3

625 Words
"Bunga Tuan, anda sudah berjanji pada Nona Angel" kepala pelayan tua itu mengingatkan majikannya. "Sial! Kenapa aku bisa lupa. Beni, tolong yah" Erick menepuk bahu pelayanannya dengan semangat dan memasang senyuman bodoh. Sedangkan Beni hanya bisa menggelengkan kepala, maklum melihat tingkah playboy majikannya. "Kalau begitu saya permisi, Tuan" "Ah Beni, coba kau tanya Mathilda. Kemarin aku melihat dia membawa rangkaian bunga entah darimana. Tapi indah sekali" ujar Erick seadanya, tanpa melepaskan fokusnya dari cermin. Tangannya dengan lincah menyimpul dasi. "Baik, Tuan" Beni membungkuk mohon pamit. "Dimana lagi ada toko bunga yang buka jam segini" Erick tersenyum geli saat mendengar gumaman pelan pelayan tuanya. ----------------------------------------------------------------- Alika sudah akan mematikan lampu toko saat tiba-tiba telponnya berdering. Buru-buru dia mengangkatnya. "Hallo, Dana's Florist" "Oh tuhan, syukurlah masih buka" terdengar suara wanita diseberang sana. "Nyonya Mathilda, yah? Ada apa, Nyonya? Ada yang bisa saya bantu?" jawab Alika ramah. "Alika sayang. Maaf, tapi sepertinya aku akan merepotkanmu lagi. Aku mohon, bisakah kau merangkai sebuket bunga mawar dan mengantarnya kemansion tempatku bekerja. Mansion The Red di Hampstead." Alika ingin sekali menolak saat matanya melirik jam yang sudah menunjukkan angka delapan. Namun hatinya tidak tega mendengar suara memohon Nyonya Mathilda yang sangat baik. "Baiklah Nyonya, akan saya antarkan" senyum manis tanpa sadar tersungging dibibirnya saat mendengar syukur Nyonya Mathilda diseberang sana. Klik Alika menghela nafas menyesali sifat tidak tegaannya. Anthony pasti akan mengamuk jika tahu dia keluar toko malam-malam begini. Dengan cepat dan terampil Alika merangkai beberapa batang mawar sehingga menjadi satu buket bunga yang sangat indah. Alika memandang takjub pada karyanya. "Bagaimana yah rasanya mendapat buket seindah ini dari orang yang dicintai" ujarnya sambil memutar-mutar buket ditangannya. "Oh ya ampun aku harus cepat-cepat" saat menyadari hari sudah semakin malam. Alika langsung meraih mantel dan mengunci pintu toko. Cuaca cukup dingin membuatnya semakin merapatkan jaket. Dengan setengah berlari Alika meninggalkan toko. ----------------------------------------------------------------- 'The Red?!" Alika membatin dalam hati. Mengagumi bangunan megah dengan taman super luas dipekarangannya. Sekali lagi dia memastikan, "Benar disini mansionnya..." ujar Alika pelan saat membaca tulisan batu didepannya. "Ehm...bisa saya bantu nona?" Dari pakaiannya Alika menebak jika orang ini adalah penjaga mansion. "Saya dari toko bunga. Ingin mengantarkan ini" jawabnya ramah sambil mengangkat buket ditangannya. Sipenjaga menatap Alika tajam. Dan jujur dia tidak suka dengan tatapan curiga itu. 'Memangnya aku mirip pencuri' keluh Alika dalam hati. Alika terus memperhatikan sipenjaga dengan tatapan kesal saat dia menelpon kedalam rumah dan memastikan kebenaran kata-kata Alika. "Maafkan saya nona. Anda sudah ditunggu. Silahkan masuk" ujar di penjaga ketus. Alika hanya mengangguk pelan tanpa merubah raut kesalnya. Belum sempat Alika memencet bel, pintu didepannya tiba-tiba terbuka dan menampakkan seorang pria paruh baya dengan wajah yang kaku. "Nona Alika dari toko bunga?" tanyanya tanpa basa basi. "Benar, Pak. Ini buket bunga yang anda pesan." jawab Alika ramah "Terima kasih dan ini bayarannya" sipelayan tua menyerahkan beberapa lembar uang ketangan Alika dengan sedikit melempar dan langsung menutup pintu. "Sopan sekali!" bentak Alika sambil menendang pintu keras-keras. Kali ini Alika benar-benar kesal. Mengutuk semua orang dirumah ini dalam hatinya. Hello! Dasar orang kaya tidak sopan. Kalau tidak karena Nyonya Mathilda, mana mau malam-malam begini dia mengantar bunga dan harus menerima tatapan curiga dan bantingan pintu tepat dimukanya. Dengan emosi Alika berbalik pergi dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Mulutnya terus saja menggumamkan sumpah serapah. Matanya menangkap kursi taman dan menjadikannya sasaran amuk selanjutnya. Alika menendang kursi itu keras-keras dan langsung membuat matanya melotot dan berair. Dengan panik Alika memeluk kakinya yang tadi menendang kursi. "Sakiiiiittt!!!" jeritnya tertahan. Samar-samar dia mendengar langkah kaki seseorang mendekat. Namun Alika tidak mau tahu. Kakinya yang terpenting saat ini. "Hei, kau kenapa?" Alika mengangkat kepalanya, dan langsung memucat 'Tidak mungkin' batinnya Kedua mata yang berbeda warna itu bertemu. Terdiam dan hanyut dalam tatapan masing-masing.  Alika dengan keterkejutannya dan Erick dengan keterpesonaannya. Cantik sekali
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD