Enam

1005 Words
Setelah mendengar perkataan Chandra, di sinilah mereka pada akhirnya. Sebuah hotel mewah yang terletak di tengah kota Jakarta. Aruna masih saja diam berdiri di depan pintu utama gedung, gadis itu bahkan tertinggal dari Chandra yang sudah masuk ke dalam sana. "Untuk malam ini kita akan…," perkataan Chandra tertahan saat ia menyadari Aruna tidak ada di belakangnya. Ia menoleh dan mendapati gadis itu tertinggal. Kemudian pria itu menghela napas dan menghampirinya. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Chandra membuat Aruna tersentak. Ia menggeleng kecil, berusaha menghindari tatapan mata Chandra yang menatapnya dengan penuh selidik. "Ayo." Aruna tersentak, ia menatap ke arah tangannya yang saat ini tengah digandeng oleh Chandra. Membuatnya mau tidak mau mengikuti pria itu. Tidak ada yang dilakukan Aruna di depan meja resepsionis, ia hanya diam menunggu Chandra selesai memesan kamar untuk mereka. "Hanya tersisa satu kamar. Sebaiknya aku mencari hotel lain saja," ucap Chandra menghampiri Aruna. Gadis itu diam, ia melihat ke arah Chandra yang memberikan kartu akses untuk kamar yang akan ditempatinya. "Kita bisa berbagi kamar. Maksudku, aku bisa saja tidur di sofa dan kau tidur di ranjang. Jika kau harus mencari hotel lain, itu akan memakan waktu saat kita harus pergi besok," ucap Aruna sambil menunduk. Dalam hati ia merutuk, mengomel pada dirinya sendiri soal apa yang sebelumnya ia katakan. "Oke, kalo kamu tidak keberatan." Seketika Aruna mendongak, ia tidak menduga Chandra akan menyetujui perkataan spontanitas yang ia katakan. "Pria itu tidak berpikiran yang aneh-aneh, 'kan?" batin Aruna bergumam. "Tunggu apalagi? Ayo. Aku sudah lelah dan ingin beristirahat." Dengan menghela napas pasrah, pada akhirnya Aruna berjalan mengikuti Chandra yang berada di depannya. Kamar yang mereka tempati berada di lantai lima. Aruna diam di belakang Chandra layaknya anak ayam yang tengah mengekor sang induk. Begitu pria itu membuka pintu kamar hotel, Aruna kembali mencoba meyakinkan diri jika keputusannya saat ini sudah benar. Dan saat Aruna menginjakkan kaki di kamar tersebut, ia bisa merasakan kesan mewah yang begitu terasa. Atensi gadis itu kemudian teralih pada arah tempat tidur yang rupanya terdapat dua ranjang. Ia kemudian menoleh ke arah Chandra yang tengah duduk di sofa sambil terkekeh. "Tidak perlu gugup seperti itu. Meski aku sengaja memesan satu kamar tapi aku tetap tahu batasan. Aku sengaja mengatakan kamar telah full karena melihat wajahmu yang sepertinya terlalu khawatir dengan sesuatu," ucap pria itu masih dengan senyum cerah di wajahnya. Aruna melongo, ia masih belum menyadari jika Chandra telah mengerjai nya. Dan saat gadis itu sadar, secara reflek ia melemparkan sebuah bantal ke arah pria itu. "Astaga! Apa yang ku lakukan? Kau baik-baik saja?" Sesaat setelah sadar dengan apa yang baru saja dilakukannya, Aruna menghampiri Chandra dengan panik. Ia khawatir untuk melihat bagaimana respon pria itu setelah dirinya berbuat sesuatu yang kurang sopan. Tapi lagi-lagi Aruna dibuat melongo saat Chandra justru tertawa kecil. Pria itu masih saja tertawa bahkan kini ia sampai mengangkat satu tangannya, memberi isyarat untuk Aruna menunggu sampai ia bisa meredakan tawa. "Apa aku sudah mengatakan jika wajahmu saat kebingungan terlihat begitu lucu? Maaf, tapi kau benar-benar lucu saat sedang kebingungan. Lagipula sejak kau memutuskan untuk setuju dan menerima pekerjaan ini, kau selalu tampak gelisah. Aku hanya ingin membantu, apa ada sesuatu yang menganggu mu?" Pertanyaan yang sebenarnya mudah untuk dijawab. Aruna hanya perlu mengatakan ya, atau tidak untuk menjawab pertanyaan Chandra. Tapi entah mengapa gadis itu memilih untuk diam. Bukan tanpa alasan. Aruna memilih diam karena sejujurnya ia sendiri masih belum tahu dengan apa yang dirinya rasakan. Entah itu perasaan gelisah, takut ataupun lainnya. Aruna tidak bisa membedakan hal itu sekarang. Yang jelas ia hanya merasa kurang nyaman untuk saat ini. "Apa kau menyesal?" Pertanyaan tiba-tiba Chandra membuat Aruna mendongak. Ia menatap pria itu cukup lama sampai kemudian gadis itu menggeleng. "Aku tidak tahu. Aku tidak tahu dengan apa yang ku rasakan sekarang, semuanya seolah bercampur jadi satu," jawabnya dengan nada lirih. Aruna tidak pernah menyangka ia akan bisa sedekat ini dengan seorang lelaki. Bahkan sang Ayah pun tidak pernah. Chandra memeluknya dengan hangat, membisikkan kata-kata penenang juga sentuhan halus di kepalanya. Entah kenapa Aruna tidak bisa menolak. Isi kepalanya berteriak, mengatakan pada dirinya untuk melepaskan pelukan Chandra. Namun seolah berkhianat, tubuhnya justru melakukan hal sebaliknya. Meski dirinya tidak membalas pelukan Chandra, tapi dirinya tetap diam dan membiarkan pria itu menenangkan dirinya. Aruna menikmati momen saat dirinya ditenangkan oleh seseorang, mengabaikan jika dirinya dan Chandra adalah dua orang asing yang baru saja bertemu belum lama ini. "Tidak perlu takut atau merasa cemas. Kau sedang berusaha untuk mewujudkan kebahagiaan yang hanya bisa kau usahakan sendiri. Kebahagiaan mu lebih penting daripada mereka yang sudah melukai perasaan mu dan hidupmu." *** Pagi datang menjelang. Aruna membuka mata dan menggeliat, meregangkan otot-otot nya yang terasa kaku. Gadis itu menoleh dan mendapati ranjang di sebelahnya yang telah kosong, ia menoleh ke sekitar kamar seolah mencari keberadaan seseorang. Aruna kembali mengingat apa yang terjadi semalam. Setelah pelukan yang diberikan Chandra, pria itu menghapus air mata Aruna yang mendadak tumpah tak terbendung. Ia merasa tersentuh dengan perlakuan Chandra. Selama ini ia hanya bisa memendam semuanya sendirian tanpa pernah ada yang mau menjadi sandaran saat dirinya merasa kelelahan. Tapi pria itu dengan suka rela memberikan bahunya dan tangannya untuk menenangkan Aruna, membisikkan pada gadis itu kata-kata penenang dan memahami perasaanya. Tidak ada yang lebih, Aruna hanya merasa berterima kasih. Perhatian Aruna teralih pada pintu kamar mandi yang terbuka. Di sana Chandra keluar dengan handuk yang berada di leher. Rambut pria itu basah menandakan ia baru saja selesai mandi. "Bagaimana perasaan mu?" tanya Chandra. "Lebih baik. Terima kasih," sahut Aruna dengan senyum tipis. "Ya. Sekarang lebih baik kau bersihkan tubuhmu, hari ini kita akan bertemu dengan Wisnu dan membahas soal pekerjaan mu lebih lanjut." Aruna mengangguk saja, ia kemudian berjalan ke arah kamar mandi. Namun sebelum gadis itu benar-benar sampai, Chandra memanggilnya lebih dulu. Pria itu menghampiri Aruna dan memberikan satu paperbag berukuran sedang padanya. "Aku tidak tahu bagaimana seleramu, tapi ku harap itu cocok dengan mu," ucap Chandra dibarengi senyum tipis. Untuk sesaat Aruna terdiam. Entah mengapa ia menghangat mendengar perkataan Chandra. Kenapa pria ini begitu baik, padahal mereka baru saja bertemu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD