2

881 Words
"Silahkan, ini bunga pesanan anda" Wanita itu menatap kagum rangkaian bunga ditangannya dan berterima kasih kepada Alika. Rangkaian bunga dari toko ini selalu menjadi yang terbaik. "Oh Alika, ini indah sekali seperti dirimu. Putriku pasti sangat senang" wanita itu memeluk Alika dan pamit dengan senyum lebar. Alika selalu menyukai kepuasan pelanggan atas rangkaian bunga miliknya. Banyak orang telah tahu keahlian Alika yang satu ini, namun nenek Dana tidak pernah memperbesar toko dan tetap tutup sampai jam tujuh. Itu semua karena sayangnya sang nenek yang tidak ingin dia sampai kelelahan. Mengingat itu Alika jadi rindu pada neneknya yang telah meninggalkannya setahun yang lalu. Alika menghela nafas pelan dan kembali membereskan tokonya yang sempat terhenti karena kedatangan seorang ibu yang ingin memberikan hadiah untuk ulang tahun putrinya. Alika melihat kearah jam yang sudah menunjukkan jam sembilan malam. 'Kalau nenek masih ada pasti dia marah' batin Alika. Tanpa sadar senyuman rindu tercipta dibibir mungilnya. "Kalau kau semanis ini bisa-bisa aku menjadikanmu mate-ku sekarang juga, Alika sayang" "Astaga!" Vas ditangan Alika langsung terlepas karena terkejut saat mendengar bisikan seseorang tepat dibelakang telinganya. Dengan sigap pria itu menangkap agar vas itu tidak pecah. "HAHAHA!" tawa pria itu langsung pecah. "Kau masih saja suka melamun sayang. Aku menyesal hanya berbisik dan tidak menciummu saja" ujar pria itu menambahkan. Alika langsung mengambil kemoceng disebelahnya. Melihat itu si pria itu langsung sadar dan mundur selangkah. "Jangan pukul lagi sayang. Itu menyakitkan" rayu pria itu tanpa menghilangkan senyum gelinya. "Omong kosong! Kemoceng ini tidak ada apa-apanya untukmu!" Alika berjalan mendekati dan mengangkat tinggi-tinggi senjata yang akan dipukulnya kekepala si pria. "Sini kau!" perintah Alika "Dengan senang hati, sayang" pria itu mendekat tanpa takut dengan Alika dan yang akan memukulnya. Gerakan Alika terhenti saat melihat darah yang mengering di sisi kepala pria itu. Alika menghela nafasnya resah. Kemoceng itu terlepas dari tangannya dan dia malah mengelus darah kering di pipi pria itu. "Kau berkelahi lagi?" tanya Alika lembut. Pria itu melingkarkan tangannya dipinggang Alika dan menariknya mendekat. Tanpa menghilangkan senyuman dan tatapan matanya kewajah Alika, pria itu mengangguk. "Sini aku obati" tangan lembut Alika menarik dan menyuruh Anthony duduk disofa tua nenek Dana. Alika meninggalkan Anthony dan kembali dengan kotak kecil obat-obatan. Anthony menatap lembut Alika dengan perasaan yang membuncah. Betapa cintanya dia pada gadis manis ini. Dengan telaten Alika membersihkan dan mengobati luka dikening Anthony. "Alika" panggil Anthony lembut "Hmm" Alika masih fokus mengobati luka Anthony. "Aku mencintaimu" Sontak tangan Alika terhenti. Matanya menatap bola mata coklat Anthony dengan kikuk. Anthony hanya tersenyum pedih dan menunduk. Selalu seperti ini. Anthony tahu Alika sangat mencintainya. Tapi bukan cinta seperti dirinya. Seperti hari-hari lalu, ungkapan cintanya hanya dijawab Alika dengan sikap diam. Apakah salah jika dia berharap Alika memiliki hati untuknya. Dengan semua perlakuan lembutnya. Dengan segala perhatian Alika padanya. "Sudah selesai, kau bisa pulang" ujar Alika sambil membereskan kotak obatnya dan beranjak. Namun sebelum sempat melangkah, Anthony menahan tangannya. "Setidaknya beri aku jawaban, Lika. Apa saja. Jangan gantung aku seperti ini. Rasanya menyakitkan" balas Anthony lirih. Alika terdiam. Perlahan dia mendudukkan dirinya disebelah Anthony. "Tony...maafkan aku jika tindakanku selalu menyakitimu. Aku...aku tidak bermaksud seperti itu, sungguh..." "Aku tahu" potong Anthony, mengelus lembut jemari Alika digenggamannya. "Aku cukup tahu diri untuk tidak mendekatimu, Tony" "Maksudmu?" desak Anthony "Aku hanyalah setengah were dan kau adalah were berdarah murni. Tidak hanya itu, kau juga calon pemimpin. Kau seorang pangeran were, Tony. Aku tidak pantas bersanding denganmu" jawab Alika mantap, langsung menatap mata Anthony. Mata Anthony menggelap dan rahangnya mengeras menahan amarah. Segera dia menutup matanya dan mengatasi amarahnya. Tidak ingin melukai wanita yang dia cintai. "Kau berpikiran sama seperti yang lain, Alika. Pendek!" "Anthony, aku..." "Diam!" tanpa sadar Anthony membentak Alika. Sontak mata Alika memanas dan berkabut. Perlahan cairan bening mengalir keluar dari sudut matanya. Melihat itu Anthony tersadar dan langsung memeluk Alika. "Maafkan aku. Maafkan aku, sayang" "Aku...aku hanya kecewa kau menganggap dirimu seperti itu. Kau tahu jika ayah dan ibu sangat sayang padamu. Mereka juga sudah tahu bagaimana perasaanku padamu, Alika..." Seperti tersadar, Anthony menjauhkan dirinya namun tidak melepaskan pelukannya. "Tidak hanya itu kan. Kau masih belum melupakan laki-laki sialan itu. Dia sudah mati, Alika! Laki-laki b******k itu hanyalah manusia!" Yah, Alika mencintai seorang manusia. Dua ratus tahun yang lalu. Dan syukurlah hanya Anthony yang tahu. Melihat wajah Alika yang muram, hatinya tidak tega juga. Dengan sayang dibelainya pipi putih Alika. "Aku mencintaimu, sayang. Sangat. Dan tidak akan berhenti mengejar hatimu sampai kau menemukan mate-mu. Dan aku berharap jika aku yang menjadi mate-mu...oh hampir lupa. Kau belum menyelesaikan pengobatan terakhir. Mantra kesembuhan." ujar Anthony tersenyum lebar sambil menunjuk keningnya yang telah diperban. Dengan malu-malu, Alika mendekat dan menjinjit berusaha menggapai tubuh tinggi pria didepannya. Mendengus geli Anthony membungkukkan badannya sampai menyamai Alika. Dan, Cuuup Alika mencium tepat diatas luka Anthony yang sudah tertutup perban. Senyum merekah dibibir keduanya. Anthony mencium ringan pipi Alika. Wajah Alika langsung merona. "Istirahatlah. Jangan lupa kunci pintunya" ujar Anthony lembut. Alika mengangguk pelan. Tanpa Alika sadari jika ada sepasang mata merah yang mengawasi mereka dari kegelapan. "Hehehe...ternyata bisa juga anjing busuk itu bertingkah lembut. Sangat menjijikan. Ketua harus tahu" dan sosok misterius itu menghilang dikegelapan malam. Sedetik Anthony menutup pintu toko bunga, ia mengangkat tangannya dan dua sosok menghampirinya. Kedua mahluk itu tunduk hormat padanya. "Habisi vampir b******k yang sudah berani memata-matai kekasihku" perintahnya dingin. "Baik Bos!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD