan. Ini terlalu mendadak.” Anto juga ikut kepikiran akan hal ini, walau Tika yang bertanggung jawab atas divisi purchasing tapi Anto yang memiliki tanggung jawab penuh atas kerja sama Hotel Kejora dengan PT. Sugar Sweet. Jika kontrak ini benar dibatalkan, maka tamat sudah riwayatnya. Jika hanya diberikan Surat Peringatan atau SP 1 dia tidak masalah, tapi jika sampai dia dipecat maka tamat sudah hidupnya. “Oke. Kamu minta siapkan sopir untuk kita berangkat ya. Siapkan berkas kesepakatan kita waktu itu juga ya, To.” “Iya, mbak.” Tika segera menyiapkan diri untuk berangkat ke PT. Sugar Sweet bersama Anto. Jika tidak segera diselesaikan hari ini, masalah akan semakin runyam. Tiba di lobi PT. Sugar Sweet, Tika merutuk dirinya sendiri. Kecerobohan, kegugupan, dan kecemasan membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih. Bagaimana bisa dia tidak mencoba menghubungi pihak marketing PT. Sugar Sweet terlebih dahulu sebelum melaju ke perusahaan gula itu. Bodoh. Bodoh. “Maaf, mbak. Saya yang terburu-buru juga tidak berpikir kalau kita harus membuat janji dengan pihak Sugar Sweet sebelum datang ke sini,” ucap Anto pelan. Wajah kalut Tika dan emosi yang terlihat dipendam oleh Tika membuat nyali Anto menciut. “Gak papa. Saya juga bodoh karena tidak sempat berpikir akan hal itu. Kita coba tanya ke resepsionis terlebih dahulu. Semoga bisa kita ajak diskusi.” Tika sangat berharap usahanya datang ke PT. Sugar Sweet yang menghabiskan waktu 45 menit karena macet dalam perjalanan tidak sia-sia. “Mbak, bisa kita bertemu dengan pihak marketing yang bekerja sama dengan Hotel Kejora?” tanya Tika saat sudah di depan seorang wanita cantik dengan rambut sebahu yang menjadi bagian resepsionis. Tika pun menjelaskan dengan detail permasalahan yang sedang terjadi. Perdebatan menemani diskusi antara Tika dengan resepsionis. Dipta yang dalam perjalanan akan kembali ke ruangannya setelah pertemuan dengan klien di luar kantor pun segera mendatangi resepsionis. “Ada apa ini, Elsa?” tanya Dipta dengan suara seraknya yang tegas. Wajahnya tampak tegas dengan tatapan dingin membuat karyawan selalu takut kala berpapasan dengan Dipta. “Mbak ini mau bertemu dengan pihak marketing, tetapi belum membuat janji, pak,” jawab Elsa dengan menundukkan kepalanya. “Ada masalah apa?” “Pihak Hotel Kejora mendapatkan email surat pembatalan kerja sama sebagai pemasok brown dan white sugar padahal saat kerja sama di awal sudah melakukan kesepakatan bahwa kerja sama sudah fix, pak.” Dipta memahami situasi yang terjadi, maka dia harus bergegas mengambil keputusan. Tidak etis rasanya jika ada perdebatan di lobi kantor. “Mari ke ruangan saya,” ajak Dipta pada Tika tanpa memandang wajah Tika dan Anto yang dari tadi berdiri melihat percakapan antara Elsa dan Dipta. Tika dan Anto saling pandang. Tika menganggukkan kepala dan berjalan di belakang Dipta diikuti dengan Anto di sampingnya. Dalam lift mereka saling diam. Tika masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. “Jadi permasalahan apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Dipta dengan tegas saat Dipta sudah mempersilahkan Tika dan Anto duduk di sofa yang berada di dalam ruangannya. Tika menyerahkan berkas dalam mapnya. Memandang sinis ke arah pria yang memperlihatkan wajah tegasnya. Rahangnya kokoh dengan rambut-rambut halus yang terlihat seperti baru saja dicukur. Namun mendengar suara pria di depannya yang tampak tegas dan dalam membuat Tika malas jika harus berurusan dengan pria ini lagi. Pria yang selama ini dia dekati memang berperawakan hampir sama dengan pria yang ada di hadapannya, tetapi saat ini Tika sedang tidak ingin menggaet seorang pria. “Ini berkas kesepakatan kerja samanya sudah ditanda tangani, lalu apa yang terjadi?” tanya Dipta dengan nada sinis setelah melihat surat kerja sama antara perusahaannya dengan Hotel Kejora. Dia tidak paham dengan dua orang yang berada di hadapannya saat ini. Jelas-jelas surat kerja sama itu sudah tertulis dengan sangat jelas. Tidak perlu bantuan kaca pembesar pun sudah bisa dilihat, dengan mata telanjang. “OMG,” desis Tika sebal. “Bapak yang terhormat, saya tidak tahu ya siapa Anda! Tapi coba bapak minta pegawai marketing yang bekerja sama dengan Hotel Kejora untuk mengecek email yang telah mereka kirimkan. Bukankah mbak-mbak resepsionis di depan tadi juga sudah menjelaskan hal apa yang sebenarnya terjadi?” ucap Tika dengan menggebu-gebu. Dia tidak bisa menahan emosinya. Dia memandang tajam ke arah pria di hadapannya. Seperti menantang untuk mengajak berperang. “Wajahnya saja yang tampak pintar, tapi sepertinya itu hanya cover-nya saja,” ejek Tika pelan. Sebenarnya Tika berniat berbicara pada dirinya sendirinya, tetapi melihat wajah pria di hadapannya yang tampak menahan emosi menunjukkan bahwa pria itu mendengar ucapannya. Ah, kebiasaan Tika memang masih sama, jika tidak menyukai orang lain maka dia akan langsung memberikan penilaian saat itu juga. Anto yang tadi duduk di sebelah Tika segera memegang lengan Tika pelan. Bukan memegang, hanya menyentuh sedikit saja. Dia tidak berani berbuat macam-macam kepada Tika karena Tika terkenal galak di divisinya. “Sudah, mbak. Duduk dulu,” ucap Anto pelan. Anto tidak ingin membuat image Hotel Kejora buruk karena Tika yang tiba-tiba seperti kerasukan hantu marah-marah. Apalagi marah-marah di hadapan orang yang tidak diketahui menjabat bagian apa di perusahaan ini. Dipta memandang Tika dengan wajah dingin. Dia tidak suka dengan wanita seperti Tika. Menurutnya akan merepotkan. Walaupun dia juga tidak akan menyukai wanita yang manja. Apa? Suka? “Suka dalam hal sifatnya yang terlalu jujur. Bukan orangnya,” jawab Dipta pada dirinya sendiri di dalam hati. Tika akhirnya tersadar setelah mendengar ucapan Anto. Dia kelepasan. Melampiaskan amarah pada orang yang tidak tepat. Dia hanya takut jika nanti atasan Hotel Kejora mempertanyakan kinerja divisi purchasing yang tidak becus mengurus pembatalan kontrak yang dilakukan tiba-tiba dan sepihak oleh PT. Sugar Sweet. Dipta segera mengambil gagang telepon yang ada di mejanya. Menghubungi sekretarisnya dan meminta sang sekretaris untuk segera memanggil bagian marketing yang bekerja sama dengan Hotel Kejora. 10 menit kemudian ketukan pintu disusul dengan kehadiran seorang perempuan cantik dan dua orang yang Tika dan Anto kenal sebagai marketer yang bertugas bekerja sama dengan hotel mereka. Perempuan cantik dengan rok di bawah lutut serta blazer coklat tua tersebut pamit dan meninggalkan dua orang bagian marketing. Tika segera menyerahkan map yang berisi surat kerja sama yang telah ditanda tangani oleh kedua pihak serta selembar kertas yang berisi pembatalan kerja sama yang baru saja dikirimkan tadi pagi oleh PT. Sugar Sweet. Untung saja Tika tadi masih sempat mencetak email pembatalan dari PT. Sugar Sweet. Tika memandang jengah ketiga orang yang ada di hadapannya karena dua orang yang baru saja datang tampak menunjukkan raut wajah yang kebingungan. “Jadi, apa ini maksudnya?” tanya Dipta dengan suara yang lebih dingin. Aura di sekitar tubuh Dipta tampak seperti dikelilingi oleh batuan es yang mulai terbentuk karena suara yang diucapkan Dipta. “Kami juga tidak tahu pak,” jawab salah satu bagian marketing. “Kami tidak merasa mengirimkan email apa pun kepada Hotel Kejora sejak kerja sama telah disepakati,” lanjut yang lain dengan suara yang bergetar. Dipta mencoba meredam emosinya. Dia kembali mengambil gagang telepon dan berbicara pada orang di seberang sana dengan suara yang lebih menakutkan. Tidak sampai 10 menit, dua orang laki-laki masuk ke dalam ruangan Dipta. Perempuan cantik tadi juga ikut masuk dengan ditemani seorang office boy yang membawa nampan dan di atasnya terdapat cangkir putih dengan aroma teh hijau yang menguar. “Silahkan diminum, pak, bu,” ucap sang perempuan itu. Setelah Dipta mengucapkan terima kasih, sang perempuan pun beranjak pamit dan keluar dari ruangan Dipta. Dipta mempersilahkan semua orang yang berada dalam ruangannya untuk menikmati teh yang telah disuguhkan. Dia ingin masalah yang terjadi siang ini menemukan titik terang dan terungkap jelas apa yang sebenarnya terjadi. Dipta selalu meminta sang perempuan cantik tadi—sekretarisnya untuk menyuguhkan teh hijau hangat agar rapat ataupun perbincangan berat yang akan dia lakukan dengan pegawainya maupun kliennya dapat berjalan lancar. Teh hijau dipercaya dapat menciptakan kenyamanan dan rasa rileks pada setiap diri yang meminumnya. Suasana siang ini yang tampaknya akan menguras banyak tenaga mendukung kehadiran teh hijau hangat agar pikiran menjadi lebih tenang dan tidak stress. Masalah akan cepat terselesaikan, PT. Sugar Sweet dan Hotel Kejora mendapatkan kesepakatan baru. Dipta segera menanyakan hal apa yang sebenarnya terjadi. Tim marketing dan IT perusahaan langsung mengecek email yang telah dikirimkan ke pihak Hotel Kejora. Dipta curiga jika ada yang meretas email perusahaan terutama bagian marketing. Dia tidak boleh gegabah. Dia harus mencari benang merah, berasal dari mana peretas yang berani-beraninya bermain-main dengannya. Jika dia orang dalam, maka Dipta tak segan-segan untuk menghancurkan kehidupan orang itu. Satu jam sudah, tim IT mengecek hingga ke bagian dalam web siapa dalang dibalik pengirim email ke Hotel Kejora. Berbicara tentang saingan, tentu saja PT. Sugar Sweet memiliki banyak saingan. Tak hanya satu. Lima mungkin, bahkan lebih. Tapi Dipta tidak boleh gegabah. Dia harus tenang. Masalah apa pun harus dia temukan titik terangnya dan menghancurkan orang yang berani-beraninya membuat masalah dengannya. Tim IT berbincang pelan dengan Dipta, masalah perusahaan tidak boleh orang luar tahu. Ini adalah urusan rumah tangga perusahaannya. Dipta mengangguk paham atas penjelasan tim IT. “Saya selaku CEO perusahaan ini, memohon maaf atas kejadian yang terjadi hari ini. Ini adalah kesalahan kami karena tidak menjaga privasi dengan baik. Kami memang tidak mengirimkan email tersebut, ada kesalahan dalam pengiriman email tersebut,” jelas Dipta. “Kami akan membuatkan kerja sama ulang terhadap email yang dikirim. Paling lambat barang akan kami kirimkan Senin besok,” lanjut Dipta. Suaranya tetap tegas tetapi lebih tenang. Ini adalah kesalahan perusahaannya, maka dia harus menjaga emosinya. Jika dia marah, yang ada klien akan berlari dan tidak akan mau bekerja sama dengan perusahaannya lagi. Wajah dingin masih tetap menemani Dipta. Namun, suaranya lebih berwibawa dari pada awal tadi. Tika berdecih pelan. Ternyata pria yang ada di hadapannya ini adalah CEO PT. Sugar Sweet. Namun Tika harus bersyukur karena permasalahan yang terjadi sudah terselesaikan. Akhirnya PT. Sugar Sweet dan Hotel Kejora melakukan kesepakatan ulang. Tika bernapas lega. “Mari kita makan siang terlebih dahulu. Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi,” ucap Dipta. Tika memandang sinis ke arah Dipta. Anto mengingatkan Tika untuk tenang. Tika mengubah raut wajahnya agar menjadi lebih tenang. Semua orang yang tadi berada dalam ruangan Dipta segera beranjak. Sang sekretaris mengantarkan mereka hingga restoran yang ada di dekat perusahaan. Sekretaris Dipta sudah mem-booking meja beserta menu makan siang yang akan mereka nikmati. Makan siang berjalan dengan lancar. Tika sudah mulai membaur walaupun wajahnya masih menunjukkan kesinisan terhadap Dipta. Setelah makan siang selesai, Tika dan Anto pun pamit undur diri untuk kembali ke hotel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD