Serba Serbi Reuni

2348 Words
"Kamu kapan nikah?" Uhuk! Gladis terbatuk saat lagi – lagi neneknya bertanya perihal hal yang sama, sudah sejak Gladis kerja Neneknya selalu saja mengingatkan dirinya soal calon suami. “Nenek, ah! Gladis masih makan, Nek!” ujar Gladis sambil merengek manja. “Kamu tuh udah waktunya, Dis! Ati – ati ntar malah kejadian yang enggak-enggak,” nasehat sang Nenek lagi. “Kejadian apa sih, Nek? Jangan ngomong yang enggak-enggak dong!” “Nenek lagi nasehatin kamu bukan ngomong yang enggak-enggak, dasar anak muda!” “Iya ya, Nek!!” “Jangan kelamaan! Iya – iya mulu!” “Ya ampun, ini juga lagi diusahakan, Nek” “Bagus.” Gladis anak yatim piatu, kedua orangtuanya meninggal saat dia masih kelas 4 SD. Kala itu kedua orang tua Gladis sedang dalam perjalanan ke luar kota, sedangkan Gladis tak ikut serta karena tengah bersekolah. Naasnya di tengah perjalanan, mobil mereka harus bertabrakan dengan kontainer besar pengangkut semen dan merenggut nyawa kedua orang tuanya. Hingga akhirnya Gladis harus diasuh oleh sang Nenek dan adik Ayahnya, dengan mengandalkan uang pensiunan sang Kakek dan Ayah Gladis yang merupakan seorang Dosen. Neneknya selalu mendidik Gladis menjadi wanita yang kuat dan pemberani. Sampai kini sang Nenek masih ada untuk menemani hari – hari Gladis. Meskipun harus selalu menghadapi rengekan manja dari Gladis setiap hari. Sedangkan Om Budi yang seorang tentara sudah berkeluarga dan menetap di Sumatera kampung halaman Istrinya. <<<°°°>>> “Gak mau, Ward! Gue masih sayang nyawa!” “...” “Bisa habis gue ketahuan Nenek!” “...” “Awas lo ya! Udahlah TERSERAH!!” Gladis mematikan sambungan teleponnya sepihak, berdebat dengan Edward tak akan pernah selesai. Lelaki paling bawel yang pernah Gladis kenal. Gladis yang tadinya tengah mengevaluasi pekerjaan dan berhenti ketika mendengar panggilan telepon masuk dari Edward, berinisiatif untuk mengangkat telepon tersebut lantas melanjutkan pekerjaannya setelah sambungan telepon selesai. Namun perasaan nya langsung dibuat tak karuan oleh Edward, mau tak mau Gladis menutup laptop menyudahi kegiatan evaluasinya. “Aneh aja tuh cowok! Maksa banget ngajak pesta ya?! Yang bener aja?! Pulang ke rumah tinggal nama gue!” Gladis menggerutu, larut dalam kekesalan. Edward memang mengajak mereka mengunjungi sebuah club setelah acara reuni selesai nanti malam, hitung - hitung sebagai penghapus penat bekerja. Hey, bahkan Gladis tak mengingat kapan terakhir pergi ke tempat haram itu. Walaupun pernah sempat kecanduaan, tapi ia sudah bertobat. “Seenggaknya gue udah insyaf!” monolog Gladis sendiri. Gladis terdiam sambil menatap pada tumpukan kertas di meja depannya, ini memang hari sabtu waktu libur Gladis di akhiri pekan. Namun, biasanya ia selalu merancang beberapa konsep untuk desainnya minggu depan, agar meringankan pekerjaan Gladis saat kembali aktif pada hari kerja. Tapi perasaannya sudah terlalu jelek untuk melanjutkan pekerjaan tersebut. Gladis memilih beranjak dan bergelung di atas kasur, ia akan gagal fokus dan malah menjadikan pekerjaannya berantakan. Dari pada ia menanggung resiko itu, lebih baik ia rehat dan melanjutkannya besok. Malam nanti adalah reuni yang sudah direncakan, ia juga sudah meminta izin pada sang Nenek tadi pagi. Gladis akan berusaha sebisa mungkin bersikap biasa saja di depan mantan kekasihnya nanti. Mantan kekasihnya hanya satu, itu pun hubungan mereka dipaksa kandas karena Gavin harus melanjutkan S2-nya di University of Cambridge. Suatu hal yang paling mustahil bagi Gladis hadapi adalah LDR, maka dari itu Gladis memilih menyerah dan memutuskan hubungan mereka demi kebaikan keduanya. Tak bisa dipungkiri jika hubungan mereka adalah salah satu hubungan yang terkesan sehat, dibandingkan dengan Dante dan Flora yang selalu putus nyambung. Gavin dan Gladis lebih memiliki sikap dewasa satu sama lain. Pasangan ideal yang sama – sama ambisius untuk masa depan mereka. Gladis yang menyukai desain fashion dan Gavin yang telah paten akan memasuki ranah hukum sebagai pengacara. Mereka jatuh cinta dan memutuskan memiliki hubungan sejak kelas 2 SMA, hubungan itu berjalan hingga mereka lulus kuliah dari Universitas yang sama juga. Awalnya Gladis kira Gavin akan langsung terjun menjadi pengacara, namun lelaki itu malah memutuskan melanjutkan pendidikannya di Inggris, dan membuat Gladis menyerah dengan hubungan mereka. Gladis yang mutusin, dia juga yang gagal move on. Ya ... walau sudah 2 tahun berlalu, Gladis tetap memilih sendiri ketimbang mencari pasangan lain. Memang ada beberapa yang sempat dekat, tapi selalu berakhir ketika Gladis tak menemukan diri Gavin pada lelaki lain. “Lo tuh udah terlalu nyaman sama Gavin, dan salahnya elo selalu nyari diri Gavin di lelaki lain! Come one Dis, semua orang punya sifat yang berbeda – beda, gak bakal bisa sama persis kayak Gavin!” Itulah ucapan Flora saat mengetahui Gladis gagal menjalin hubungan dengan pria yang Flora kenalkan. “Dis!! Ada Dante sama Flora nih!!” Gladis yang semula melamun akhirnya berjingkat, perasaan masih jam lima sore, kok udah njemput aja? Ia memilih keluar kamar, dan .... “Heh! Kok belom mandi?! Cepetan Mandi kita telat!!” teriak Fiona menghampiri Gladis. “Kan masih-“ “Masih apa? Acaranya jam empat makanya baca pengumuman!” kesal Flora pada Gladis. “Sial!” umpat Gladis. Segera Gladis masuk kamar dan bergegas untuk mandi guna bersiap – siap ke acara reuni mereka. Sebenarnya, semua persiapan sudah ia siapkan dengan matang, dirinya hanya perlu mandi dan berias sebelum berangkat. Yang ia tau waktunya masih banyak, tenyata malah dia kecolongan karena tak memperhatikan grub chat yang begitu ramai. Maklum juga karena semua alumni tampak excited menyambut acara reuni kali ini, nampaknya memang ada yang spesial nanti. Gladis tak peduli, ia hanya berniat memenuhi undangan dan bertemu kawan lama yang terbilang jarang Gladis temui lagi setelah beberapa lama. Mungkin sebagian besar orang yang sudah bekerja akan lama-kelamaan hilang dari pergaulannya dahulu, tak heran karena pekerjaan yang tentu saja menyita waktu mereka. Gladis bersyukur memiliki pekerjaan yang begitu menguntungkan dirinya, bukan hanya dalam area finansial, namun juga waktu. Pemilik perusahaan paham akan waktu para pekerja yang tak terus menerus tentang pekerjaan. Gladis juga memakai gaun yang ia desain sendiri sebenarnya, cuma ia tak bilang pada Flora. Karena pastinya gadis itu akan memaksa Gladis untuk membuatkan gaun juga untuk dirinya. Gladis malas! Lagi pula Gladis hanya memiliki waktu yang singkat untuk membuat gaun kali ini, meski ini merupakan gaun yang spesial. Perasaannya sedang bagus saat menggambar dan membeli kain yang akan ia gunakan. "Gladis! Cepet woi! Lama banget dah mandi doang!" Itu suara Flora, pasti gadis itu langsung menerobos masuk ke dalam kamarnya tanpa izin dari Nenek. Dasar. Mereka memang sudah sangat akrab, apalagi Flora juga sering berkunjung ke rumahnya. Gladis juga tak keberatan gadis itu masuk ke dalam kamarnya. Hey! Mereka bahkan sering menginap di rumah satu sama lain, yang pastinya mereka sering tidur dalam satu ranjang sama. "Dis, dandan yang cantik, biar dapet pacar!" "Banyak omong!" "Hahaha .... " Flora tertawa keras, puas karena telah mengejek Gladis. Lagian siapa suruh jomblo? <<<°°°>>> “Tadi gue udah izin Nenek lo!” Flora yang duduk di jok depan bersama Dante memulai percakapan saat mobil mereka telah melaju menembus jalanan kota. “Izin apa?” tanya Gladis yang masih sibuk membenahi riasan wajahnya. “Izin nginep di rumah gue! Alias pesta terus pulang ke rumah gue!” Jelas Flora antusias, “Gila!” Gladis berhenti sejenak dengan wajahnya, “Gak mau gue! Gak ikut!” “Gak seru lo, nanti anak-anak kelas pasti bakal ikut semua,” jelas Dante yang fokus pada kemudinya. “Gak! Gue udah insyaf ya, jangan masukin gue ke dosa itu lagi!” Gladis keukeh tak mau ikut. “Sekali doang, itung – itung refreshing, Dis, gak suntuk apa kerja terus?” bujuk Flora. Gladis sebenarnya tidak masalah, apalagi kalo udah dapet izin Neneknya. Namun, yang jadi masalah itu, kalo dia pesta dan minum dijamin langsung tepar! Gladis tak tahan minum, biasanya ia akan memesan alkohol dengan kadar paling rendah, itu pun gak bakal dihabiskan. Pernah satu kali ia salah minum dan berakhir pingsan, untungnya Flora mau menampung dirinya untuk menginap. “Terserah deh!” “Nah gitu dong!! Seru dikit jadi cewek, biar cepet dapet pacar!” celetuk Flora asal. “Nyambungnya apa?” sewot Gladis menatap sinis pada Flora, ia kembali membereskan riasan pada wajahnya. “Katanya Gavin dateng ya, Dis?” Dante bertanya pada Gladis, “Gak tau!” “Iya dateng, si Artha juga dateng. Gladis mana peduli, Yang!” jawab Flora pada Dante di sebelahnya. Mereka kemudian berbicara selama perjalanan ke tempat acara, sesekali Gladis akan menimpali ucapan mereka atau sebaliknya. Hingga akhirnya ia sampai di satu restoran tempat yang sudah disewa untuk acara reuni angkatan mereka. Gladis dan Flora turun terlebih dahulu, sedangkan Dante memarkirkan mobilnya. Gladis mengunakan jenis gaun of shoulder dress model A-line berwarna moka dengan motif bunga yang tak terlalu mencolok, berbahan sutra sifon. Ia juga memakai heels yang tak terlalu tinggi berwarna putih tulang, dan tak lupa tas tangan hitam sebagai pelengkap. Gaun itu membuat Gladis terlihat menarik dan mempesona di waktu yang bersamaan. “Jangan gandengan, gue keliatan jomblonya!” gerutu Gladis melihat tangan kedua sahabatnya bertaut. “Suka – suka kita dong! Siapa suruh jomblo?!” ejek Flora tambah mempererat tautan pada tangannya. Sialan! Gladis memutar matanya jengah, dia berjalan agak cepat mendahului keduanya saat memasuki restoran, nampak acara akan segera dimulai. Mereka diatur untuk duduk melingkari pada satu meja yang ditata dengan kapasitas sepuluh orang pada setiap mejanya. Mata Gladis langsung menangkap eksistensi Edward yang melambaikan tangan, Gladis pun berjalan menuju meja tersebut. Meja pilihan teman – temannya berada tepat di samping panggung, agak jauh dari pintu masuk. Gladis melihat Edward, Bagas, Cakra, dan Naura –istri Cakra– duduk berjajar. Satu lagi dengan pria yang menunduk memainkan ponselnya. Itu, Artha? Gladis merasa agak asing dengan pria tersebut, badannya yang tinggi dengan rambut klimis khas orang kantoran memberi kesan yang formal bagi siapapun yang berhadapan dengannya. “Hai, Dis!” sapa Naura yang duduk di samping Cakra. Mereka memang sering bertemu dan cukup kenal dekat, sewaktu pernikahannya beberapa bulan lalu Naura juga mengundang Gladis. Lelaki yang sedari tadi diperhatikan Gladis mengangkat wajahnya, mata tajam dan hidung bangir sedikit mengalihkan fokus Gladis. Seketika mereka saling menatap, namun Gladis langsung mengalihkan pandangannya, dan lanjut menyapa yang lain. “Hai, Ra! Gue duduk di sini ya!” ujar Gladis mendapati kursi kosong di sebelah Naura. “Desainer kita dah dateng nih!” goda Edward dengan gaya khas tengil miliknya. Gladis hanya menatap Edward dongkol, pria itu memang suka sekali usil pada orang ya! Belum tau aja rasanya ditampol tangan Gladis. “Lama gak ketemu, lo masih inget gue kan?” Orang yang sejak tadi menjadi atensi besar Gladis mengajaknya berbicara. “Masih dong! Lo kan yang pernah marahin gue soal Helena dulu,” jawab Gladis. Mereka berdua bersalaman, walaupun tak begitu dekat tapi mereka satu kelas, mana mungkin tak mengenal? Mungkin dulu karena sifat satu sama lainnya agak sedikit tertutup, makanya sulit untuk berkomunikasi dan terkesan tak dekat satu sama lain. Dante dan Flora sampai dan duduk di sebelah Gladis, mereka juga kompak menyapa temen-temen yang sudah datang sebelumnya. “Dis, lu bisa buatin gue baju nikah gak? Buat sepasang” Itu Bagas, salah satu teman lelaki Gladis yang cukup dekat dengannya. Gladis nampak heran, setahunya Bagas masih lajang tak terdengar kabar jika lelaki itu memiliki kekasih. Terakhir berpacaran kelas 2 SMA itu pun cuma 5 hari, takut dosa katanya. Gladis keheranan dong, mau nikah sama siapa? “Lo mau nikah?” Tanya Gladis masih dengan raut keheranan. “Iya, 3 bulan lagi” jawab Bagas, “Hah?! Lo mau ngelangkahin gue? Belom punya pacar juga!” giliran Edward yang membalas ucapan Bagas. “Gue dijodohin, ya salah lo sendiri maen cewek mulu! Gak pernah serius,” balas Bagas menatap Edward jengah. “Selamat ya, Gas! Nyusulin gue nih ceritanya,” Cakra menyalami Bagas, yang disambut dengan baik pula. “Kok lo gak pernah bilang?” tanya Flora. “Baru sebulan yang lalu acaranya, ini juga lagi bilang,” jelas Bagas. “Nanti janjian deh sama gue, akhir minggu ya!” Gladis menyetujui permintaan Bagas, “Siap deh, Dis!” Bagas mengacungkan jempolnya. Mereka berbincang kembali, hingga pembawa acara naik ke panggung. Acara mulai jam delapan, maju satu jam dari rencana awal. Ada beberapa susunan acara, sampai nanti penghujung acara bakal ada sesi dimana mereka dengan suka rela menyanyi di panggung bagi yang mau. “Helena!” Gladis menoleh, Flora yang memang bisa menengok ke arah pintu masuk melambaikan tangan. Helena, model ternama yang dulu juga satu kelas dengan mereka. Gladis sempat beberapa kali bertemu di perusahaan, maklum perusahaannya pasti butuh model terkenal seperti Helena untuk mempromosikan produknya. Tanpa sengaja Gladis melirik Artha, lelaki itu terlihat antusias melihat kedatangan Helena. Helena memang cantik, tubuh proporsionalnya di balut dress ketat jenis one shoulder dress tanpa lengan berwarna silver. Kalo ada lelaki yang melihat Helena gak tertarik, pasti gak normal. “Hai semua!!” Helena menyapa semua orang yang ada di meja, Gladis yakin Helena tau mereka akan pesta setelah ini, dari caranya berdandan udah kentara jelas. “Dis! Perusahaan lo mau ngeluarin model terbaru ya?” Helena bertanya pada Gladis setelah selesai menyapa mereka semua, kan mereka memang cukup sering bertemu atas tuntutan pekerjaan. “Iya, dua minggu lagi kayaknya,” jawab Gladis, “Gue jadi modelnya lagi dong!” seru Helena. Gladis mengangguk dan tersenyum. Matanya melirik Dante yang tampak datar saja mengetahui hal itu. Dante memang tak begitu menyukai Helena sejak dulu, jadi sudah hal biasa bagi Gladis meliat muka masam Dante. Helena wanita yang mudah berbaur, selalu nyambung diajak ngobrol, tipe sosial butterfly yang ikonik di angkatannya. Wanita yang banyak diidamkan pria sejak dulu, sekarang ia menjadi model ternama pada salah satu agensi dan berapa bulan lalu ia juga telah mengungkapkan hubungan asmaranya dengan pemain sinetron, tapi masih saja ada yang terang – terangan menyukai Helena. Artha contohnya. Gladis tersenyum geli, kadang orang akan begitu mengejar hal yang diimpikan tanpa kenal aturan. Kembali Gladis fokus pada pembawa acara yang sedang membacakan riwayat SMA mereka. Gladis rasa tahun ini semua anak angkatan mereka datang, sepeti ruangan ini penuh berbeda dari tahun – tahun sebelumnya. “Gue boleh gabung gak?” Gladis membulatkan matanya saat mendengar suara yang familiar baginya. Suara yang dulu sering menghabiskan waktu bersama dia di kala malam menyelimuti. Suara... “Gavin!” <<<°°>>>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD