bc

A Lonesome Cowboy

book_age16+
1.0K
FOLLOW
19.1K
READ
age gap
tomboy
comedy
sweet
bxg
icy
cowboy
small town
first love
lonely
like
intro-logo
Blurb

Adrianno Duncan Simperler. Koboi tampan berusia tiga puluh satu tahun yang tidak bisa move on dari cinta pertamanya. Di saat semua orang di sekitar bergerak maju, dia justru tetap memilih bertahan dalam kenangannya. Dia merasa hidupnya tidak sama lagi sejak hatinya patah untuk pertama kalinya. Di dalam dirinya, telah ada bagian yang hilang dan tidak akan pernah kembali lagi.

Emily Charlotte Xanders dihukum oleh ayahnya untuk menghabiskan masa liburan musim panasnya di peternakan milik neneknya. Ia benci berada di peternakan, tetapi harus tetap di sana hanya agar kartu kredit dan ponselnya tidak diambil sang ayah.

Ketika sedang membersihkan kandang kuda milik neneknya, Emily bertemu dengan koboi tampan yang langsung membuatnya jatuh cinta itu.

Ia, gadis naif berusia delapan belas tahun yang belum pernah jatuh cinta, bertekad akan membuat koboi tampan itu mencintainya walaupun itu berarti ia harus bekerja di kandang kuda yang kotor dan bau.

Sayangnya, sekuat apapun Emily menarik perhatian Adrian, koboi itu tidak pernah memperhatikannya. Dan ia tahu alasannya...karena seorang wanita di masa lalu Adrian.

Sanggupkah Emily mengisi ruang kosong di hati Adrian dan membuat pria itu mencintainya?

chap-preview
Free preview
1. Pria Gagal Move On
Orang bilang, cinta pertama tidak akan pernah bisa dilupakan begitu saja. Meski banyak juga yang bilang bahwa cinta masa remaja hanyalah cinta monyet biasa, tetapi siapa saja pasti ingat jika ditanya siapa cinta pertama di hidupnya. Terutama jika cinta itu menimbulkan kesan mendalam di hati. Dan sayangnya, hampir semua cerita cinta pertama tidak pernah berakhir manis dan menyenangkan. Cinta pertama seakan memiliki kutukannya sendiri pada sebagian besar orang. Hanya sedikit sekali yang beruntung mendapatkan kisah indahnya dan bersama selamanya seperti cerita dongeng yang membodohi banyak anak gadis. Selebihnya, cinta pertama selalu berakhir tragis atau menimbulkan lubang di hati. Bagi Adrianno Duncan Simperler, cinta pertama baginya berarti Adrienne Sandjaya. Gadis cantik, pintar, dan luar biasa menyenangkan yang ia kenal di masa kuliahnya. Gadis itu adalah hal terindah yang pernah terjadi dalam hidup Adrian di usia remaja. Adrian jatuh cinta setengah mati padanya. Bahkan, bisa dikatakan dirinya tergila-gila pada Adrienne. Sampai detik ini. Sebenarnya, Adrian tidak pernah berencana untuk jatuh cinta di masa itu. Yah, pada kenyataannya, memang tidak pernah ada orang yang merencanakan untuk jatuh cinta. Namun, pertaruhan konyolnya dengan teman-teman kuliahnya dulu telah membuat Adrian terkena batunya. Dan batu itu sangat besar sekali hingga ia tidak bisa membuatnya pergi bahkan setelah tiga belas tahun berlalu. Ya, kalian tidak salah dengar. Tiga belas tahun. Bukan waktu yang singkat kan untuk mencintai seseorang yang jelas-jelas tidak akan pernah menjadi milik kita? Jika ia pintar, seharusnya Adrian melupakan Adrienne dan melanjutkan hidupnya dengan mencari wanita lain. Sayangnya, Adrian bukan pria pintar jika berurusan dengan cinta. Umurnya tiga puluh satu tahun saat ini. Usia yang sudah sangat cukup bagi seorang pria untuk membina sebuah hubungan yang disebut rumah tangga. Akan tetapi, di saat semua teman-temannya, atau orang-orang di sekelilingnya, telah sampai di tahap menemukan seseorang dan membina sebuah keluarga, dirinya masih tetap diam di tempat. Tidak bergerak. Stuck. Hatinya seolah telah membeku hanya untuk satu nama. Ada sudut kosong di sana yang tidak akan pernah bisa diisi oleh orang lain. Sebuah sudut kosong yang akan selalu menjadi milik Adrienne. Entah sampai kapan. Mungkin sampai sebentar lagi, atau mungkin selamanya, Adrian tidak bisa memastikannya. Ia seakan tidak bisa lagi mencintai seorang wanita dengan cara yang pernah dilakukannya untuk Adrienne. Segalanya telah berbeda semenjak ia tahu hatinya menjadi milik Adrienne. Tentu bukan salah Adrienne jika ia tidak bisa move on dari gadis itu. Gadis itu terlalu indah untuk dilupakan. Dan Adrian tidak akan menyangkal jika jauh di sudut hatinya, ia masih berharap akan ada keajaiban bagi mereka berdua. Meski Adrian tahu jika keajaiban itu tidak akan pernah ada. Bahkan mungkin hingga dunia ini berakhir. Gadis pujaannya itu kini telah hidup bahagia dengan suami tampan over protective-nya dan empat buah hati mereka yang lucu. Hubungannya dengan Adrienne pun sebenarnya sangat baik. Dulu, ketika Adrian masih tinggal di Marseille, mereka bertujuh sering bertemu untuk sekedar makan bersama. Kini, mereka juga masih sering berkirim pesan. Yah, meskipun suami pencemburu Adrienne itu masih tetap tidak menyukainya. Pria pencemburu itu akan selamanya membencinya, Adrian tahu itu. Oke, mungkin benci terlalu berlebihan. Max hanya tidak akan pernah bisa menyukainya dan percaya jika Adrian tidak akan mengganggu rumah tangga mereka yang bahagia sampai ia juga menemukan orang lain. Yang, Adrian yakin, tidak akan pernah terjadi dalam waktu dekat. Dan sebenarnya, hal itu pulalah yang membuat Adrian pergi sejauh mungkin dari Benua Eropa dan juga dari Indonesia, beberapa tahun lalu. Untuk mencegahnya terlalu sering berkomunikasi dengan Adrienne dan anak-anaknya. Dia sungguh menyukai keponakan-keponakan kecilnya itu. Si kembar tiga yang tampan dan si kecil Belle yang cantik jelita. Akan tetapi, itu juga terasa sangat mengganggu setiap kali dirinya berkunjung ke rumah mereka dan Max memperlakukannya dengan dingin. Adrian tidak ingin dicap sebagai pria pengganggu rumah tangga orang. Ia juga tidak ingin menjadi duri dalam daging bagi Adrienne. Sebuah duri yang tidak pernah mau terlepas dari dagingnya. Sekarang ini, Adrian tinggal jauh di Vernon, Texas, seorang diri dan jauh dari keluarganya. Satu tempat yang dulunya tidak pernah Adrian bayangkan akan ia tinggali. Jika ia bilang, ini adalah takdir manis yang Tuhan telah berikan untuknya. Neneknya dari pihak ibu, beberapa waktu lalu meninggal dunia dan mewariskan sebuah peternakan besar di Vernon. Sungguh aneh bahwa peternakan itu diwariskan atas namanya, bukan atas nama anak-anaknya atau ibunya yang lebih berhak sebagai anak perempuan tertua keluarga Duncan. Awalnya, Adrian menolak untuk tinggal di sana karena ia tahu jika saudara-saudara ibunya yang lebih berhak dengan peternakan itu. Namun, yang tidak ia tahu adalah bahwa kakek neneknya ternyata sangat kaya raya. Ia memang jarang berkunjung kemari karena sibuk dengan kuliah dan kehidupan pribadinya di Marseille dan Indonesia. Semua saudara ibunya, yang berjumlah empat orang itu, mendapatkan tanah peternakannya masing-masing di seluruh penjuru Amerika. Dan sekarang, di sinilah Adrian berada. Menjadi seorang koboi di tanah asing yang bahkan belum pernah ia tinggali sebelumnya. Ibunya dengan senang hati ‘mengusirnya’ dari rumah untuk mengelola pertenakan ini. Dan berhubung sekarang sudah ada satu anak laki-laki lain di rumah, ayahnya juga tidak keberatan melepasnya pergi dan meninggalkan perusahaan. Hah, ia merasa seperti anak yang terbuang. Dulu, dirinya adalah satu-satunya harapan sang ayah untuk mewarisi perusahaan karena saat itu, keluarga Simperler hanya memilikinya sebagai pewaris tunggal laki-laki dengan satu orang adik perempuan. Namun, tanpa diduga, ibunya hamil lagi saat Adrian berusia dua puluh tahun dan melahirkan seorang anak laki-laki. Kini, meskipun adiknya baru sebelas tahun, Adrian bisa lebih lega karena tidak harus dipaksa untuk menghabiskan hidupnya di belakang meja. Jujur saja, bekerja di kantor membuat tingkat stressnya begitu besar. Dulu, tidak akan terhitung berapa kali ia harus mengahadiri pertemuan bisnis dalam satu minggu, melakukan merger dengan beberapa perusahaan konstruksi lain, melakukan presentasi, dan tidak pernah melepaskan ponsel dari dekatnya selama dua puluh empat jam sehari. Itu membuatnya menjadi lebih sering marah. “Mr. Simperler, kuda kita sepertinya hampir melahirkan. Jack sedang dalam perjalanan untuk memanggil dokter.” Adrian menoleh pada Patrick, asistennya di peternakan, dan tersenyum lebar. Sekarang, ‘makanan’ sehari-harinya adalah kuda yang melahirkan, sapi yang tidak mau menghasilkan s**u, kuda yang mengalami kolik, atau persediaan pakan ternak yang habis. Tidak ada lagi laporan bulanan perusahaan, harga saham, rapat komisaris, juga hal lain yang selalu membuat tensi darahnya melonjak drastis. Yah, ada laporan lain tentu saja. Penjualan hasil ternak, pelatihan kuda, juga beberapa pemasukan dari perkebunan mereka. Namun, itu bukan laporan yang membuatnya pusing. Dan jujur, Adrian jauh lebih bahagia tinggal di sini. Adalah sebuah anugerah baginya karena mendengarkan lenguhan sapi atau ringkikan kuda setiap pagi dan bukannya kebisingan klakson kendaraan bermotor. Juga teriakan sumpah serapah menghadapi kemacetan yang selalu mengular di Jakarta setiap pagi. Hidup berbaur dengan alam membuat Adrian lebih tenang dan bahagia. Tidak ada stress karena menghadapi komputer seharian atau saat karyawannya bekerja dengan tidak memuaskan. Di sini, semua orang tahu tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Justru Adrian banyak belajar dari mereka tentang bagaimana itu bekerja dengan hati. Tentang bagaimana menghargai orang lain bahkan meskipun ia memiliki kedudukan yang lebih rendah di sini. Hampir semua pegawainya di peternakan ini tumbuh besar bersama-sama. Saling mengenal sejak kecil membuat rasa kekeluargaan mereka terikat dengan kuat. Mengusik salah satu dari mereka, berarti mengusik semuanya. Itu hal yang tidak pernah ia dapatkan di tempatnya tinggal dulu. “Apa dia akan baik-baik saja?” Adrian menatap kuda betinanya yang berwarna putih itu. Dia sedikit khawatir. Molly -nama kuda itu-, tidak tampak terlalu sehat akhir-akhir ini. Molly adalah kuda pertama yang membuat Adrian jatuh cinta. Patrick menepuk bahunya dengan pelan. “Molly sangat tangguh. Kau lihat bagaimana dulu dia melahirkan Whitey kan?” Adrian mengangguk dan mencoba berpikir positif seperti Patrick. Pengalamannya masih minim dalam dunia seperti ini, karena itulah dia lebih mempercayakan hal ini pada Patrick. Pria itu sudah sangat sabar dengan Adrian sejak ia datang kemari dua tahun lalu tanpa pengetahuan apapun tentang ternak dan semuanya. Hingga saat ini, Adrian juga masih menyerahkan hampir sebagian besar urusan peternakannya pada Patrick. Kakek dan ayah pria itu juga sudah bekerja di peternakan sejak kakek Adrian masih hidup. Beberapa saat kemudian, Jack datang bersama dokter hewan langganan peternakan mereka dan mulai membantu proses kelahiran Molly. Adrian menunggu di luar istal dengan tegang seolah menunggui kelahiran istrinya sendiri. Ia menyayangi semua ternaknya, karena itulah Adrian merasa tidak tega jika ada satu saja dari mereka yang sakit. Terlebih ini Molly, gadisnya. “Lihat! Dia sangat sehat” Jack mengangkat bayi kuda berwarna putih itu di tangannya dengan wajah puas dan berseri-seri. Adrian tersenyum melihat satu lagi kuda putih akan mengisi istalnya. Ia memang lebih senang melihat kuda berwarna putih daripada warna lainnya. Dan meskipun kuda hitam membuatnya terlihat lebih gagah saat menungganginya, tetapi kuda putih selalu membuat Adrian merasa seperti seorang pangeran. Itu adalah salah satu impian Adrienne dulu yang sangat ingin memiliki pangeran berkuda putih sebagai kekasihnya. Konyol memang, tetapi Adrian jauh lebih konyol karena masih menyimpan kenangan obrolan mereka itu hingga saat ini. Dan meskipun, ia tidak bisa menjadi pangeran berkuda putih Adrienne, dan tidak akan pernah, Adrian merasa cukup bahagia mengingat kenangan itu di hatinya. Ada sebagian orang yang memilih untuk hidup dalam kenangan. Dan ia adalah salah satunya. Teman-temannya bilang ia bodoh karena bertahan begitu lama dengan perasaannya dan bahkan tetap menjalin hubungan baik dengan wanita yang ia cintai itu. Adrian akui, itu memang sangat berat. Untuk dirinya dan terlebih untuk hatinya. Namun, meskipun berat, Adrian lebih suka menjalaninya seperti itu. Seperti apa yang hatinya inginkan. Teman-temannya selalu berkata, ”you can never ‘just be friend’ with someone you fell in love with”, dan memang seperti itulah kenyataannya. Akan tetapi, Adrian tidak bisa menjauh dari Adrienne. His mind tell him to stop loving, but his heart can't let go. Adrian bisa pergi sejauh mungkin ke manapun ia ingin pergi. Akan tetapi, itu hanya raganya. Hatinya tidak pernah sedikit pun jauh dari Adrienne. Adrian bukannya tidak mencoba untuk move on dan mencari wanita lain. Ia mencoba. Sebisa yang dapat dilakukan hatinya untuk pergi. Akan tetapi, perempuan-perempuan itu hanya datang dan pergi tanpa menimbulkan sesuatu seperti ditimbulkan Adrienne baginya. Ibunya bahkan sudah berulang kali mendesaknya untuk menikah karena umur Adrian yang sudah melewati kepala tiga. Namun, bagaimana ia bisa menikah jika hatinya tidak bisa lagi mencintai? Itu hanya akan menyakiti hati pasangannya nanti jika tahu Adrian tidak pernah bisa mencintainya. Adrian tidak mau menikah tanpa landasan yang kuat. Dan baginya, landasan yang kuat itu adalah cinta. Tidak akan adil jika hanya salah satu pihak saja yang mencintai dalam sebuah rumah tangga. Ia tidak ingin berlaku tidak adil untuk siapapun yang menjadi pasangannya. Dan daripada menyakiti hati seorang wanita, akan jauh lebih baik bagi Adrian untuk tetap hidup sendiri. Ada ruang kosong dalam hatinya yang tidak akan bisa diisi oleh siapapun atau apapun. Cintanya telah habis dibawa pergi oleh Adrienne. Dan hatinya, hatinya tidak akan pernah bisa sama lagi. Tidak akan pernah bisa.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook