BAB 03

1025 Words
Carrie perlahan membuka pintu, lalu mengendap-endap keluar. Dia berharap bisa melarikan diri selagi James belum melakukan apapun. Semenjak pelecehan yang dilakukan pria itu, dia takut akan terulang kembali. Ciuman panas tadi masih membekas dalam ingatannya, tak mau pergi, seakan telah mengerak di kepala. Pintu ruangan itu langsung menyambung dengan ruang tengah. Rumah ini memang sangatlah sederhana, sempit dan berlangit-langit rendah. Seluruh jendela dan pintu tertutup rapat, menyisakan cela ventilasi kecil untuk akses cahaya. Gelap dan pengap. Selain itu, ada aroma barbekyu yang berenang-renang di udara. Mengerikan, pikir Carrie. Dia melihat James tengah duduk di sofa lembab dan menonton berita di televisi. Pikiran jahatnya muncul, dia berniat mengambil vas di atas meja, lalu menghantamkannya ke kepala itu. Namun, James sontak menoleh ke arahnya. “Oh, kau sudah selesai makan, Tuan Putri?” tanya pria itu sembari mengembangkan senyuman licik. “Ada banyak hal yang harus kau lakukan di sini—pertama-tama, bersihkan meja depanku.” “Untuk apa aku melakukannya?” Carrie melihat ke arah pintu utama yang terpasang teralis besi untuk keamanan ganda. Semua jendela pun juga sudah terlindungi. Dia bagaikan tikus yang terjebak di labirin tanpa jalan keluar. James menaikkan kakinya di atas meja. “Kau sudah makan artinya kau harus kerja. Ini bukan hotel, Sayang, kau harus membantuku membersihkannya.” Carrie tidak mau mendebat. Lagipula dia takut kejadian tadi terulang. Ia pun mendekati meja kayu depan James, kemudian membereskan koran dan majalah otomotif yang ada di atasnya. Karena wanita ini diam saja, James pun menurunkan kakinya, lalu menggodanya, “kau sudah patah semangat? Tak ingin berusaha melarikan diri?” “Aku membencimu.” Carrie memberikannya lirikan tajam. James ikut membalas tatapan tersebut. “Aku tahu, aku juga demikian.” Carrie kembali memutar pandangannya, mencari-cari telepon. Kalaupun tak bisa menghubungi ayahnya, dia sangat ingin meminta bantuan pada teman-temannya. Ia mendesah putus asa. Tak ada apapun di rumah ini. James tersenyum. “Kau pasti ingin tahu sebenarnya kita ada di mana?” Sikap sinis itu membuat Carrie menyindir kasar, “dengar, kau benar, aku tak tahu kita ada dimana, dan aku bahkan tak ingat bagaimana caramu menculikku. Aku sangat mengagumi kecerdikanmu, sungguh, Tuan Penculik.” “Dan Tuan Penculik ini punya nama.” “Mr. Woodruff.” “Ya, itulah satu-satunya alasan kenapa aku tak mengikatmu adalah kau memang takkan bisa kabur dari sini, Sayang.” Carrie masih diliputi rasa ingin tahu. “Bagaimana caramu menculikku?” “Aku mengintaimu berhari-hari, setelah kau tertidur, aku memberimu obat bius, lalu membawamu dengan mobil, selesai—kebetulan penjagaan rumahmu tak terlalu ketat sepetri biasa karena ayahmu sedang ada peresmian penting di luar kota.” Benar, sahut Carrie dalam hati dengan wajah tertunduk. James menambahkan, “aku juga tahu kalau hari ini harusnya kau mengajarkan tari di pedesaan Northcave, pinggiran kota. Aku bertemu dengan anak-anak disana—menyenangkan, tak kusangka kau ingin menarik perhatian publik dengan memanfaatkan anak-anak desa yang polos. Aku kasihan jika mereka kau manfaatkan untuk kepentingan reputasi keluarga Wilson, aku tahu kau sangat suka pamer, Ms. Wilson. Kegiatan sukarela yang palsu, kau membuatku ingin muntah.” Carrie melotot tak percaya. “Jangan berani-berani menyakiti mereka.” “Menyakiti? Untuk apa aku menyakiti? Mereka sama sepertiku—yatim piatu.” “Kau yatim piatu?” “Ya, sebelum ayahku bunuh diri karena ulah tuduhan palsu, ibuku sudah mati setelah melahirkanku. Dia pendarahan sampai mati karena tak ada dokter saat itu, maksudku di jaman sekarang—dokter hanya tepat waktu saat mengunjungi orang kaya, bukan?” Carrie berhenti menata majalah dan koran di kolong meja. Dia duduk di atas karpet, lalu memandangi James. Rasa iba menyelimuti wajahnya. Tak heran James begitu kasar. Apa yang dia alami semasa kanak-kanak tragis. Ia ingin menunjukkan simpatinya, namun James terlihat terlalu keras, ia yakin pria semacam ini tak mau dikasihani. “Kau punya saudara?” tanyanya lembut. “Tidak, dimanapun aku selalu tinggal sendirian. Polisi akan sulit melacakku, tak ada yang mengenalku, kecuali orang-orang di sekitar sini— dan mereka takkan tahu bahwa aku sedang menyekap seorang jalang cantik di rumah.” “Kau tak menikah?” “Kau bercanda?” James menahan tawa. “Menikah? Jika calon istriku melihat riwayat kriminalitas ayahku—mereka pasti mundur secepat kilat. Ayahku dianggap penjahat besar, berapa banyak orang yang dibunuh demi perampokan yang dia lakukan? Tebak, jika ada wanita yang tahu kalau aku anaknya, sudah pasti mereka juga mengira aku diajari berbagai macam kejahatan juga. Ms. Wilson, wanita waras takkan mau berhubungan dengan keluarga kriminal besar.” “Kau tak harus melakukan ini.” “Aku sempat memikirkannya, aku mengubah namaku, lalu hidup dengan normal, tapi kemudian segalanya kembali seperti semula. Aku tak bisa menghapus nama Woodruff dari diriku, tak bisa menghapus masa laluku. Lalu, aku berpikir lagi, untuk apa aku berlari menjauh dari masalah ini? aku harusnya mendekat untuk menyelesaikan masalah ini.” “Kau masih berpikir ayahmu—” “Ya, tentu saja dia bukan pelaku aslinya. Aku bersamanya sepanjang waktu, kami bekerja dan dia membuatku seperti b***k. Mana mungkin dia melakukan segala hal tapi aku tak tahu. Dia punya alibi, tapi kepolisian menjebaknya. Lagipula, kalau dia merampok besar-besaran, kenapa kami masih belum berpesta pora di Las Vegas? Ayahku adalah orang yang suka berfoya-foya, lalu kenapa dia hanya meminum scotch di rumah untuk menghabiskan waktu jika dia punya banyak uang?” “Kau salah.” “Dengar, aku tak mau mendebat ini karena aku tahu pelakunya, kau pikir selama bertahun-tahun ini aku hanya diam? Aku ingin membersihkan nama keluargaku yang dirusak oleh ayahmu. Ketika ayahmu mengatakan hal sesungguhnya di media—aku akan menyebarkan bukti-bukti yang kutemukan lewat internet. Kepolisian akan kacau balau.” “Kau pikir dengan menyekapku, semua akan berjalan sesuai dengan keinginanmu? Kalau kau ingin melakukan banding, lakukan di pengadilan—bukan dengan cara kriminal. Ini kekanak-kanakan.” “Oh, Sayangku yang manis.” James turun dari sofa, lalu berjongkok di depan Carrie. Dia menyambar dagu wanita itu seraya berkata lagi, “orang sepertimu mana paham orang sepertiku.” Tangannya yang lain meraba pinggang Carrie dengan lembut. “Aku sedang marah sekarang, jika tak ingin aku melakukan sesuatu pada tubuhmu, diamlah dan bersihkan rumah ini. Untuk sementara, ini rumah kita.” Tatapan Carrie membara penuh keyakinan. Dia sama sekali tak takut dengan ancaman James. Ada perasaan bahwa pria ini sebenarnya tak ingin melakukan ini. “Aku akan pergi dari sini. Itu yang terbaik untukmu dan untukku. Ini sia-sia, malahan ayahku akan membuat dirinya dianggap pahlawan dan kau masuk penjara, dia licik, James, kau harus mendengarkanku.” “Apa? apa di tubuhmu ada semacam alat pelacak?” bisik James menatap tubuh Carrie menyeluruh. “Kau percaya diri sekali dia akan menemukanku.” “Bukan itu maksudku.” “Jangan besar kepala hanya karena aku tak kejam padamu. Ancamanku tadi masih berlaku, Sayang. Sekarang, kau bergantilah pakaian, sudah ada banyak pakaian di dalam lemari kamar, pakai saja yang menutupi tubuhmu—aku tak mau gairahku terus terbakar karena keberadaanmu.” “Kau benar-benar akan kecewa.” “Setelah itu, bantu aku membuat pancake di dapur. Akan ada tamu kemari.” “Tamu?” ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD